Kegagalan itu bukan akhir. Namun, awal dari perjuangan yang sebenarnya.
(The Perfect Police)Ketukan pintu dan teriakan dari luar kamarnya, membuatnya terbangun. Dengan malas, Zulfa bangkit dan membuka pintu. Matanya yang masih buram untuk melihat itu menangkap sosok ibunya.
"Kenapa baru bangun? Katanya kamu tes center hari ini."
Matanya membulat penuh. Zulfa sudah sangat sadar sekarang. Mendengar kata 'tes center' membuatnya cemas. Dia mengecek ponselnya, semua alarmnya tertanda sudah dimatikan. Pasti itu ulahnya sendiri yang tanpa sadar mematikan alarm karena masih mengantuk akibat begadang sampai dini hari untuk belajar.
"Sekarang jam berapa?" tanya Zulfa mulai tidak tenang.
"Jam tujuh. Tesnya mulai jam berapa?"
"Delapan."
"Aduh, cepat sana mandi. Baju kamu biar ibu yang menyiapkan."
Zulfa menyambar handuk warna merah bata yang tergantung di belakang pintu. Lalu, buru-buru menuju kamar mandi. Waktunya tidak banyak, dia harus tiba di tempat tes tiga puluh menit sebelum dimulai. Kalau terlambat, dia akan gagal mengikuti tes center pertamanya.
Cepat-cepat ganti baju dan memakai krim pagi. Saat ini tidak ada waktu untuknya berdandan. Masa depan taruhannya. Zulfa memasukkan alat tulis dan kartu peserta ke dalam tas kecilnya. Memakai sepatu, lalu berlari menuju halaman rumahnya. Untung saja motornya sudah siap menghadap pintu gerbang, tinggal meluncur.
"Zulfa, makan dulu!" teriak Liana dari dalam rumah.
"Gak usah! Zulfa udah telat! Zulfa berangkat!"
Zulfa melajukan motornya begitu cepat. Sekitar tujuh puluh per kilometer. Cukup jarang dia berkendara dengan kecepatan seperti itu. Tapi, kalau sudah mendesak, mau tidak mau dia harus melajukan motornya dengan kecepatan seperti itu di jalanan kota yang mulai ramai.
Di traffic light pertama, waktu belum menunjukkan setengah delapan. Melihat ada peluang tidak akan terlambat, Zulfa pun menambah kecepatan agar cepat sampai. Tempat tesnya masih berjarak lima belas kilometer. Menurut perhitungannya selama perjalanan, dia bisa sampai kurang dari tiga puluh menit.
TINNN!
Suara klakson motor mengagetkannya. Zulfa mengerem mendadak. Hampir saja dia tertabrak. Dia tak sengaja menerobos lampu merah. Matanya terlau fokus pada jalan di depannya. Dia hanya mengikuti motor di depannya yang masih terus berjalan. Pikirnya lampu hijau masih menyala.
Pengendara itu sempat memakinya sebelum akhirnya pergi. Dia masih merasa untung karena masalah tidak berlanjut. Dia masih bisa lanjut ke tempat tes. Sebab, waktunya tidak banyak lagi.
Sial!
Polisi menghampirinya sebelumd ia tancap gas.
Ah, kacau! Jangan-jangan aku mau ditilang? Eh, dia kan...
Polisi itu tak lain adalah Rahman. Dilihatnya pos jaga yang tak jauh dari traffic light.
"Permisi, tolong menepi dekat pos jaga dulu," perintah Rahman pada Zulfa.
Zulfa pun menuruti perintah tersebut. Lebih cepat diurus, lebih cepat selesai.
"Kenapa tadi menerobos lampu merah?"
"Tadi saya cuma ikutan yang depan. Saya gak lihat lampunya, jadi saya kira masih hijau."
"Seharusnya jangan lihat pengendara di depan, Dek. Lihat traffic light-nya. Gimana kalau tadi terjadi kecelakaan? Bahaya lho. "
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PERFECT POLICE
Romance[PROSES REVISI : isi cerita akan sedikit berbeda] Apa jadinya kalau kamu dilamar saat kamu masih bergelar mahasiswa? Lalu, apa jadinya kalau kamu dilamar saat sudah menjadi pacar orang? Padahal belum ada sehari kamu menyandang status berpacaran. Nam...