BAB 8

146K 10.6K 505
                                    

Love dulu buat part ini ♥️

Jangan lupa follow vote and comen.

***

Ana mendesah sekarang sudah masuk jam makan siang. Tapi ia masih sibuk menyusun jadwal baru  Aditya. Jujur ia masih kesal dengan ulah Aditya tadi pagi, namun ia berusaha profesional. Ia tidak ingin kehilangan pekerjaan ini. Ia harus mengumpulkan uang sebanyak mungkin untuk ibunya.

Tubuh Ana lemas, perutnya sudah berbunyi sejak tadi meminta untuk diisi. Andai saja pekerjaannya tidak begitu banyak ia ingin sekali makan bersama Sean. Tadi ia sudah menghubungi Sean jika ia tidak bisa ikut makan bersama. Untung saja Sean memakluminya. Ana fokus dengan apa yang ia kerjakan. Sampai tak menyadari ada seseorang yang masuk ke dalam ruangannya. Orang itu nampak perihatin melihat kondisi Ana.

"Ana..." Panggil seseorang.
Ana mendongak, ia terkejut mendapati Sean di hadapannya. Bukannya tadi Sean mau makan siang. Lalu untuk apa pria itu kesini. Pria itu membawa dua bungkus plastik di tangannya.

"Sean, ada apa?" Tanya Ana bingung melihat kehadirannya. Ia menghentikan pekerjaannya sebentar.

"Aku bawa makanan. Ayo makan dulu. Aku tahu kamu lapar." Ucap Sean melihat raut wajah Ana yang lemas.

"Kamu sudah makan?" Tanya Ana.

"Belum." Ujar Sean sambil nyengir. Ia sengaja tidak makan. Ia ingin makan bersama dengan Ana. Mumpung mereka satu kantor. Dulu susah sekali bisa makan bersama Ana karena mereka bekerja di tempat yang berbeda. Jadi ia tidak ingin melewatkan kesempatan ini untuk mendekati gadis itu. Siapa tahu saja hati Ana akan luluh seiring kebersamaan mereka. Tidak ada salahnya kan mencoba.

"Aku sengaja pesan delivery sekalian makan bersama denganmu." Sean mengangkat bawaannya menunjukkan pada Ana.

"Sebentar, aku simpan file dulu."
Ana senang sekali karena Sean begitu peduli padanya. Sean memang sahabat terbaik yang ia punya.

"Kalau begitu aku siapkan makanan di sana." Sean menunjuk ke arah sofa dan meja di sudut ruangan sambil menata makanannya.

Ana menyimpan file yang di ketiknya ke dalam folder pekerjaan. Setelah itu ia menggunakan mode "sleep" pada laptopnya. Ia tidak enak pada Sean jika menolak untuk tidak makan. Perutnya juga sudah tidak kuat lagi jika tidak diberi asupan. Lagipula ini jam istirahat. Tidak ada larangan untuk makan. Jika bosnya nanti marah padanya tentunya ia tidak salah. Ini masih jam istirahat. Ana mencoba meyakinkan dirinya. Ia hanya takut Aditya marah padanya. Bosnya itu sekarang masih sibuk di dalam. Ia tadi sudah menawarkan untuk di pesankan makanan, tapi bosnya menolak. Buruknya lagi ia malah mendapat makian dari pria arogan itu. Sebening itukah Adit padanya. Hingga tak memberikan ruang sedikitpun untuknya meminta maaf.

"Apa yang kamu pikirkan? Sejak tadi aku melihat kamu melamun." Sean menatap Ana khawatir.

"Hanya lelah saja. Sepertinya aku akan mulai terbiasa." Balas Ana yang tidak ingin terlihat lemah di hadapan Sean. Ia tidak ingin menyusahkan pria itu kembali. Sudah cukup pria itu membantunya. Jadi dia tidak perlu menambah beban lagi. Dan Sean juga tidak boleh tahu jika pria yang dulu pernah ia ceritakan pada Sean adalah bos sendiri. Pasti pria itu akan merasa bersalah padanya. Karena telah menawarkan pekerjaan ini.

"Jangan terlalu dipaksa Ana. Nanti kamu sakit. Di bawa santai saja ya. Aku tahu pasti disini lebih sulit dari pada di sekolahan bukan." Ucap Sean menenangkan.

Ana hanya mengangguk. Ia memakan nasi goreng telur yang dibawa Sean. Dia bersyukur nasi yang dikunyahnya tidak pedas. Perutnya terasa mendingan tidak seperti tadi. Rupanya ia memang butuh makan. Tenaganya terkuras habis melayani bosnya itu seharian ini. Baik lahir maupun batin. Entah sebuah kesialan atau keberuntungan bekerja disini. Beruntung karena akhirnya ia tidak perlu repot-repot mencari kerja atau sial karena harus mempunyai bos seperti Aditya.

Mereka makan bersama. Sesekali mereka bicara. Ana lebih tenang sekarang. Sean berhasil memperbaiki moodnya. Pria itu baik sekali. Beruntung dia bertemu Sean. Andai saja mereka tidak pernah bertemu. Ana tidak tahu lagi siapa yang akan membantunya. Bahkan teman-temannya dulu meninggalkannya. Hanya karena dia jatuh miskin. Tidak pernah ada yang tulus berteman dengannya. Ia jadi menyesal dulu mempermalukan Aditya di hadapan banyak orang dan menghinanya. Dia melakukan itu dulu karena desakan dari teman-temannya. Padahal dulu Aditya begitu baik padanya bahkan mau mengajarinya jika ia kesulitan di beberapa mata kuliah.

Sampai suara langkah sepatu menghentikan obrolan mereka. Aditya berdiri memandang mereka tidak suka. Terkhusus pandangan itu di jatuhkan ke arah Ana. Aditya memanas melihat apa yang dilihatnya. Orang yang dicarinya sedang enak-enakan makan bersama seorang pria sedang dia kelaparan. Ingin rasanya Aditya meluapkan amarahnya. Tapi ia menahan diri. Lagi pula kenapa ia harus marah. Apa hanya karena Ana makan bersama seorang pria? Bukannya ia sudah biasa tidak makan siang. Nampaknya kehadiran Ana benar-benar mempengaruhi dirinya. Ingat dia sudah membunuh perasaannya. Sekarang yang ingin dia lakukan hanyalah membuat Ana hidup menderita. Seakan gadis itu berada di neraka.
"

Ada yang bisa saya bantu pak?" Tanya Ana takut. Ia menaruh makanannya. Ia menghampiri Aditya. Pria itu nampak diam tidak ingin mengutarakan isi hatinya.

"Cepat selesaikan makanmu! Setelah itu ke ruangan saya!" Perintah Aditya tanpa menatap Ana. Ia sudah muak berada di ruangan ini bersama dua orang itu. Berani sekali mereka bermesraan di hadapannya.

Ana mengangguk mengiyakan. Sedang Aditya berbalik dan meninggalkan mereka. Pria itu kembali masuk ke dalam ruangan sambil membanting pintu dengan keras. Ana tersentak kaget mendengar itu. Karena ruangan mereka hanya bersebelahan. Kemudian ia menghembuskan napas lega melihat kepergian Aditya. Setidaknya pria itu tidak memarahinya.

"Hampir saja." Ucap Ana pelan menyerupai bisikan.

"Tidak seperti biasanya Aditya seperti itu." Ana baru menyadari jika Sean masih disini. Pasti pria itu melihat apa yang Aditya lakukan padanya.

"Maksud kamu?" Ana tidak mengerti apa yang Sean katakan. Baginya pemandangan seperti biasa di tunjukan Aditya kepadanya. Bahkan tadi termasuk biasa, tanpa ada bentakan dengan kata-kata yang pedas.

"Aditya itu tipikal pria yang diam dan tenang. Jarang mengungkapkan apa yang ia inginkan. Jadi aku agak kaget ketika dia membanting pintunya dengan keras bahkan menatap kita seolah-olah ingin melenyapkan kita."

Ana tersenyum miris. Mungkin Aditya bersikap seperti itu karena ada dirinya. Mungkin jika hanya ada Sean pria itu akan biasa saja. Tapi karena ada dia. Pria itu ingin menyiksanya.

"Mungkin karena pak Adit belum makan." Balas Ana mengingat dirinya terpergok sedang makan sedang bosnya sendiri belum makan sesuap
sendokpun.

"Ah begitu." Sean kembali memakan makanannya. Ana juga melakukan itu. Ia harus menyiapkan mentalnya untuk berdua di ruangan pria itu lagi. Semoga saja iblis itu tidak melakukan hal yang aneh-aneh kepadanya. Seperti menciumnya waktu itu.

****
Selamat Membaca

SEMOGA SUKA CERRITA AKU

JANGAN LUPA SHARE CERITA INI KE TEMEN-TEMEN KALIAN.

Follow Instagram
@wgull_
@anatasya_ryhn
@adityaarjanggi

Rekomendasi kan ya 💜

Love you..

Gulla

Istri sahnya Lee min ho

Next or No?

Boss With Love  (WEB SERIES)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang