Sah!

8.2K 511 190
                                    

Pernikahan bukanlah sebuah akhir perjuangan sebuah hubungan. Justru menjadi titik awal semua akan dimulai. Memulai untuk melakukan serangkaian ibadah terlama yang dilakukan atas cinta karena-Nya.
(The Perfect Police)

Restoran bernuansa jawa modern yang letaknya di pojok Gedung Kepatihan dan bersebelahan dengan Malioboro Mall⸻hanya terpisah jalan itu nampak ramai pada waktu menjelang malam. Namun, berbanding terbalik dengan meja di dekat jendela yang menghadap langsung pada jalan malioboro.

Zulfa sama sekali belum berbicara lagi setelah memesan menu. Begitu makanan dan minumannya datang, dia langsung menikmatinya. Tanpa memperhatikan Rahman di depannya. Rahman yang cukup kebingungan atas sikap cemburu Zulfa.

"Zulfa," panggil Rahman pelan.

"Hmm?" balas Zulfa singkat. Dia tetap melanjutkan makan, tidak berniat menatap lawan bicara sekalipun.

"Zulfa."

"Iya."

"Kalau saya ajak bicara, tolong jangan menunduk begitu."

Zulfa pun mengalihkan fokusnya pada Rahman. Dia menatap datar laki-laki di depannya.

"Kamu marah karena pertemuan dengan Meysa tadi?"

"Engga," jawab Zulfa kemudian lanjut makan.

"Lalu, kenapa dari tadi kamu diam? Saya tanya kamu cemburu tidak, kamu bilang tidak. Saya tanya apa kamu marah, kamu juga bilang tidak."

"Saya lagi makan Bapak. Kalau saya bicara, bisa salah masuk ke kerongkongan makanannya."

"Meysa itu pacar saya waktu SMA. Mantan pacar saya hanya dia."

Zulfa menaruh sendoknya, menghentikan kegiatan makannya. Sebenarnya, ini yang dia tunggu.

"Jadi, Bapak memang punya mantan? Kenapa seolah-seolah selama ini cuma saya yang ada di hati Bapak? Gak akan ada yang lain. Kenapa seolah-olah Bapak memang menunggu saya? Kenapa seolah-olah janji yang Bapak ucapkan belasan tahun lalu abadi dan penting di hidup Bapak? Padahal orang lain pasti akan lupa dengan janji seperti itu. Atau mungkin memang Bapak sempat lupa."

"Saya merasa jadi pahlawan untuk pertama kalinya, itu karena kamu. Mana mungkin saya melupakan janji itu. Hanya saja saya mulai merelakan janji itu. Saya tidak berpikir dapat bertemu kamu lagi. Ternyata, jalan Allah berbeda dengan jalan pikiran saya."

Zulfa menunduk, memainkan jemarinya dan menggigit bibir bawahnya. Tidak berani menatap balik laki-laki yang tengah menatap tajam dan berbicara serius padanya.

Zulfa, berhenti menggigit bibir. Tolong! Astagfirullah, Rahman apa yang kamu pikirkan?

Tidak mendengar suara Rahman lagi, Zulfa memberanikan diri mengangkat pandangannya. Laki-laki itu masih menatap ke arahnya. Dia merasa, itu bukan ke matanya, tapi ke bagian lain.

Gila, gak mungkin. Kamu mikir yang iya-iya aja, Fa. Setan-setan, menyingkirlah!

"Terus?" ucap Zulfa sedikit ragu, berhasil menyadarkan Rahman.

"Allah mempertemukan kita lagi di operasi zebra. Dimana kamu menggoda saya agar bisa lepas dari hukuman pelanggaran lalu lintas."

"I-itu karena saya terpaksa."

"Anggap saja begitu."

"Memang begitu," ucap Zulfa, nadanya kesal karena Rahman sengaja menggodanya. Rahman menanggapi ucapannya dengan senyuman lebar.

"Awalnya, saya ragu. Apa benar gadis kecil penakut yang dulu satu sekolah dasar dengan saya, berubah begini? Berubah menjadi siswi SMA yang pemberani. Bahkan berani sekali menggoda anggota kepolisian, berani mendebat polisi di jalan saat razia. Hingga beberapa kali bertemu, membuat saya yakin. Gadis kecil penakut itu adalah Zulfara Agatha, siswi SMA yang membuat saya kembali berurusan dengan cinta dan perjuangan."

THE PERFECT POLICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang