Chapter 20

614 19 7
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku baru tiba di Rumah Sakit ketika ponselku berdering, menandakan ada pesan singkat yang masuk.

"Kamu sudah di mana?" Aku melihat nama "Bu Indri" pada layar ponselku. Dan aku membalas dengan mengatakan bahwa aku baru tiba di Rumah Sakit.

Memang setiap malam adalah giliranku menjaga tante Irene di Rumah Sakit, sementara bu Indri siang hingga malam yang bertugas menjaga. Sementara tante Irene tidak mengizinkan om Rusdy menemaninya.

Om Rusdy sempat memohon padaku agar aku dapat membujuk tante Irene untuk merubah ketetapan hatinya tersebut. Namun tante Irene tetaplah tante Irene walau sedang dalam kondisi lemah. Ia tetap bergeming dengan keputusannya itu.

Aku merasakan simpati yang dalam untuk om Rusdy, walau sebagian hatiku juga meyakini bahwa semua yang terjadi karena disebabkan sikapnya yang menduakan tante tanpa sepengetahuan tante.

Dan saat pintu lift terbuka, aku melihat sosok bu Indri berada di dalamnya. Ia menatapku sesaat sebelum keluar dari dalam lift, sementara aku tidak jadi masuk demi memberikan rasa hormat kepadanya yang sudah membantu menjaga tante Irene selama aku kuliah dan menjalani tugas darinya.

"Kerja bagus kamu hari ini, Ryu." Ujarnya sambil menepuk ringan pundakku tanpa melihat ke arahku. Aku sedikit terkejut mendengar ucapannya itu. Apa maksudnya dengan 'Kerja bagus'? Batinku.

"Bu, terima kasih udah ngejagain tante seharian."

Bu Indri sempat berhenti sesaat setelah mendengar seruanku itu, dan berbalik mnghadapku. "Tetap lakukan tugas kamu dengan baik, sesuai rencana. Dan itu sudah menjadi ucapan terima kasih kamu untuk saya."

Dia kembali berlalu tanpa menunggu respon dariku. Aku sampai menghela nafas menyadari bahwa sikap anak dengan ibu tirinya ini ternyata tidak berbeda jauh masalah ini.

Aku segera naik ke atas, menuju kamar tempat tante Irene dirawat. Sementara tanganku membawakan makanan martabak manis kesukaan tante. Coklat, kacang, wijen dan sedikit susu kental manis. Ditambah mentega Wysman yang membuat aroma martabak menjadi semakin harum.

Saat ini waktu sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh malam. Aku baru keluar dari Yayasan tadi sekitar jam setengah 9 untuk mengantar tuan puteri kembali ke apartemennya. Kali ini ucapan yang keluar darinya terlihat berbeda. Tidak lagi terdengar ketus dan galak seperti biasanya. Tapi aku tidak menanyakan alasannya. Bagiku sudah cukup merasakan kehangatan emosi setiap kali ia mengeluarkan kalimat indah nan menyakitkan hati itu.

Bahkan ketika ia hendak masuk ke dalam apartemen, aku sempat mendengarnya mengucapkan kalimat, "thanks ya. And... sorry."

Cukup singkat dan tidak terlalu keras, namun telingaku masih dapat mendengarnya, sehingga aku pun menjawab singkat, "sama-sama".

Hari yang aneh dan juga cukup melelahkan. Ada momen bahagia, momen penuh kemarahan, momen kesedihan, dan terakhir ditutup dengan rasa lega semua akhirnya berakhir dengan cukup baik.

OrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang