*Aku seorang Mualaf*
"_______________________________"
~_______________________~
________❇Happy reading❇_______
🍀
Pagi ini terlihat wajah berseri bahagia dari Rachel karena Claudia sudah dibolehkan pulang dari rumah sakit.
"Seneng banget deh, akhirnya mamah bisa dibolehin pulang juga" girang Rachel dengan menenteng tas keluar yang berisikan baju milik ibunya.
"Mamah juga seneng." ucap Claudia yang memeluk Rachel.
"mamah sekarang tinggal dirumah Davin aja yah."
"Loh, kenapa? Kalo mamah tinggal dirumah kamu, siapa yang nempatin rumah mamah? Papah kamu kan jarang pulang." balas Claudia dengan melepas pelukannya.
"Davin gak mau kalo mamah pulang kerumah, yang ada papah marah sama mamah, dan Davin takut kalo mamah disakitin sama papah." Claudia tersenyum lembut kearah Davin.
Davin sudah menceritakan pada ibunya, perihal Rachel yang akan dibawa oleh Ayahnya keluar negri, tentu saja Claudia sangat tidak setuju akan hal itu, walau dia sering memarahi, membentak Rachel, tapi dia sangat sayang dengan anak perempuannya.
"Mamah gak enak sama Fatimah, dulu mamah gak merestuin hubungan kamu sama Fatimah. Dan sekarang, mamah tinggal dengan kamu dan istri kamu. Apa kamu dan Fatimah tidak akan membenci mamah?" lirih Claudia yang mulai membendung air matanya.
"Gak lah mah, malah Fatimah maksa Davin supaya mamah sama Rachel tinggal di rumah kita." Claudia nampak berfikir.
Pindahnya keyakinan Davin kala itu, membuat Claudia dan Rama marah besar padanya. Ditambah lagi saat Davin meminta restu akan menikah dengan perempuan yang berbeda agama dengannya.
Setelah Claudia setuju dengan tawaran Davin, mereka semua lekas berangkat menuju rumah davin.
Sesampainya di pelataran rumah Davin yang tak terlalu besar, Claudia keluar mobil dan melangkah dengan rasa ragu. Dia takut jika kedatangannya akan ditolak oleh menantunya, lantaran dulu Claudia pernah berkata kasar dengan Fatimah-menantunya." Assalamualaikum..." Davin mengucapkan salam saat membuka pintu.
"Waalaikumsalam..." jawab seorang perempuan di dalam lalu menyalami Davin kemudian lanjut menyalami Claudia.
"Alhamdulillah mamah udah sembuh, mamah langsung istirahat aja yah di dalam, Fatimah sudah menyiapkan kamar buat mamah." ucap Fatimah dengan senyum yang hangat menyambut kedatangan mertuanya itu. Claudia hanya mengangguk.
"Mari mah, masuk." ajak Fatimah dengan menuntun Claudia.
Rachel yang melihat kehangatan keluarganya tersenyum penuh arti.
Tapi setelah itu senyumnya pudar saat mengingat Ayahnya.Berharap keluarganya bisa berkumpul kembali.
Berharap keluarganya bisa harmonis lagi.
Tapi kapan?
Kapan keluarganya bisa berkumpul dan menikmati kebersamaan?
Apa tidak ada harapan?
"Dek kok ngelamun, ayo masuk." pikiran Rachel buyar saat kakaknya mengajaknya masuk kedalam rumah.
*****
Di sepanjang jalanan kota, Hafidz mengemudi mobilnya dengan kecepatan standar karena malam ini cuacanya sedang hujan yang cukup besar, dia khawatir jika laju mobilnya terlalu cepat akan menimbulkan kecelakaan karena aspalnya pun licin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku seorang Mualaf
Teen Fiction[BELUM DI REVISI. TYPO MASIH BERTEBARAN.] Tak seharusnya aku tambatkan hati padanya. Tak seharusnya ku luluh kan hati ku pada seseorang yang langkah kakinya tak satu arah dengan ku. Tak seharusnya aku selalu berada di setiap harinya. Karena pada das...