20

123 19 0
                                    

Ucapan Renjun nggak pernah main-main. Dia serius melarang gue ikut kegiatan komunitas dance. Buktinya, siang ini dia menarik paksa gue keluar dari studio.

Wajahnya yang asem dan gue juga nggak terima di permalukan di depan anggota yang lain. "Lo nggak nurut?"

"Apasih Njun? Lo ngapain ikut campur?"

Dia tersenyum meremehkan, "kalo gue nggak ikut campur. Lo ngelakuin apapun seenak jidat."

Ini bukan pertama kalinya dia bertindak mempermalukan gue di depan anak-anak yang lain. Dulu, waktu gue di masukin ke grup yang bakal ada projek 'dance publik', dia marah-marah seminggu sebelum d-day.

Alasannya adalah, "apaan nih? Lo diajarin pake baju begini? Nggak ada model lain? Mau pamer daleman? Lo tuh cewek. Malu-maluin!"

Bentaknya saat dia tau kostum yang gue pake. Tank Crop top dilapisi kemeja putih yang dibuka dan celana jeans sobek di paha.

Gue inget banget dia yang maju buat bilang ke mbak Desi kalo gue batal. Seminggu itu, gue ngambek dan nggak ngomong sama dia.

Dan kali ini, dia ngelakuin itu dengan alasan "sekarang lagi UAS. Kalo lo nggak naik kelas mau jadi apa? Fokus belajar dulu buat masuk kuliah baru mikirin itu!"

Gue jongkok di samping motornya. Siapa yang nggak manyun sih kalo dilarang-larang begitu. Taeyong juga bodo amat waktu gue bilang pulang sendiri tadi pagi.

Renjun memegang keningnya dan tangan satunya memegang pinggang. Dia menghembuskan nafas kasar. Sementara gue mulai terisak. Gue sayang sama Renjun, tapi kalo gini caranya gue nggak suka.

"Jangan nangis. Gue minta maaf."

Dan setelahnya dia membawa gue ke warung Mie ayam di samping jalan. "Gue nggak tau apalagi yang lo butuhin. Karena lo udah punya segalanya. Tapi gue cuman bisa traktir Mie ayam."

Asal lo tau Njun, selama gue hidup di rumah gede itu, gue nggak pernah makan mie ayam. Dan itu cuman gue dapetin dari lo.

Dia yang biasanya ngelarang gue menaruh empat sendok sambel cuman diem. Melihat gue sekilas dan sibuk lagi dengan mie ayamnya.

"Gue lakuin kayak gini bukan karena jahat. Demi kebaikan lo." Katanya lembut menepuk pundak gue. Cuman tangan Renjun yang bikin gue nyaman.

"Kok lo tau gue pergi ke studio?"

"Gue denger telfon lo sama pelatih lo waktu di koridor."

[not] CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang