•21•

3.8K 315 3
                                    

"Saya memiliki filosofi yang sederhana: isi apa yang kosong, kosongkan apa yang terlalu penuh."

*****

Usai mengajak Kak Vano berkeliling tempat, dari rumahnya dulu, taman bermain, dan juga pusat kota, aku dan Kak Vano pun pulang kerumahnya. Awalnya aku ingin pulang kerumah, tetapi Kak Vano memaksa karena ia ingin memberikan kabar gembira kepada Ibu dan Ayah Kak Vano, bahwa ia sudah bisa mengingat lagi-walaupun tidak sepenuhnya.

"Ayah, Ibu, aku pulang." Kak Vano menarik tanganku menuju ruang tengah dimana Tante Alya dan Om Vandi tengah duduk menonton TV.

"Ah, kamu udah pulang-"

"Bu, Yah, aku sudah inget semuanya. Aku sudah inget siapa cowok disamping aku ini. Ini Ananda yang sering aku cerita waktu itu!" Kak Vano memotong ucapan Tante Alya dengan gembiranya. Aku bahkan sampai kaget saat Kak Vano berbicara dengan menggebu-gebu seperti itu.

"Beneran? Kamu udah inget lagi Vano?"

"Beneran? Kamu udah tau kan cowok ganteng ini siapa?" Oke, untuk satu ini yang berbicara adalah Om Vandi.

"Aduh, tiba-tiba aku sakit kepala denger Ayah ngomong begitu. Jangan diulang Yah." Kak Vano dengan lebaynya memegang bagian kepalanya seolah-olah sakit kepala.

Yang diejek hanya memasang wajah kesal, Om Vandi.

Aku dan Tante Alya hanya tertawa melihat tingkah Anak-Ayah satu ini. Tante Alya bangkit dan memeluk Kak Vano dengan sayangnya, aku yang berada dibelakang mereka hanya tersenyum bercampur bahagia. Senang akhirnya, karena Kak Vano telah sembuh.

Om Vandi mengedipkan sebelah matanya dan mengacungi jempol. Aku pun membalasnya sedemikian rupa.

Satu yang aku pikirkan, Kak Vano masih lupa jika diantara kami itu adalah sepasang kekasih.

Selanjutnya kami bercerita dengan senangnya diruang tamu itu. Kak Vano lah yang lebih banyak cerita karena ia sudah bisa mengingat kembali. Terkadang Kak Vano dan Om Vandi saling cek-cok, dan itu membuat kami tertawa. Inilah sisi keakraban antara mereka, Kak Vano menganggap Ayahnya sebagai panutan sekaligus temannya.

"Jadi, kamu udah inget 'kan siapa Ananda?" Tanya Om Vandi.

"Inget dong Ayah, Denan ini orang yang aku sering cerita." Kak Vano dengan senyum mengembangnya itu, merangkul tubuhku agar lebih dekat dengannya. Tetapi beberapa detik kemudian senyum itu luntur. Kak Vano seperti memikirkan suatu hal.

"Bu, Yah, aku kekamar bentar ya. Denan tunggu bentar ya, nanti Kakak keluar lagi." Kak Vano bangkit dan berjalan menuju kamarnya.

Baik aku, Tante Alya, dan Om Vandi sama-sama heran. Heran melihat raut wajah Kak Vano yang berubah.

"Ananda, dia udah tahu 'kan kalo kalian itu pacaran?" Tanya Tante Alya.

Aku dengan canggung menggeleng pelan, masih merasa aneh saat Tante Alya mengucapkan kata 'pacar'.

"B-belum, Tant. Kayaknya Kak Vano masih lupa tentang itu."

"Kalo gitu gih masuk kamarnya, pelan-pelan ingetin si Vano kalo kalian udah Pacaran. Mukanya itu baperan banget, gak cocok." Ujar Om Vandi.

Karena sudah diberi izin, aku pun berjalan menuju kamar Kak Vano. Pintunya terbuka sedikit tidak terkunci, aku membuka pelan pintu itu dan menututpnya lagi. Merasa jika ada seseorang masuk kedalam kamarnya, Kak Vano menoleh, tetapi Kak Vano hanya diam. Aku berjalan mendekatinya. Duduk disamping kasurnya itu.

"Hmmm, Kak Vano?" Sapaku memulai pembicaraan.

"Ya Denan?"

"Ada sesuatu yang Kakak pikirin?"

Kak Vano hanya diam, terlihat sedang berpikir, dan itu sudah menunjukkan bahwa ada satu pikiran yang mengganggunya.

"Apa ini soal.. aku? Soal.. 'aku sudah punya pacar'?" Tanyaku dengan berhati-hati.

"K-kenapa kamu ngomong kayak itu?" Kak Vano menatapku dengan ekspersi yang aku pikir, menggemaskan?

"Soalnya pas di mobil tadi, pas aku ngomong 'udah ada pacar', Kak Vano kayak murung gitu. Tadi juga gembira banget jelasin tentang aku ke Tante Alya dan Om Vandi, eh pas bahas tentang masalah pacar lagi, Kak Vano murung lagi." Jelasku.

Ya, saat dimobil tadi, saat Kak Vano bertanya padaku apakah aku sudah mempunyai pacar atau belum, aku menjawabnya 'sudah punya pacar'.

"Kakak gak apa-apa kok. Kamu sok tau banget yaaa.." Kak Vano mencubit pipiku gemas.

"Ih sakit Kak!" Aku mengusap pipiku yang terasa habis dicubit. "Tapi Kak Vano suka 'kan sama aku?"

Kak Vano menatapku tidak percaya. Sepeerti kaget melihat reaksiku tadi.

"K-kalo pun Kakak suka, pasti kamu tolak. 'Kan kamu udah ada pacar."

Baiklah, Ananda. Kamu harus sabar menghadapi Kak Vano saat ini.

"Dan Pacar aku itu Kak Vano."

"Mana mungkin!"

"Kenyataannya memang gitu!"

"Tapi kapan Kakak nembak kamu?"

"Nih! Lihat foto ini! Ini Kakak nyamar jadi pencuri rumah, cuma mau ngerjain aku. Cuma mau nembak aku. Inget 'kan?" Aku menunjukkan foto dimana Kak vano masih menggunakan pakaian serba hitam dan juga kue 'Jadian' kami.

"Kok Kakak lupa ya?"

"Tapi Kakak suka gak sama aku?" Aku kesal, aku langsung memberikan pertanyaan inti.

"Iya, Kakak suka sama kamu. Kakak suka sejak Kakak SD.Kakak...." Kak Vano bercerita kembali dimasa kecilnya itu, yang jelas sudah aku ketahui.

"Intinya, Kakak suka aku, 'kan?" Ulangku. Lagi.

"Iya, Kakak cinta sama kamu."

"Ya udah kita pacaran sekarang." Ucapku final.

Kak Vano diam, seperti memikirkan sesuatu.

"Tapi bukannya kamu bilang kalo kamu udah ada pacar?"

Aku sangat benci Kak Vano yang super lelet saat ini!

*****

Usai dari perdebatan yang tak ada ujungnya itu, aku diantar oleh Kak Vano sampai rumah.

"Makasih ya, Kak. Mau mampir?" Ujarku sedikit kesal. Ya, sehabis perdebatan tadi, aku jadi kesal sendiri.

"Gak usah deh, Kakak mau ke Cafe kayaknya."

Aku mengangguk, saat aku ingin membuka pintu mobil, tanganku ditahan oleh Kak Vano. Aku kembali keposisi semula dan menatap Kak Vano. Dan sejurus kemudian benda kenyal itu menempel di pipi kananku. Aku benar-benar kaget. Ini, tidak pernah kupikirkan setelah perdebatan tadi.

"Good night sayang, jangan lupa cuci kaki, tangan ya." Kak Vano ternsenyum. Lembut,

Kak Vano memanggilku sayang? Apa Kak Vano sudah mengingat hubungannya denganku kembali?

Dan kenapa aku tertular virus pelupa seperti Kak Vano? Saat perdebatan tadi kami sudah mengatakan kata cinta satu sama lain, dan itu artinya kami sudah pacaran.

Aku keluar dari mobil dan memperhatikan mobil Kak Vano yang menjauh. Ah, rasanya sangat bahagia melihat Kak Vano yang sudah sembuh dan bisa mengingatku kembali. Aku berpikir jika amensia itu bisa sangat lama, tetapi itu tidak berlalu pada Kak Vano walaupun butuh beberapa bulan dan juga butuh kesabara ekstra.

Tapi yang pasti aku sangat bahagia!

TBC...

Akhirnya cerita ini udah sampe 20+ Chapter, hope u like it, ya!:)

Meet Him Again [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang