"Ketika kamu menyukai apa yang kamu miliki, kamu memiliki semua yang kamu butuhkan."
*****
5 hari kemudian....
Aku berada di perpustakaan Sekolah bersama Kiara yang tengah membaca buku paket Biologi. Karena sesudah istirahat ini kami akan ulangan Biologi! Entah cobaan apa yang aku rasakan, yang pasti ulangan kali ini bukanlah tertulis, melainkan ulangan lisan. Aku dan Kiara pergi ke kantin hanya membeli roti isi dan air mineral. Karena kami harus menghafal tata urutan organ tubuh.
"Anandaaa... susah banget, gimana nih?" Rengek Kiara yang tengah menidurkan kepalanya diatas meja.
"Yah mau gimana lagi, namanya Bu Titi. Bukan Bu Titi kalo gak ngasih ulangan dadakan." Ujarku masih mengingat-ingat sistem saraf daerah usus.
"Nih Ibu pas masih dalem perut pasti ngidamnya titi* deh, jadi namanya Titi. Lihat ini, masa dia nyuruh aku ngafalin daerah kemaluan pria. Iuw banget.." Tunjuk Kiara pada gambar yang tertera di buku paket tersebut. Aku hanya tertawa tertahan saat Kiara menujukkan gambar itu.
"Ya udah sih, biar kamu tahu dareah pria itu gimana. Nanti pas kamu udah nikah sama Richard juga bakal sering lihat kayak gituan."
"Diem gak kamu!!" Bentak Kiara.
"Hei, yang diujung! Bisa diem gak? Ini perpustakaan, bukan acara Orgen tunggal." Ujar sang penjaga Perpsutakaan. Aku rasanya tidak kuat dan hanya bisa menutup wajahku dengan telapak tanganku untuk meredahkan tawaku.
"Ngakak terus, iya!" Ucap Kiara dengan nada judes.
Ting!
Aku menatap handphoneku yang menyala karena ada notifikasi. Aku meng-unlock handphoneku dan membaca siapa yang mengirim pesan.
'Ananda, hari ini Alvano sudah dibolehin pulang. Sudah pulang sekolah kamu main kesini gih. -Om Vandi.'
Aku yang membaca pesan dari Om Vandi pun turut senang. Akhirnya Kak Vano pulang juga!
Omong-omong, Om Vandi meminta nomorku agar ia bisa lebih dekat dengan pacar anaknya itu. Aku yang mendengar ucapan Om Vandi hanya tersenyum malu, semudah itu Om Vandi menerima aku sebagai pacar Kak Vano yang jelas-jelas seorang laki-laki.
"Ngapain senyum-senyum gak jelas gitu?" Sahut Kiara yang menatapku aneh.
"Oh, hari ini Kak Vano udah dibolehin pulang kerumah."
"Wah, udah sembuh dong?" Ujar Kiara bersemangat, melupakan rasa kesalnya tadi. Aku hanya mengangguk dengan senyum tak luntur.
Aku dan Kiara kembali menghafal, sampai bel berbunyi tanda masuk kelas. Huh, semoga ulangannya lancar.
*****
"Hiks, aku lemah banget kalo soal ulangan lisan." Ujar Kiara berpura-pura sedih. Kami sudah pulang dan sekarang berada di koridor Sekolah.
"Ya udah sih, kan bisa jawab sebagian."
Aku menatap handphone yang ternyata ada pesan dari Pak Amin, memberitahu bahwa ia sudah sampai.
"Ki, aku duluan ya. Udah dijemput."
"Oke, Bye-bye.. Salam untuk Kak Vano."
Aku sudah berada didalam mobil, memberitahu Pak Amin untuk mengantarkan aku kerumah Kak Vano. Aku juga mampir ke kedai buah-buahan untuk membeli beberapa buah segar seperti Apel, Pir, Anggur, dan Jeruk untuk Kak Vano, Tante Alya, dan Om Vandi.
Sesampainya dirumah Kak Vano, aku memberitahu Pak Amin untuk pulang saja. Aku bisa pulang dengan taksi online.
"Permisi, Om Vandi, Tante Alya.." Aku mengetuk pintu rumah Kak Vano, dan yang membuka pintu ternyata Om Vandi.
"Nah, Calon memantu Om udah dateng. Ayo masuk." Sapa Om Vandi riang, aku dengan kikuk mengikuti perintah Om Vandi yang sedang merangkul tubuhku.
"Om, ini buah-buahan untuk Om, Tante, dan Kak Vano."
"Kamu ngerepotin aja, Makasih ya."
Aku berjalan mengikuti Om Vandi, dan ternyata Om Vandi mengajakku ke meja makan.
"Eh, Ananda! Baru pulang sekolah ya?" Sapa Tante Alya yang lagi makan siang.
"Iya Tant." Aku tersenyum simpul sambil melirik kamar Kak Vano yang tertutup rapat. Apa Kak Vano lagi tidur ya?
"Si Vano lagi tidur siang, dia yang minta tutup pintu biar gak diganggu oleh Om. katanya Om itu cerewet." Ujar Om Vandi dengan wajah kesal yang dibuat-buat.
"Ya iyalah Vano kesal, Ayah selalu maksa Vano buat bilang Ayah itu ganteng, ganteng, ganteng. Heh, anak kita itu lagi lupa ingatan." Ujar Tante Alya kesal.
"Ada ya orang amnesia tapi ngeselin kayak gitu." Om Vandi duduk di meja makan, melihat aku yang masih berdiri Om Vandi menyuruhku duduk dan makan bersama. Awalnya menolak, tetapi melihat makanan buatan Tante Alya dan juga Om Vandi membuatku tergiur.
Ah, yang penting aku makan dan kenyang!
*****
Usai makan aku berada di dalam kamar Kak Vano yang tengah tertidur dengan lelapnya. Aku menatap wajah Kak Vano yang masih terlihat jelas lukanya, walau tidak separah yang pertama aku lihat.
Selagi aku menunggu Kak Vano bangun, aku mengupas kulit Apel untuk Kak Vano, mungkin saat ia bangun dan lapar, Kak Vano bisa memakan buah ini.
Beberapa saat kemudian, aku melihat tubuh Kak Vano menggeliat dan merentangkan tangannya tanda ia sudah bangun. Aku segera duduk disisi ranjang milik Kak Vano. Kak Vano membuka matanya dan mentapku dengan heran.
"Kamu? Ngapain kamu dalem kamar saya?" Tanya Kak Vano heran. Cara bicara Kak Vano pun sedikit formal.
"Aku nunggu Kak Vano bangun lah. Nih, Apel untuk Kakak. Sudah aku kupas kok kulitnya." Ujarku menyodorkan sepiring Apel potong itu. Kak Vano menerima Apel tersebut tanpa berbicara sepatah katapun.
Kak Vano memasukkan beberapa potong Apel, dan sesekali mata itu menatap aku yang tengah memperhatikan cara makan Kak Vano.
"Kenapa kamu lihatin saya makan?" Tanya Kak Vano.
"E-eh, gak apa-apa Kak." Aku membuang pandanganku ke sudut lain. Melihat sekeliling kamar kak Vano yang sanngat bersih dan rapi.
"Kenapa wajah kamu kayak pernah saya lihat?" Ujar Kak Vano tiba-tiba. Aku pun menoleh menatap wajah Kak Vano yang menatapku dengan intens.
"...Dan kenapa kamu bisa sebut saya sebagai pacar kamu? Kamu tahu kan saya itu laki-laki, sama kayak kamu?" Ujar Kak Vano. "Tapi, entah kenapa saat kamu bilang bahwa kamu adalah pacar saya, saya gak merasa jijik atau aneh. Tapi, sebenarnya siapa kamu?"
Piring yang ada digenggaman Kak Vano terjatuh, semua Apel yang aku potong berhamburan dilantai. Untungnya piring itu hanya piring plastik.
"Arghh! Kepala saya sakit!" Teriak Kak Vano.
Tiba-tiba Tante Alya dan Om Vandi masuk dengan raut wajah cemas. Melihat Kak Vano yang kesakitan dengan cepat Tante Alya memberi obat pereda sakit kepala. Walaupun Kak Vano menolak, tetapi Kak Vano meminumnya. Beberapa saat kemudian, Kak Vano terlihat tenang dan matanya tertutup lagi.
"Biarin dia tidur dulu." Ujar Tante Alya, aku hanya mengangguk.
"Maaf Tante, tadi Kak Vano teriak gitu gara-gara Kak Vano mengingat-ingat tentang aku."
"Gak apa-apa, Ananda." Ujar Tante Alya tersenyum lembut.
Aku putuskan untuk pulang karena hari sudah mulai sore. Aku tidak mau menganggu Kak Vano untuk sekarang karena jika aku datang lagi, Kak Vano pasti mengingat-ingat masa lalunya dan itu membuat kepalanya kembali sakit.
Aku harus sabar.
TBC...
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet Him Again [END]
Novela Juvenil'Mencintaimu sejak aku belum mengerti cinta, itulah yang aku cari. Saat aku mulai dewasa, aku sadari arti dari rasa gelisah dan gembiraku. Aku bahagia bertemu denganmu kembali, Ananda Perdana Putra.' -Alvano Mahendra Upload: 25 Okt, 2019 -Kiki