"Tiga!"
"Dua!"
"Satu!"
Prit!
Suara lengkingan peluit dan sorakan dari teman sekelasnya menyadarkan Lia dari lamunannya. Pandangannya kini terarah pada keempat temannya yang sedang berlari menuju garis finish dalam ujian lari 100 meter hari ini.
Sebentar lagi gilirannya, tapi ia tampak tak bersemangat. Ia kembali memikirkan tentang pertemuan singkat dengan anak itu-- yang membuatnya kesal setengah mati.
"Lia, sebentar lagi giliranmu. Bersiaplah!" ujar Helen.
"Loh kok..."
"Iya aku sudah selesai. Kamu sih melamun saja," potong Helen seolah dapat membaca apa yang dipikirkan oleh Lia.
Sambil mengerucutkan bibir, Lia berdiri dan menuju tempat dilaksanakannya ujian lari.
"Ayo cepat! Baris sesuai lintasannya!" seru pak Bagas selaku guru olah raganya.
Ia segera berlutut di belakang garis start bersiap untuk melaksanakan ujian lari.
"Tiga!"
"Dua!"
"Satu!"
Prit!
Lia beserta ketiga temannya berlari cepat menuju garis finish. Teman-teman kelasnya kembali bersorak kencang, padahal hanya ujian, bukan lomba.
Pandangannya terarah ke depan agar ia dapat fokus, namun di saat itu juga sepasang matanya menangkap sosok yang tidak asing, jauh dan ada di antara kerumunan siswa pertukaran.
Akibatnya, Lia tersungkur karena tersandung batu. Itu juga karena ia telah berlari agak jauh dari garis finish.
Teman-temanmya panik dan mulai mengerumuninya. Sambil mengaduh dan meringis, Lia memegang kedua lututnya yang terluka.
"Tolong minggir! Jangan dilihatin saja dong, tapi dibantu! Lia? Apa kau baik-baik saja?"
Helen yang berhasil menerobos kerumunan membantu Lia berdiri dan membawanya pergi ke unit kesehatan sekolah.
Lia yang hanya pasrah, dituntun oleh Helen hingga sampai di uks. Guru penjaga juga menangani lukanya dengan baik.
"Ayo cerita."
"Eh? Cerita apa?"
"Ya cerita. Hari ini kau aneh sekali. Masa mau ujian lari malah melamun. Pas ujian juga jadi lebih aneh. Tahu tidak? Tadi kamu berlari lebih dari garis finish. Kalau tadi tidak tersandung batu, jangan-jangan kamu mau lari sampai nubruk tembok sekolah?" omelnya.
"Tidak ada apa-apa kok. Cuma kurang fokus saja."
Helen mencibir. "Kalau sudah mau cerita, langsung cerita saja. Aku akan menunggu sampai kamu siap cerita. Tapi jangan sampai kayak tadi. Atau kamu sedang sakit?"
Lia menggeleng. "Yuk masuk kelas. Belnya sudah bunyi dari tadi. Aku baik-baik saja kok. Tak usah khawatir," ucap Lia sambil mengacungkan jempolnya.
***
Lia menghempaskan tubuhnya ke kasur sepulang sekolah. Ia menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong.
Ia yakin kalau ia tak salah lihat.
Ia melihat anak itu dalam kerumunan siswa berseragam. Sialnya, seragam yang dikenakannya bukan seragam sekolahnya. Kebetulan juga dalam waktu seminggu ini, ada pertukaran kelompok belajar antar sekolah di pusat kota.
Lia menjentikkan jarinya.
Pasti anak itu menjadi salah satu siswa pertukaran di sekolahnya.
Besok. Entah bagaimana caranya, ia harus bertemu kembali dengan anak itu.
Ia memiliki waktu empat hari untuk menemukan anak itu sebelum masa pertukaran kelompok belajar siswa antar sekolah berakhir.
.
.
.
Tbc************************************
Day 4
4th November 2019Tema : buat karya yang melibatkan hitungan mundur.
Yoo random sekali cerita ini // cengo part 4
Tapi ya sudahlah. Yang penting nulis --motto para masoers npc //dikeplak
Dan hari ini tidak ada mimpi ~
Entah apa yang ada di pikiranku, cerita ini ngalir gitu aja tanpa kerangka dan persiapan //dikeplak part 2
Dan aku cukup kaget karena bisa membuat cerita ini bersambung, setidaknya untuk 4 hari pertama di bulan November.
Ya sudah deh. Happy reading and see you tomorrow ♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderland : 30 Daily Writing Challenge NPC 2019 [END]
FantasyBerkeliling ke berbagai dunia lewat mimpi. Bersiaplah, karena sebentar lagi, kita akan menjelajahi dunia mimpi bersama. [30 Daily Writing Challenge NPC 2019] Start : 1 November 2019 End : 30 November 2019