Peti Mati

79 28 2
                                    

Saat ia mendongak, hanya setitik cahaya yang berada di atas sana.

Ia berada di sebuah tempat, yang jauh berada di dalam tanah--itu yang ia pikirkan. Ruangan itu cukup luas dan ia terbangun tepat di tengah-tengahnya.

Ruangan itu membundar, dengan banyak pintu kayu setinggi kurang lebih dua meter di setiap dindingnya.

Ada beberapa obor yang menerangi ruangan--yang lebih terlihat seperti kastel tua tersebut. Dinding dan lantai yang terbuat dari batu, pintu kayu, serta beberapa obor yang menyala di setiap dinding sebelah kanan pintu kayu. Di salah satu dinding, terdapat tangga kayu yang berputar mengitari ruangan sampai ke atas. Mungkin ujungnya adalah tempat keluar-- setitik cahaya yang ada di atas tadi.

Tapi... masa harus menaiki tangga rapuh itu sampai atas?

Lia menatap sekelilingnya dengan was-was.

Apa maksud mimpinya kali ini?

Apa ia harus memilih dan memasuki salah satu pintu?

"Lia!"

Lia dapat merasakan bahwa ruangan itu bergetar.

Seorang anak laki-laki menghampirinya tergesa-gesa.

"Alta!"

Alta berusaha menetralkan napasnya. Ia menarik tangan Lia ke arah yang berlawanan. "Kita harus pergi dari sini," ucapnya.

"Eh? Pergi dengan memasuki salah satu pintu, kan?"

"Pintu?!"

Alta hendak menjelaskan, namun sebuah pintu tiba-tiba menjeblak buka, menampilkan sesosok makhluk yang mengerikan.

"Tidak ada waktu untuk menjelaskan! Itu bukan pintu, tapi peti mati!" seru Alta sambil menarik lengan Lia dengan paksa.

Lia yang masih mencerna apa yang terjadi melangkah terseok-seok, berusaha menyejajarkan kecepatannya dengan Alta.

Gemuruh di setiap peti mati tersebut semakin berdatangan. Satu per satu peti mati itu pun terbuka dan menampilkan makhluk yang sama. Parahnya, makhluk-makhluk itu mengejar mereka.

Lia dan Alta berlari menjauhinya. Di depan sana ada sebuah pijakan kayu lengkap dengan tali, lampu penerangan, dan katrol serta sebuah tombol kayu di dekatnya.

"Aku yakin itu sebuah lift!"

Lia hanya mengikutiya saja. Lift adalah pilihan terbaik daripada harus menaiki tangga sambil dikerjar para tengkorak berjalan yang bangkit dari peti mati, yang tadi sempat dianggapnya sebagai pintu.

"Awas!" pekik Lia refleks saat Tengkorak tersebut berusaha memukul mereka.

Alta dan Lia mempercepat laju mereka menuju Lift. Tinggal sedikit lagi untuk mencapainya, tapi tinggal sedikit pula jarak mereka dengan para tengkorak-tengkorak itu.

Saat mereka mencapai lift tersebut, dengan cepat Alta menekan tombolnya, memunculkan bunyi berderit yang membuat ngilu.

Dengan degup jantung gang tak beraturan mereka mengucap doa agar lift tersebut dapat berjalan--setidaknya itu harapan terakhir mereka.

Hampir ketika sebuah atau seorang tengkorak mendapatkan mereka, lift itu bergerak dan mulai meninggalkan ratusan tengkorak yang kini terlihat marah.

Lia menghela napas lega. Begitu pula dengan Alta. Namun tak sampai di situ. Walaupun peti mati tempat mereka bersemayam telah mengurung mereka selama bertahun-tahun, sepertinya akal sehat mereka tidak ikut hilang.

Mereka menaiki tangga yang berputar mengitari dinding menuju pintu keluar di atas sana. Ada kesempatan bagi mereka bisa mencapai lift lewat tangga tersebut. .

"Ini bukan hal yang baik."

Lia menyetujuinya. Tentu saja bukan hal yang baik. Apalagi lift itu bergerak cukup lamban, sedangkan para tengkorak masih bisa berlari mengitari dinding, mulai menyusul mereka.

Wajahnya memucat. Alta menyadarinya dan berusaha menenangkan.

"Kalau mereka mendekat, pukul pakai ini," ucapnya sambil memberikan sepotong kayu pada Lia.

Ia juga membawanya, bersiap untuk memukul tengkorak yang sepertinya ingin membunuh mereka, membawa mereka ke dalam peti mati.

Tiga perempat perjalanan sudah dihabiskan mereka dengan bertahan di atas lift kayu yang entah kapan sampainya.

Cahaya matahari yang menyilaukan sudah mulai terlihat. Membuat para tengkorak tersebut seakan kehilangan energi dan semakin berkurang.

Wajah pucat Lia berangsur-angsur membaik. Begitu pula dengan detak jantungnya yang sempat senam irama dengan ketukan cepat.

Sekitar sepuluh menit kemudian, mereka berhasil mencapai puncaknya.

Alta membantu Lia keluar dari lubang yang tadinya berupa ruangan membundar dengan banyak peti mati beserta kebangkitan isinya. Beruntung, tidak ada satu pun tengkorak yang berhasil mengejar mereka.

Begitu mereka menjejakkan kaki di atas tanah berpasir dengan selamat. Tanpa sempat mengucap salam perpisahan, dunia nyata menjemput mereka.

***

Hari kesembilan.

Lia mimpi buruk.

Tapi Lia tidak sendiri. Ada Alta juga di sana, jadi Lia tidak setakut biasanya.

Kami dikejar oleh para tengkorak yang bangkit dari peti mati mereka.

Lia tidak tahu maksud dari mimpi buruk ini.

Tapi Lia bersyukur bisa melewatinya dengan baik.

.
.
.
Tbc

************************************

Day 19

19th November 2019

Tema : Peti mati

Ga tau lagi ah. Buntu.

Besok Rina ada susulan try out pula. jadi buru buru nulisnya.

Yah... pokok tidak tewas.

Bai

Happy reading and see you tomorrow

Wonderland : 30 Daily Writing Challenge NPC 2019 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang