Chapter 7

482 19 1
                                    

KENCAN


Hidup itu memang penuh dengan berbagai hal yang terlihat kebetulan. Tapi dikatakan kebetulan, terkadang ada juga beberapa hal yang kondisi 'kebetulan' terlalu pas untuk bisa dikatakan sebuah kebetulan belaka.

Mungkin banyak hal kebetulan merupakan sebuah rencana mahakarya dari Sang Pencipta, tapi ada juga beberapa orang yang mencoba untuk menciptakan suatu kondisi yang disebut 'kebetulan' ini.

"Ini ayamnya udah aku cuci nih tan. Taruh dimana nih tan?"

"Oh? Ya udah sini tante potongin dulu. Kamu tolong siapin tepungnya dulu Zak di mangkuk." Ujar tante Irene mengarahkanku ketika aku sedang membantunya memasak.

Karena om Rusdi sedang keluar kota dan besok baru akan kembali maka aku membantu tante Irene.

Menu kali ini tante Irene hendak memasak ayam goreng saus lemon dengan sayur buncis lada hitam. Mantaaapz.

Aku tentu saja tidak mengatakan kepada tante Irene mengenai perjanjian rahasia yang aku buat dengan bu Indri. Aku tidak ingin menambah beban pada tante Irene. Tidak setelah ia sedang merasa kesepian ditinggal om Rusdi.

"Kamu tumben gak keluar ama Ronald minggu gini, Zak?" Tanyanya sambil kedua tangannya sedang menepungi potongan kecil daging ayam.

"Oh hari ini lagi pengen di rumah aja tan. Bantuin tante yang lagi kesepian di rumah. Sekalian jaga-jaga aja."

"Hah? Jaga-jaga apa? Awas kalo nyebut-nyebut timun lagi. Sekalian tante goreng nih kamu." Potongnya dengan mata melotot ke arahku.

"Hahahaha. Gak lah tan. Sensi amat sih."

"Ya trus jaga-jaga apa?"

"Yah jaga-jaga kali aja tante tiba-tiba mewek lagi kalau liat timun udah abis."

"Tuh kaaann. Anak kurang ajaar." Dengan cepat tangan tante langsung mencubit lenganku keras sekali. Walau aku mengaduh kesakitan namun aku juga tertawa berhasil menggoda tanteku ini.

"Tan... itu tangannya bekas ayam juga. Ishh adaaaww!! Aduh bau ayam deh nih badan."

"Biarin. Biar sekalian tante tepungin sini."

"Hahahahaa... jangan atuh tan. Iya iya maap, maap tan hehehe." Aku berusaha meminta ampun dari serangan gencar cubitannya.

"Om Rusdi udah telepon tan?"Tanyaku ketika canda sesaat kami telah usai.

"Udah kok kemaren sore ama tadi pagi." Jawabnya dengan nada acuh tak acuh.

"Lahh uda ditelepon kok masih gloomy aja sih ekspresinya?" Tanyaku lagi.

"Yah masih sibuk dianya." Jawaban yang datar. Aku cukup memahami sifat dan karakter tanteku ini. Jelas bukan seperti yang ia harap dapatkan dari om Rusdi melalui sambungan telepon.

"Hoo gitu. Tapi besok udah pulang kan? Kan cuma tiga hari."

"Oh ya Zak kamu tolong potongin bentuk dadu dong paprika hijau itu. Tante lupa potongin." Serunya dengan jemari telunjuknya sedang menunjuk ke arah parika berwarna hijau, tanpa mengindahkan pertanyaanku barusan. Jelas tante sedang menghindari percakapan yang menjurus kepada om Rusdy.

"Oh iya tan." Dan aku tidak ingin mengungkit masalah ini terlalu jauh. Seperti yang aku katakan tadi, aku cukup mengenal sifat dan karakter tante.

Setelah itu aku pun hanya terdiam saja sambil terus membantu tante Irene memasak. Walau aku sering bersikap usil namun aku juga memahami kapan waktunya menahan diri.

OrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang