Chapter 5

546 18 0
                                    

SANDIWARA CINTA


Cuaca pagi ini begitu cerah sekali. Hampir tidak ada awan yang memayungi daratan dari teriknya matahari pagi. Angin pun hampir tidak terasa berhembus, sehingga hawa panas pun begitu terasa, seolah seluruh daging di tubuh membara.

Namun di dalam kelas masih terasa menyejukan karena hembusan angin air conditioner membuat hawa panas di luar tidak terasa menyengat sama sekali. Ditambah dengan cukup banyak pepohonan tinggi yang berada di belakang gedung, juga membantu mengurangi teriknya sinar matahari pagi hingga tidak terlalu menyilaukan saat sedang mendengar dan menerima pelajaran dari para dosen.

Aku mengasihani orang-orang yang harus berada di bawah teriknya panas matahari pagi ini. Tubuh mereka pasti penuh dengan peluh, serta kulit tubuh mereka yang tersengat hawa panas. Tubuh mereka pun pasti mengalami dehidrasi akibat peluh yang terus mengucur.

Aku benar-benar mengasihani mereka itu. Yang itu artinya, aku sedang mengasihani diriku sendiri yang saat ini sedang menunggu kelas selanjutnya, sementara kelas pagi belum lagi selesai.

Andai saja tidak ada kejadian aneh seperti kecelakaan tadi pagi, tentu aku tidak akan terlambat seperti sekarang. Hadeh. Mana panas bingit. Bajuku pun sudah demek, basah oleh keringat setelah tadi setengah berlari sampai akhirnya aku dapet tumpangan angkot.

Entah ini di sebut sebagai kemalangan atau keberuntungan. Karena di balik keberuntungan, biasanya tersembunyi sebuah kemalangan. Begitu juga sebaliknya.

Aku pun belum bertemu lagi dengan Khansa. Dan sekarang aku berharap tidak bertemu dulu dengannya di saat-saat seperti sekarang, dengan tubuh penuh keringat dan aroma matahari yang menyengat di sekujur tubuhku ini. Tentu tidak akan menjadi aroma yang menyenangkan bagi siapapun yang berada di dekatku.

Masih setengah jam lagi sebelum mata kuliah Pengenalan Teknologi Ilmiah ini selesai. Dan aku bingung apa yang harus aku lakukan selama setengah jam ini. Sendirian, tanpa adanya teman ngobrol.

Biasanya Ronald selalu siap menjadi teman ngobrolku. Tapi sepertinya masa-masa itu sudah berakhir. Dan sudah saatnya juga aku untuk terus maju dan menatap masa depan yang lebih baik lagi, sebelum negara api mulai menyerang kembali.

"Ryu." Aku tersentak saat mendengar namaku dipanggil oleh suara yang halusnya benar-benar membuatku mabuk kepayang. Bidadari cantikku. Khansa.

"Eh, Sa. Lu...ngapain?" Tanyaku dengan hati yang berbunga-bunga.

"Kamu kenapa datengnya telat? Kamu gak apa-apa kan?" Tanyanya dengan wajah yang telihat kuatir.

Amboy, senangnya merasa diperhatikan oleh wanita paling cantik sedunia ini. Rasanya begitu bahagia. Bahagia yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata belaka.

"Oh, aku.... ada sedikit kecelakaan tadi, Sa. Urusan juga ama polisi. Tapi udah kelar kok masalahnya." Jawabku sengaja menceritakan masalah yang terjadi padaku pagi hari tadi.

"Astagaa? Kamu kecelakaan Ryu? Trus, kamu... apanya yang luka? Udah ke dokter blum?" Tanyanya benar-benar terkejut.

"Woles Sa, woles. Hehehehe. Bukan gue kok yang kecelakaan. Tapi, gue jadi penyebabnya sih. Hehehehe." Jelasku kepada Khansa. Aku benar-benar senang bila melihat Khansa kuatir kepadaku. Aku tidak seharusnya sih bersikap seperti ini. Mempermainkan perasaannya. Tapi.... damn it feels so good.

"Loh? Penyebab gimana? Ayo ceritain ke aku." Ujarnya sambil duduk di sampingku.

"Eh... emm, emang gak pa-pa nih gue cerita sekarang? Yang ada tar lu kena hukum juga ama pak Bono tuh." Ujarku mengingatkan akan konsekuensi yang akan dihadapi oleh Khansa apabila terlalu lama keluar kelas.

OrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang