•26• (18+)

5.7K 328 15
                                    

'Orang jatuh cinta, tak perlu sebuah penjelasan. Kalau sudah bisa dijelaskan, itu sudah bukan cinta lagi.'

*****

Malam harinya, aku dan Kak Vano masih di dalam rumah tidak untuk pergi kemana-mana. Aku sudah di izinkan Bunda untuk menginap di sini dengan catatan tidak berbuat macam-macam.

Ya, aku pasti tidak melakukannya. Tetapi tidak tahu untuk Kak Vano..

Kak Vano juga tidak pergi ke Cafenya saat ini dan menyerahkan pekerjaanya kepada tangan kanannya—atau lebih tepatnya asisten pribadi atau juga sahabatnya itu. Entahlah, aku juga baru tahu jika Kak Vano mempunyai asisten seperti itu.

Aku sedang makan malam bersama Kak Vano yang telah memasak ini semua dan juga sedikit bantuan dariku. Kak Vano masak beragam makanan yang tak mungkin aku sebutan satu-satu.

Usai makan, aku dan Kak Vano membersihkan semua piring yang kotor. Aku mencuci piring itu, awalnya Kak Vano menolak tetapi aku menghiraukan larangan itu. pada akhirnya ia lelah sendiri, hehe.

Sekarang, kami berada di kamar sambil menonton film Horor di TV. Aku bersandar di sisi ranjang dan di ikuti Kak Vano. Aku sedang menonton film The Nun yang memang belum pernah aku tonton karena, ya... aku sedang sibuk ulangan saat itu.

"Serem banget sih filmnya." Aku menyukai Film Horor, tetapi jujur Film ini benar-benar menyeramkan.

"Sini peluk Kakak kalo kamu takut." Aku menatap Kak Vano sambil mendengus. Dasar modus.

Tapi pada akhirnya aku menurut dan bersandar di tubuh Kak Vano. Maafkan kami yang bucin, jika kalian tidak kuat harap tidak melanjutkan untuk membaca.

"Hubungan kita udah lumayan lama ya." Ujar Kak Vano seketika. Aku yang berada disamping Kak Vano sambil bersandar pun mengangguk.

"Kalo di inget-inget lagi, lucu banget pas Kakak mau pindah kesini cuma karna kamu. Awalnya Kakak mau coba bisnis dan bukan buka Cafe. Tapi, entah sejak kapan rasa ingin kembali ke kota ini sudah Kakak taman sejak kecil, cuma karna perasaan cinta yang awalnya masih Kakak ragukan," Ujar Kak Vano sambil mengelus pundak kiriku, sesekali wajahnya itu mencium pucuk kepalaku.

"Emang Kakak masih inget? Gak amnesia lagi?" Aku menyela dengan kekehan kecil.

"Kamu mau do'ain Kakak amnesia terus ya? Kakak udah gak pelupa kayak kemarin." Kak Vano dengan gemas menarik hidung lumayan kuat. Aku hanya mengelus hidungku dengan kesal.

"Pas liat kamu nangis-nangis dateng ke Cafe Kakak, Kakak rasanya gak percaya kalo itu kamu Denan. Kamu cerita kalo kamu putus sama pacar kamu itu, rasanya memang kita bener-benr jodoh." Kak Vano terus saja menciumi kepalaku dengan sesuka hatinya.

"Ish, cium aja terus. Kepala aku pusing tau." Aku mendorong kepala Kak Vano agar menjauh. "Aku juga seneng, mungkin lebih tepatnya bahagia. Aku bisa bertemu sama Kakak Lagi. Aku juga gak bakal nyangka kalo kita sampe bisa jadian kayak gini."

Kakak Vano tersenyum dan menarik tubuhku agar masuk kedalam pelukannya. Emang pelukan orang kita sayang akan senyaman ini.

Aku merasakan hembusan nafas di daerah telingaku, dan itu daerah sensitifku karena aku merasa geli.

"Kak, jangan nafas di situ ah, geli." Aku menarik pelan rambut bagian belakang Kak Vano.

Tak menghiraukan ucapanku, aku semakin merasakan jika sesuatu yang basah dan lunak menjilati daerah telingaku. Aku tak tahu ingin bereaksi seperti apa, tetapi ini sangat-sangat menggelikan hingga aku tak kuat.

"Ehmmm, Kak... Pliss, jangan.." Ujarku memelas.

"Kenapa, hmm?" Tanya Kak Vano dengan nada berbisik.

Aku semakin resah dan tidak kuat, Kak Vano semakin lincah menjilati daerah telingaku membuatku rasanya ingin berteriak. Aku merasa tidak kuat pun memeluk dibagian leher Kak Vano. Kak Vano sendiri memeluk pinggangku dan tangan satunya lagi memegang tengkukku.

Meet Him Again [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang