•10•

5.2K 441 8
                                    

Cinta bukan hanya harus memiliki, tetapi juga harus bertanggung jawab.

*****

Menempuh perjalanan kurang lebih lima belas menit, dan akhirnya aku telah sampai dirumah. Aku membuka pintu mobil Kak Vano, menghiraukan panggilannya yang masih didalam mobil.

"Denan, jangan ngambek dong," Ujar Kak Vano yang telah keluar dari mobil, menyusulku dari belakang.

Aku hanya diam dan membuka pintu rumah, sebelum masuk aku menatap Kak Vano tajam. Tetapi yang ditatap hanya memasang wajah riang tanpa dosa.

"Kamu ngambek ya?" Ujar Kak Vano enteng.

Aku mendengus kesal, setelah apa yang Kak Vano ucapkan tadi dihadapan Sam tetapi Kak Vano berujar enteng seperti itu? Aku tahu Kak Vano itu baik dan ramah, tapi ini terlalu amat ramah. Sampai aku marah pun Kak Vano tetap riang.

"Kenapa Kakak ngomong kayak tadi sama temen aku?" Tanyaku kesal.

"Lho, emang kenapa? Bentar lagi kamu memang jadi pacar Kakak, Denan." Ujar Kak Vano pede tanpa dosa.

"Siapa yang bilang?!"

"Kata Kakak dong. Kakak seratus persen yakin kalo kamu gak bakal tolak Kakak. Kalaupun ditolak, Kakak terus berusaha."

Ananda, tolong-tolong kamu jangan bawa perasaan. Tolong jangan baper. Kamu baru saja putus cinta, dan kamu tidak harus termakan gombalan Kak Vano.

"Hah! Tau ah!"

Aku melenggang masuk kedalam rumah dan menuju dapur karena haus. Tentu Kak Vano mengikutiku dari belakang. Aku menuju rak gelas dan mengambil dua gelas untuk aku minum dan untuk Kak Vano. Tentu aku tidak sejahat itu untuk mengabaikan tamu.

Aku menyodorkan gelas berisikan air hangat, karena aku tahu Kak Vano tidak suka air dingin.

"Makasih Denan, kamu masih ingat ternyata." Ujar Kak Vano dengan senyum hangatnya. Malaikat, lindungi aku agar tidak baper.

Aku dan Kak Vano duduk dimeja makan, aku sedang sibuk meminum sedangkan Kak Vano memandangku dengan senyum hangatnya. Tentu itu membuatku canggung dan malu.

"Kak.." Panggilku.

"Ya, kenapa Denan?"

Aku diam sejenak sebelum ingin bertanya lebih lanjut. Sebenarnya aku ragu ingin bertanya tetapi aku harus, karena setelah Kak Vano menyatakan perasaannya disitu aku sudah menggantung harapan Kak Vano.

"Denan?" Panggil Kak Vano membuatku kaget.

"E-eh, iya Kak.."

"Kok ngelamun?"

"A-aku.. mau tanya sesuatu Kak." Tanyaku pelan.

"Tentang perasaan Kakak ke kamu?" Tanya Kak Vano yang sepertinya tahu isi pikiranku.

Aku mengangguk, dan menatap Kak Vano yang masih tersenyum hangat. Apa Kak Vano tidak lelah tersenyum terus seperti itu?

"Kakak serius soal itu Denan." Ujar Kak Vano serius tetapi tetap tersenyum. Hadeh..

"Kamu tahu, sejak kecil Kakak sudah menaruh perasaan ke kamu. Kakak dulu belum paham apa itu cinta, tentu Kakak gak ngerti karena saat itu Kakak masih SD,---dan kamu juga. Kakak selalu bertanya sama orang tua Kakak, kenapa Kakak selalu kangen dan bahagia kalo kamu deket sama Kakak dan-"

"APA?! Orang tua?? Kakak cerita sama orang tua Kakak??" Aku memotong ucapan Kak Vano karena shock. Tentu saja kaget karena Kak Vano sudah menceritakan rasa ketertarikannya kepadaku kepada orang tuanya, bahkan sejak kecil!

"Iya Denan, haduh muka kamu gemesin banget." Ujar Kak Vano sambil terkekeh dan juga mencubit pipiku pelan.

"Orang tua Kakak bilang, 'suatu saat kalo kamu sudah dewasa pasti kamu paham sama perasaan kamu' dan yah, Kakak memang suka ah,-cinta sama kamu, Denan."

"S-semudah itu Kakak curhat ke orang tua Kakak?" Tanyaku tidak percaya.

"Kakak anak tunggal, dan tentu kami diajarkan selalu terbuka dan gak saling berbohong. Orang tua Kakak gak masalah dengan orientasi seksual Kakak. Kakak cuma cinta satu orang, yaitu kamu."

Pipiku memanas, jujur aku terharu dan salut dengan keberanian Kak Vano. Aku yakin Kak Vano bukanlah orang yang suka tidak menepati janji dan berbohong.

"T-tapi, aku sudah pernah pacaran sama orang lain Kak."

"Cowok yang kemarin itu, 'kan?" Tanya Kak Vano. Aku menagngguk mengiyakan.

"Itu gak masalah Denan. Kamu sudah putus, dan kamu bukan milik siapa-siapa lagi."

Aku menunduk dan menimbang ucapan Kak Vano. Kak Vano orang yang baik, jujur dan ramah kepada siapa pun. Tentu semua hal itu yang membuatku minder-tidak pantas jika aku menjadi kekasih Kak Vano.

Daguku diangkat oleh Kak Vano, mata kami saling bertemu. Tatapan itu membuat hatiku bergetar dan aku merasa terkunci, tidak ingin menatap objek lain. Dengan senyum khas milik Kak Vano, ia mendekatkan wajahnya menuju wajahku, hangat nafas Kak Vano serta aroma tubuh yang menenangkan begitu menyeruak di indera penciumanku. Tak berselang waktu, Kak Vano menciumku. Tepat dibibir.

Tentu aku kaget, tetapi berusaha untuk tidak menolak. Jujur ciuman ini sangat lembut dan membuatku hilang akal. Kak Vano mengelus pipiku dan mengulum bibir bagian atas dan bawah bergantian dengan begitu lembut.

Usai berciuman, aku menatap sayu Kak Vano beserta wajah yang terasa panas. Mungkin wajahku memerah.

"Kakak Gak peduli mau kamu sudah pacaran dengan orang lain atau belum, dan juga tentang masa lalu kamu. Yang Kakak tahu kamu bukan milik siapapun, dan Kakak berhak untuk membuat kamu jatuh cinta untuk Kakak." Ujar Kak Vano pelan namun serius.

Aku tertegun, apakah aku juga memliki rasa yang sama seperti Kak Vano? Kalaupun aku tidak cinta, pasti aku sudah menolak ciuman Kak Vano tadi. Dan lagi, segala ucapan yang dilontarkan Kak Vano benar membuatku terharu dan bahagia.

Apa aku juga mencintai Kak Vano?

"So, boyfriend now?"

"Oke! Tapi.." Ujarku menggantung. Kak Vano yang terlihat bahagia pun berubah ekspresi saat menunggu kelanjutanku berbicara.

"Aku mau Kakak buktiin kalo memang Kak Vano cinta sama aku. Dengan itu, kita resmi pacaran." Jawabku dengan senyum licik.

"Oke, Kakak bakal buktiin kalo ucapan Kakak serius. Dan kamu gak bakal tolak."

"Baik, dan besok Kakak harus kasih aku buktinya."

"Ok-Hah, besok?!" Tanya Kak Vano kaget.

"Kenapa? Gak mau? Kalo gitu, gak apa-apa sih. berarti kita gak pacar-"

"O-oke oke, Kakak akan usahain besok kasih buktinya."

"Kalo lewat dari besok, bye!"

Aku berdiri dari dudukku dan berjalan menuju anak tangga karena mau ganti baju. Bisa kulihat wajah frustasi Kak Vano yang sedang memikirkan hari besok. Hehe, bukan maksudku kejam. Tetapi, aku hanya ingin melihat keseriusan Kak Vano. Jika ia menuruti keinginanku besok, tandanya ia benar-benar mencintaiku.

Fighting Kak Vano!

TBC...

Akhinya udah sampe chapter 10. Don't forget vommentnya Guys!

Meet Him Again [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang