Untuk sementara, kita semua pindah ke ruang tengah samping ruang tamu. Memboyong barang-barang yang tadi tergeletak sembarang dari ruangan yang kini di duduki oleh tiga orang tamu beserta orang tua Renjun.
Gue dan Renjun udah berganti aktivitas. Dia ikut mabar sama yang lain sementara gue menonton drama di layar laptop. Suara tembak-tembakan saling beradu, lalu bunyi musik keras dari laptop dan suara tv yang juga menyala, belum lagi suara alami dari mulut kita masing-masing. Mereka saling mengumpati dan bicara sesukanya mengomentari tanpa mengalihkan pandangan dari gawai.
"Sstt-- kalian berisik banget. Udah tau ada tamu."
Kita semua mendongak ke sumber suara. Lalu Jaehyun menggaruk tengkuk merasa nggak enak setelah menjeda aktivitas, begitu juga dengan gue dan yang lain.
"Aya, bikinin minum ya."
Untuk pertama kalinya, gue disuruh sama Tante Arum. Gue yang sadar diri menumpang, segera menuruti permintaannya. Meski jujur aja, gue nggak tau apa yang biasa dibuatin buat tamu. Teh, kopi, air putih, atau jus?
Gue menarik Renjun. Membuatnya membantu gue harus apa. Jujur, manusia yang paling bikin iri itu Renjun, dia pinter, cekatan, dan ngerti harus malakukan apa di sebuah kondisi.
Setelah Renjun memberi komando untuk membuat teh, gue sendiri kembali linglung, bingung memasukkan berapa sendok gula. Rasa takut kemanisan atau apapun membuat gue nggak percaya diri.
"Udah deh. Mereka cuman tamu. Yang penting sopan. Kalo naruh, lo sambil nunduk, di taruh ke depan mereka masing-masing teh nya. Jangan grogi, presentasi aja nggak takut, naruh teh doang sampe gemeteran."
"Jangan lupa juga nanti disana jongkok. Biar kayak babu."
Gue berdecak, melotot ke Haechan yang entah kapan udah berdiri di belakang gue dan Renjun. Dia memegang gelas berisi air putih dan es batu. Emang, dari semua saudara, pokoknya Haechan aja yang paling nggak waras dan nyebelin.
"Boyong ke rumah gue yuk."
Sekarang, mereka bertiga ngumpul di dapur. Gue menaruh nampan di tempat sebelumnya setelah memberikan jamuan teh untuk para tamu.
"Jangan! Arda nanti nggak mau belajar." Udah bisa diduga, Renjun memang panutan banget.
"Iya bener." Haechan mengangguk semangat.
Jaehyun berdecak, "bilang aja lo males di ganggu adek gue."
Dan gue tertawa. Yang paling anti sama anak kecil itu Haechan, tapi anehnya malah banyak anak kecil yang suka sama Haechan, entah itu sepupunya, keponakannya, atau anak tetangga.
Dia kalo dateng ke rumah Jaehyun harus liat waktu dimana Arda nggak ada. Dan dia juga nggak betah dirumah karena ada ponakannya, jadilah dia paling betah di rumah Renjun yang juga gue tempati.
"Udah lah, ke belakang rumah aja."
Lagi, kita pindah tempat mengikuti Renjun dengan membawa gawai dan beberapa camilan dan minum, gue hanya membawa laptop. Kita sibuk dengan kegiatan seperti sebelumnya.
Tapi tiba-tiba Haechan berdiri, "mau main panco nggak?"
Jaehyun berdiri, mengangkat tangannya pamer otot bisep. Sementara Renjun udah mijitin pundak Haechan, lalu menepuk-nepuk dan memberi semangat. Gue berdiri, berjalan bolak-balik dengan tangan terangkat seolah memegang papan sambil bilang, "Ronde satu."
"Aya, tante mau ngomong sebentar boleh?"
Kita semua menoleh, dan gue mengangguk. Berjalan mengikutinya ke ruang tamu yang ternyata udah menyisakan Om Galih dan Eyang Mardiana.
KAMU SEDANG MEMBACA
[not] Cinderella
Fanfiction"Semua keluarga kita nggak lagi ngejual lo. Semuanya ngerasa bersalah termasuk Tante Arum sama Eyang. Tapi ngeliat lo yang tiap kali pulang bahagia bikin kita semua juga ikut seneng liatnya. Kita pikir lo udah menemukan hal yang lebih baik daripada...