Malam minggu ini, rencana gue beserta Haechan dan yang lain gagal karena ada tamu. Yeah, calon keluarga gue datang.
Gue agak terkejut, karena pertama mereka datang nggak terlalu gue perhatiin wajahnya. Tapi sekarang, calon orang tua gue bisa dilihat jelas. Wajahnya cantik, maklum orang kaya pasti perawatan, nggak kayak gue yang burik.
Calon papah juga ganteng, wajahnya putih bersih. Orang kantoran yang pasti jarang kena sinar matahari, dan nggak level buat bersentuhan langsung dengan benda-benda kotor. Dan seorang laki-laki berumur tiga puluhan.
Jangan tanya dia calon kakak gue atau om. Gue aja bingung, wajahnya nggak tua banget tapi terlihat dewasanya. Tante Arum bilang mereka cuman punya satu putra, apa mungkin putranya itu lagi dirumah nggak ikut kesini.
"Aya cantik banget." Kata wanita paruh baya itu setelah gue menaruh teh yang kemarin gue pelajari dari Renjun.
Gue melirik ke pintu, terlihat tiga pemuda bersarung berdiri agak jauh memperhatikan. "Cantik dari mana? Calon mamahnya buta kali." Gue bisa melihat jelas gerakan bibir Haechan yang di terangi lampu teras.
Bener sih, tapi nggak terima aja gitu gue kalo di rendahin terus sama Haechan. Untung ada Renjun yang dengan baiknya peka nabok Haechan. Sementara pemuda yang paling tinggi si samping hanya melipat tangan memperhatikan.
"Ini Taeyong. Reza Taeyong Lienata. Anak satu-satunya keluarga Lienata."
Dia diperkenalkan oleh ibunya sendiri, Tante Rianty. Nah loh, kalo dia calon saudara gue, manggilnya apa?
Nggak nyaman aja ketika gue diumur segini manggil seorang laki-laki asing dengan panggilan Kakak yang umurnya bahkan udah hampir berkepala tiga. Atau Mas? Nanti banyak yang ngira gue lagi manggil pedagang bakso keliling. Om? Dia kan bukan paman, posisinya saudara laki-laki. Walaupun gue akui lebih nyaman dengan panggilan Om Taeyong.
"Jadi Aya mau kan?" Kata laki-laki paruh baya yang kata Tante Arum di perkenalkan dengan nama Yudha Fadhil Lienata.
Gue mengangguk kecil, dan berusaha tersenyum lepas. Malu dong kalo senyumnya kepaksa kayak boneka. Udah burik senyumnya nggak tulus lagi, mau ditaruh dimana muka ini.
Dan parahnya, mereka mau nginep di rumah karena malam ini terlalu larut kalo mereka pulang. Lagian siapa suruh bertamu malem-malem gini, kan ngerepotin pemilik rumah.
"Lo serius?" Gue mengangguk menanggapi Jaehyun.
Mereka semua kecewa karena kita bener-bener nggak bisa pergi, apalagi Haechan yang terlihat frustasi banget. "Gue udah mati-matian menghindari Aul sampe boong lagi mencret malah diginiin. Sakit tau nggak."
"Lagian kita kan kalo pergi cuman gitu-gitu aja."
"Gitu-gitu tapi berarti tau nggak. Melepas penat."
Gitu-gitu yang di maskud Renjun itu keliling komplek pake motor. Nggak berfaedah sih memang, apalagi itu cuman buang-buang bensin. Tapi gue bahagia, melepas penat melihat bulan dan bintang di bonceng salah satu dari mereka.
Renjun terpaksa diungsikan tidur ke rumah Haechan karena rumah ini hanya ada tiga kamar yang lebih tepatnya kamar Renjun buat tidur para tamu malam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[not] Cinderella
Fanfiction"Semua keluarga kita nggak lagi ngejual lo. Semuanya ngerasa bersalah termasuk Tante Arum sama Eyang. Tapi ngeliat lo yang tiap kali pulang bahagia bikin kita semua juga ikut seneng liatnya. Kita pikir lo udah menemukan hal yang lebih baik daripada...