Grey Area (5)

232 11 0
                                    

"Nyeselkan, dah dibilang jangan kesini kamu ngeyel," kataku.

"Yah, minimal tempatnya asik," Hana masih mau tak mau mengakui kesalahanya. Yah, sebenarnya dia memang tak salah. Masalah ada dari dalam diriku sendiri. "Mau cerita apa?" tanyaku pada Hana. "Kok tadi kamu marah banget sih, emang beneran homo ya kamu?" katanya sama sekali tidak menjawab pertanyaanku. "Han, please enough," aku berusaha sabar agar tidak berbuat bodoh. Sejujurnya aku ingin sekali berteriak padanya kalau itu benar, dan aku adalah bagian 'mahkluk ajaib' yang ada di meja seberang. "Cowo mana yang deketin kamu," kataku lagi. Kali ini aku langsung membelokan pembicaraan ke arah yang spesifik agar tak lagi berfokus padaku. Biasanya jika bilang ingin cerita, Hana akan cerita tentang kedekatannya dengan laki-laki.

"Ada anak Tekhnik Sipil ada yang deketin aku. Tapi masalahnya temenku tu suka ma dia," katanya antusias.

"Sapa namanya? Kamu suka ga?"

"Febri. Ganteng Eaan. Tipeku banget."

"Ya udah jadian."

"Kenal Dila kan? Di kampus tuch dia sahabatku. Dia suka sama Febri. Mosok iya aku tega makan temen."

"Kalo aku sih tega-tega aja.... Haahhahahah, masalahnya apa coba? Wong Febri maunya sama kamu."

"Ga semudah itu ya, aku ma Dila itu deket banget. Ga mungkin tega aku nyakitin dia. Mending ga usah punya pacar. Tapi aku pengen punya pacar Eaan."

"Au ah gelap."

Aku senang Hana berkata seperti itu. Artinya dia tidak akan punya pacar dalam waktu dekat. Sejujurnya aku tak suka dia di dekati orang lain. Apa aku cemburu? Sebagai teman aku tak memiliki hak untuk cemburu. Dari sudut pandangku relasiku dengan Hana begitu rumit. Aku merasa nyaman dengannya. Tapi tak ada keinginan untuk memilikinya. Awal mendekatinya aku memang berharap bisa menjadi pacarnya. Setelah dekat dan nyaman aku tak lagi ingin memilikinya. Semakin dekat dengannya aku semakin menyadari siapa aku sebenarnya. Yang aku takutkan ketika dia punya pacar aku akan kehilangan sahabat. Aku akan terlihat seperti orang bodoh jika tetap dengannya. Aku membutuhkannya untuk menutupi kekuranganku. Sampai kapan aku bisa bertahan seperti ini?

Hpku bergetar, ada pesan masuk dari Harry yang menanyakan keberadaanku. Hatiku menjadi tak tenang dan memandang sekitar untuk mencarinya. "Pulang yuk," kataku pada Hana. "Woow dicari pacarnya. Mau ngapel ya. Di sms langsung ga tenang. Cowo mana sih?" sahutnya. "Aku ga punya pacar," ucapku.

"Yow dah tho ga usah buru-buru. Siapa e yang SMS kok kamu?" Aku diam agar Hana tak makin curiga. Beberapa saat kemudian, HPku kembali bergetar, kali ini Harry meneleponku. Hana tertawa melihatku. "Eh beneran punya pacar ga mau ngaku. Ooh jadi tadi nraktir tuch buat PJ, tapi kok pacarnya ga diajak sich. Aku gam au lho diangap pelakor," katanya terbahak. Pertama kali seumur hidup aku merasa begitu caggung dihadapannya. Aku berkeras tak mau menjawab telepon dari Harry. Setelah berhenti bordering aku mengirim satu pesan padanya.

"Maaf menurutku apa yang kita lakukan itu salah, aku ga mau kita ketemu lagi."

Kisah Sunyi Dunia PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang