•5•

6.9K 597 38
                                    

Senja telah mengajarkan kita, bahwa keindahan hannya sementara.

*****

"A-aku, aku.. g-gay, Bun."

Aku menunduk karena tidak mau melihat reaksi yang diberikan Bunda. Beberapa saat keadaan menjadi hening, aku masih menunduk tidak mau melihat Bunda.

"Sudah Bunda duga." Ujar Bunda pelan.

Dengan keberanian aku mendongak dan menatap Bunda yang sudah berlinang air mata. Ya Tuahn, aku benar-benar anak yang sangat tidak berguna.

"Maafin aku Bunda.. a-aku udah ngecewain Bunda." Aku mendekati Bunda dan terduduk di hadapan Bunda. Aku hendak memeluk kaki Bunda tetapi Bunda menghalangi.

"Sayang, heh! Kenapa kamu sujud-sujud gitu? Ayo bangun, kita bicara baik-baik." Aku kembali berdiri dan duduk di sofa dengan Bunda yang sudah menangis.

"Bunda.. a-aku tahu, aku sudah buat salah sama Bunda. Maafin aku Bunda." Aku menangis tersedu-sedu dihadapan Bunda.

Bunda menarik tubuhku dan memelukku, aku kaget tetapi hal itu membuatku menangis kembali.

"Bunda udah tahu kalo ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari Bunda. Tapi Bunda mau kamu yang jujur sendiri. Bunda memang kecewa, Bunda memang sakit hati bahwa kenyataannya anak satu-satunya Bunda itu.. gay," Ujar Bunda yang masih memelukku dan perkataan Bunda membuatku semakin bersalah.

"Tapi Bunda hanya bisa berdo'a yang terbaik untuk kamu. Bunda juga gak bisa paksa kamu untuk berubah, tapi sebelum terlambat kamu masih bisa merubahnya. Bagaimana pun kamu anak Bunda satu-satunya—kebanggaan Bunda dan Ayah."

"Maaf Bunda." Aku tidak tahu harus berkata apa lagi selain kata 'maaf'. Bunda menerimaku walaupun aku berbeda.

"Dan, Ryan itu pacar kamu kan?" Tanya Bunda setelah selesai dari acara berpelukan. Aku yang mendengar Bunda menyebut nama Kak Ryan menjadi teringat tujuan pembicaraan.

"Maaf Bunda, Kak Ryan memang pacar aku. Tapi kami sudah putus."

"Lho, kenapa?"

Mengingat kejadian kemarin membuatku sedih, dan berakhir menangis lagi. Aku memeluk Bunda, yang dibalas dengan elusan nyaman dari Bunda di punggungku.

"Bunda.. hiks.."

"Cerita ke Bunda sayang, ayo." Kata Bunda dengan lembut penuh kasih sayang.

"K-kemarin itu hari anniversary kami, Bunda tahu kan Music Box yang aku beli kemarin?" Tanyaku, Bunda mengangguk tanda ia tahu. "Pas aku udah sampai di Apartement Kak Ryan, ternyata dia main curang ke aku, Bun. Aku lihat Kak Ryan bersetubuh sama wanita lain." Aku menangis lagi.

"APA? KENAPA BEGITU?" Teriak Bunda melepas pelukanku, terlihat sekali wajah Bunda yang terlihat sangat marah.

"A-aku juga gak tahu Bun. Maka dari itu, aku harus jujur sama Bunda. Mungkin ini juga salah aku, yang gak ngomong jujur ke Bunda."

"Oke, Bunda bakal telpon Ayah biar pecat dia. Berani banget dia buat jahat sama kamu!" Bunda bangkit seperti mau masuk kekamar. Buru-buru aku bangkit dan menahan Bunda. Pasti Bunda mau telepon Ayah.

"Bunda, gak perlu. Ini masalah pribadi aku jadi jangan kayak gitu."

"Tapi gak bisa sayang! Dia—"

"Bunda, bukannya Bunda yang bilang jangan menyangkut paut-kan masalah pribadi, keluarga sama pekerjaan?" Tanyaku lembut walaupun sedikit gagap karena aku menangis cukup lama.

Bunda telihat menarik nafasnya, dan mengusap pucuk kepalaku.

"Iya sayang, Bunda cuma gak suka kalo ada orang yang nyakitin anak Bunda." Bunda memelukku dan aku juga membalasnya.

Meet Him Again [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang