Chapter 9

478 18 1
                                    

CURSED AT THE FIRST SIGHT


Suasana lalu lintas sore ini terlihat begitu padat. Sinar matahari sore bersinar temaram, menambah suram suasana hatiku.

Aku benar-benar tidak siap mendengar informasi yang aku dengar dari mulut Khansa. Sangat sulit bagiku untuk mempercayai itu semua.

Jika saja sore ini aku tidak memiliki hutang kewajiban, aku ingin berbicara lebih banyak dengan Khansa. Bukan karena aku ingin berlama-lama bersamanya, aku hanya ingin memastikan lebih jauh apa yang ia katakan tadi. Dan mengapa aku tidak dapat mengingatnya sama sekali?

Khansa, pernah menjadi kekasihku dulu waktu SD? Yang benar saja. Mengapa aku tidak bisa mengingatnya?

"Maaf Sa. Tapi... gua... memang gak inget sama sekali." Ujarku ketika itu.

"Iya gak pa-pa. Aku juga gak tau kenapa kamu bisa gak inget ama aku. Padahal kita dulu begitu dekat." Aku bisa melihat rona kesedihan di wajahnya.

"Apa... lu punya foto-foto... ehm... kita, Sa?

"Eh? Ada kok. Nanti aku bawain deh."

"Yah. Boleh Sa. Thanks. N sori ngerepotin."

"Ato kamu mau ke apartemen aku aja?"

Aku benar-benar terkejut dengan ajakannya itu. Dulu hal seperti ini hanyalah sebuah angan-angan bagiku. Tidak pernah menyangka akan jadi seperti ini. Jantungku langsung berdebar-debar. Namun mengingat kejadian kemarin membuatku memiliki rasa kuatir.

"Ehm, gak pa-pa Sa. Lu tolong bawain beberapa aja."

Nampak raut kekecewaan tergambar di wajah cantiknya. Membuatku merasakan sedikit penyesalan di hati.

"Sori Sa. Bukan gua gak mao. Ya status lu kan masih jalan ama cowo lu si Aldi itu kan? Belom ada kata putus ato gimana. Gua cuma berusaha jaga biar ga ada omongan negatif tentang lo. Lu masih jadian kan ama dia?"

Khansa hanya mengangguk pelan sambil tersenyum kecil. Senyuman yang tidak mampu menghilangkan raut kekecewaan di wajahnya.

"Oke. Sampai besok kalau gitu ya Sa. Gua... uda musti jalan nih."

"Ryuuu... besok kita berangkat bareng ya?" Seru Khansa tiba-tiba ketika aku hendak melangkah meninggalkannya. Membuatku terkejut.

"Plis, jangan nolak Ryu." Aku tanpa sadar sedang menatap wajah sayunya, yang sepertinya benar-benar berharap aku akan menjawab iya kepadanya. Hingga aku merasa tidak enak apabila menolaknya, dan membuatku menganggukkan kepala sebagai tanda persetujuan.

Senyum lebar langsung tergambar jelas di wajahnya ketika aku mengiyakan tawarannya itu. "Sampai ketemu besok ya, Ryu. Jam tujuh ya. Jangan telat ya. Di halte kemaren kita turun."

Aku hanya kembali menganggukkan kepala sambil melambaikan tanganku. Bila adegan dimana Aldi mencium bibir Khansa tidak terlihat olehku, tentu aku masih menjadi Ryuzaki yang dulu, yang mendambakan hanya untuk bisa berbicara dengannya saja.

Kejadian kemarin, ditambah apa yang Khansa katakan mengenai hubungan kami di masa lalu, rasanya membuat hatiku meledak. Aku tidak tahu bagaimana harus menerima ataupun bereaksi terhadapnya. Aku hanya ingin segera menjauh dan mencari tempat yang tenang untuk memikirkan semua ini. This is too much for me to handle.

Karena banyak memikirkan masalah itu aku sampai tidak terlalu memperhatikan keadaan sekitarku ketika aku sedang mencari alamat tujuanku.

Aku berpikir apakah bu Indri memberikan alamat yang salah kepadaku, saat aku melihat alamat yang aku temukan ini merupakan sebuah rumah yang memiliki papan nama bertuliskan "Rumah Yatim & Piatu Titipan Syurga".

OrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang