Cemburu

7.3K 394 12
                                    

David sudah menunggu Zulfa di lobi Fakultas Kehutanan sejak tadi. Akhirnya, perempuan yang ditunggunya muncul.

"Ada apa, Kak? Sampai kesini."

"Ayo, ke kantin sekarang," kata David seraya menggandeng tangan Zulfa.

Zulfa menurut saja. Dia pikir ada hal penting yang ingin dibicarakan David. Itu terlihat dari wajah dan nada bicaranya.

David langsung duduk tanpa memesan makanan atau minuman. Kemudian menatap serius Zulfa yang juga ikut duduk.

Apa aku melakukan sesuatu yang salah?

"Bisa jelasin ini apa?" tanya David. Dia memperlihatkan sebuah foto di layar ponselnya pada Zulfa.

Zulfa terkejut. Foto itu menampilkan dirinya bersama Rahman kemarin.

Siapa yang niat banget ngefoto?

"Ini kamu kan? Sama siapa?" tanya David lagi.

"Dia itu yang ngelamar aku."

"Dia jemput aku karena ayahku yang nyuruh," kata Zulfa berbohong.

Dia sendiri yang minta dijemput kemarin. Tapi, mau bagaimana lagi. Kalau jujur, cintanya bisa saja kandas hari ini. Untung saja, ketika Rahman menjemputnya pertama kali, David juga tidak tahu.

"Kan kamu bisa nolak. Kamu bisa pulang bareng Sekar."

"Sekar ada kerja kelompok habis kelas siang. Kak David juga ada urusan. Mau gak mau, aku bilang iya."

"Oke, oke. Nanti aku antar kamu pulang. Selesai jam tiga kan?"

"Iya."

"Aku mau beli minum. Kamu mau apa?"

"Coffe Latte."

Cemburu ternyata kayak gitu ya?

Zulfa mempertanyakan itu karena baru pertama kali pacaran. Meski di SMA dulu dia termasuk populer di kalangan laki-laki dan banyak yang mendekatinya, dia tidak pernah pacaran sama sekali. Kalau ada laki-laki yang menyatakan perasaan padanya, pasti dia tolak. Sebab, dia dulu masih takut kalau ayahnya tahu.

***

Sekarang Hari Sabtu. Malam ini, malam minggu. Namun, Zulfa tak pergi ke mana-mana. Pacar dan temannya sama-sama ada acara. Sebenarnya ini tak masalah baginya. Dia sering mengalaminya selama lebih dari delapan belas tahun.

"Zulfa." Liana berteriak memanggil namanya.

"Apa?" teriak Zulfa dari dalam.

"Keluar, ada Rahman."

Zulfa terkesiap. Dia merubah posisinya dari tiduran ke duduk. Dia lupa kalau sabtu, Rahman ke rumahnya untuk memberikan catatan kasus kebakaran hutan yang dirinya minta.

Tanpa mengganti pakaiannya, Zulfa keluar. Masih menggunakan kaos lengan pendek dan celana pendek di atas lutut. Dia tidak peduli penampilan hanya untuk menemui tamu seperti Rahman. Namun, beda lagi kalau tamunya adalah David. Dia akan memakai pakaian terbaiknya.

"Kenapa liat saya kayak gitu?" tanya Zulfa karena mendapati tatapan tak menyenangkan.

"Yang sopan biacaranya," kata Agham menasehati.

Zulfa memutar mata malas.

"Mana catatan yang saya minta, Pak?"

Agham menaikkan satu alisnya mendengar Zulfa memanggil Rahman dengan sebutan 'pak'.

"Pak Polisi," lanjut Zulfa.

"Ini," kata Rahman seraya menyerahkan map berwarna hijau. "Semoga membantu," lanjutnya.

THE PERFECT POLICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang