Pasar Malam Sekaten

5.7K 381 53
                                    

Berharap. Salah satu cara untuk tetap optimis dalam berjuang. Dengan harapan, semuanya bisa jadi mungkin.
(The Perfect Police)

Sekar masih terus mendengarkan kalimat demi kalimat yang diucapkan perempuan di depannya. Beberapa kali hanya menimpali karena perempuan di depannya itu tidak memberi kesempatan untuk berbicara banyak.

"Pak Polisi, dia udah bilang ke banyak orang kalau aku itu calon istri atau tunangannya seenaknya sendiri. Gila gak tuh?"

"Kok dari tadi cuma diam sih?" tanya Zulfa karena menyadari Sekar dari tadi sedikit bicara.

"Kamu yang gak kasih aku kesempatan," jawab Sekar kesal.

"Eh, habisnya seru banget kalau ngomongin Pak Polisi."

"Seru? Bentar, ada yang udah mulai suka nih," goda Sekar sambil menaik-turunkan alisnya.

"Idih, bukan ya dan tidak akan. Lagi pula, selain gila, dia juga mesum, tauu."

"Mesum? Jangan bilang gara-gara kak Rahman tahu kalau kamu tembus," tebak Sekar.

Zulfa mengangguk sebagai jawabannya karena sedang minum es coklatnya.

"Fa, bedain dong mana mesum sama perhatian."

"Perhatian dari mana? Kenapa coba dia lihat-lihat bagian situ...?" tanya Zulfa sambil memperlihatkan wajahnya yang geli karena membayangkan pikiran kotornya.

"Kak Rahman begitu karena dia peduli, perhatian sama kamu."

"Oke, anggap aja gitu. Tapi, kenapa dia gak bilang dari awal? Kenapa dia bilang setelah ada pembicaraan beberapa kalimat di antara kami? Itu karena Pak Polisi emang gila."

"Dengar baik-baik penjelasan aku, Zulfara Agatha. Pertama, kak Rahman itu juga laki-laki pada umumnya. Dia masih berusaha menerka yang dilihatnya itu sesuai dengan yang ada di pikirannya atau tidak. Kedua, dia juga manusia. Wajar aja kalau dia bingung harus bagaimana. Bagaimana bilang sama kamu atau apa yang harus dia lakukan. Ketiga, dia melakukan itu karena memang sengaja supaya kamu gak mulai marah-marah. Keempat, namanya juga laki-laki. Bisa aja memang modus."

Zulfa menjetikkan jarinya, "Nah, udah pasti polisi itu modus. Makin ke sini, emang makin gila. Harusnya ayah aku sadar kalau polisi itu lebih bahaya daripada kak David."

"Kayaknya kamu yang gila di sini."

"Hah? Kok jadi aku?"

"Fa, sadar gak kalau kamu lebih sering cerita tentang kak Rahman daripada pacar kamu sendiri? Polisi yang kamu anggap gila itu yang lebih banyak kamu ceritakan."

Zulfa terdiam. Menurutnya, Sekar memang ada benarnya. Bahkan, seharipun tidak pernah terlewatkan untuk menceritakan Rahman. Entah itu baik atau buruknya Rahman dari sudut pandangnya.

Sekar tersenyum, merasa dirinya menang.

"Ya, itu karena salah Pak Polisi."

"Zulfa, Zulfa, bingung aku mau bilang apalagi."

Kini giliran Zulfa yang tersenyum menang.

Satu notifikasi pesan muncul di layar ponsel Sekar. Dari teman sekelasnya. Dia langsung membukanya karena ada nama Zulfa dalam pesan itu. Video yang sebelumnya dikirim membuat kening Sekar mengkerut.

"Kenapa, Kar?"

"Kamu belum cek hp sama sekali dari tadi pagi?" tanya Sekar tidak menghiraukan pertanyaan Zulfa.

"Dari tadi malam malahan. Gara-gara hp ketinggal juga nih."

"Kamu viral lagi deh. Ini coba lihat."

Zulfa terkejut dan langsung mengambil alih ponsel Sekar.

THE PERFECT POLICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang