•11•

4.7K 406 27
                                    

Jika adalah suatu berlian yang sangat indah, maka katakan kepadaku. akan kuberitahu bahwa ada seseorang yang lebih indah daripada berlian itu. Yaitu kamu.

*****

Setelah bel istirahat berbunyi, Guru yang sedang mengajar pun mengundurkan diri. Semua teman kelas berhamburan keluar kelas karena mungkin sudah lapar. Aku menyusun semua buku-bukuku begitu juga dengan Kiara.

Aku berjalan bersama Kiara menuju kantin, keadaan kantin seperi biasa. Ramai.

"DUARRR!!"

"Astaga!!"

"Aaaa mem*k!!"

Baik aku dan juga Kiara sama-sama kaget saat orang dibelakang mengagetkan kami. Dan untuk yang berbicara kasar itu bukanlah aku, itu adalah Kiara.

Latah yang tydak elite.

"Dasar kurang ajar kamu Richard! Ngapain main kagetin orang?!" Kiara dengan kesal bercampur marah langsung menjambak rambut pacarnya itu. Semua orang yang mendengar latahnya Kiara menjadi tertawa geli.

Aku yang menetralkan rasa kagetku pun tambah kaget saat melihat pacar sahabatku itu sedang dianiaya dengan beringasnya. Tapi.. Richard pantas dapetin itu!

"Ampun Ay, maaf deh maaf. Aku cuma iseng doang kok.."

"Sana jauh-jauh kamu! aku mau makan!"

"Makan aku aja gimana?"

"Mau aku jambak lagi?"

Richard nyengir dan langsung ngacir, ia bergabung dengan teman-temannya. Aku mencari tempat duduk, dan ternyata Richard dan teman-temannya sudah memberi tempat untuk kami berdua. Segera kami duduk walaupun Kiara masih cemberut.

"Biar aku yang pesen makanan kalian berdua. Ay, kamu pesen salad buah dan Jus Alupkat, 'kan?" Tanya Richard. Kiara mengangguk tetapi dengan wajah judes.

"Lo, Nan? Mau pesen-"

"Biar gue aja." Aku menatap Sam yang berdiri dari tempat duduknya.

Aku yang melihatnya jadi bengong, aku bahkan belum menyebut pesanan apa yang aku mau.

Beberapa saat kemudian Richard dan Sam datang membawa pesanan yang mereka pesan. Sam memberikan pesanannya untukku, ia memesan Bakso, Jus Apel, dan sebotol air mineral. Ya, gak masalah sih, aku juga mau makan ini.

"Thanks ya Sam." Ujarku ramah.

"Hmm." Sam kembali duduk ditempatnya. Memakan makanannya dengan wajah datar. Apa Sam memiliki satu ekspresi wajah?

Usai makan, aku dan Kiara berdiri untuk kembali kedalam kelas. Tetapi aku lupa untuk membayar pesanan yang sudah Sam pesan.

Aku berbalik, dan sialnya Sam berada didepanku. Jadi tubuhku menabrak tubuh Sam, untungnya aku tidak terjatuh. Kenapa Sam harus berada dibelakangku tadi, bahkan sedekat itu?!

"Ish! Kenapa kamu deket banget sih?!" Tanyaku sedikit kesal.

"Ikut gue." Sam menarik tanganku. Aku hanya menurut dan mengikuti kemana Sam menarikku.

Dan disinilah kami, di taman sekolah.

"Ada apa?" Aku mulai pembicaraan.

"Kemarin itu siapa?"

Kemarin? Oh aku tahu, pasti sam bertanya soal Kak Vano. Hmm, apa Sam tidak suka?

"Kemarin kamu denger sendiri kan, dia bilang apa? Itu Kak Vano."

"Ck! Maksud gue, kenapa dia bilang 'calon pacar' gitu?"

"Ya, kayaknya memang dia calon pacar aku. Bahkan Bunda juga udah ngerestui."

Sam menatapku datar tetapi aku bisa melihat tatapan matanya itu seperti marah dan juga kesal. Tanpa berkata apapun Sam berbalik badan meninggalkan aku sendirian di taman. Aku mengedikkan bahuku dan berjalan menuju kelas.

*****

'Adek, sudah pulang kamu nanti jangan main kemana-mana ya. Tiba-tiba Bunda sakit perut gak tahu kenapa.' -Bunda.

'Kamu pulang naik taksi aja, Pak Amin juga gak ada dirumah.' -Bunda.

Aku mengernyitkan alis, sedikit cemas sih. Tidak biasanya Bunda mengirim Line seperti ini. Bunda demam saja bahkan tidak memberitahuku. Dan sekarang? Bahkan Pak Amin pergi entah kemana.

Aku yang sudah menunggu di koridor kelas pun berlajan keluar, mencari taksi yang lewat. Saat aku berjalan, tiba-tiba Sam lewat begitu saja tanpa niatan menyapaku.

Cih! Seperti itu mau PDKT denganku? Jangan harap! Katanya mau berteman. Dan itu dinamakan teman?

Taksi pun lewat, aku pun masuk. Aku duduk sambil membaca ulang Line Bunda, kira-kira Bunda sakit perut kenapa ya? Masuk angin kah, telat makan kah, atau jangan-jangan Bunda hamil?

Skip untuk opsi terakhir, aku tidak mau punya adik! Tidak!

Taksi pun sampai dipekarangan rumahku, aku membayar sesuai harga dan keluar dari mobil taksi. Aku membuka pagar rumah, dan kemana Pak Satpam?!

Aku membuka pintu rumah yang tidak terkunci, rumah sepi dan tidak ada siapa-siapa. Aku menuju kamar Bunda-tentu juga kamar Ayah. Saat berjalan aku merasa seseorang berjalan mendekatiku, akupun menoleh dan tidak mendapatkan siapa-siapa.

Atau aku hanya halu?

Aku kembali berjalan menuju kamar Bunda, tetapi kali ini langkah kaki seseorang sangat kentara. Aku dengan cepat berbalik, dan betul saja! Seseorang menggunkan hoodie serba hitam dan menutupi seluruh wajahnya, yang tadinya ingin mendekatiku dengan cepat berlari menaiki anak tangga. Sial! Siapa orang itu?

"Hei, Maling! Kurang ajar!"

Aku berlari mengejar orang itu, menaiki anak tangga dengan cepat. Sesampainya di lantai dua, aku dibingungkan karena tidak tahu dimana maling itu berada.

'Tas!'

'Tas!'

Suara ledakan seperti balon terdengar dari kamarku. Astaga! Apakah maling itu masuk kedalam kamarku?!

Dengan cepat aku berlari menuju kamarku, saat melewati rak yang berisikan payung aku mengambil satu untuk berjaga-jaga. Siapa tahu aku bisa memukul maling itu dengan payung ini.

Aku masuk, tetapi suasana dalam kamarku begitu gelap. Aku merogoh dinding yang tidak jauh dari daun pintu untuk mencari tombol lampu. Saat lampu menyala, aku melihat maling tersebut membelakangiku, dengan cepat aku memukul tubuhnya dengan payung yang aku pegang tadi.

"Aduh! Aw! Denan cukup-cukup.."

Hah? Denan? Tunggu, mengapa suaranya seperti Kak Vano?

"Kamu siapa?!!" Tanyaku tidak santai. Ya iyalah, sudah maling masa ia menirukan panggilan sayang Kak Vano!

"I-ini Kakak, Denan. Kak Vano."

Aku melotot, yang benar saja ini Kak Vano?

"Coba kamu lihat atas kasur kamu itu apa?"

Aku menatap di atas kasurku, dan aku speechless..

Oh, Kak Vano..

TBC...

Meet Him Again [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang