72

106 15 4
                                    

"Masih nggak mau sekolah?"

Gue tertangkap basah sama Taeyong tadi. Dia nggak bilang dateng sekarang karena chat terakhirnya bersisi persetujuan dia buat ngebiarin gue nginep di rumah Renjun.

Kalo udah begini, gue nggak bisa berkutik lagi. Diem di mobil yang masih terparkir di samping rumah Renjun.

"Maunya apa sekarang?" Katanya mengganti pertanyaan.

"Sa-saya ... "

Ini gue gimana caranya ngejelasin ke Taeyong tentang kasusnya Deya? Walaupun mending ngomong sekarang sih, mumpung belum pulang ke rumah. Jadi kalo mendadak diusir nggak usah susah cari ojek.

Taeyong membuang nafas panjang, "saya ini ijin dikantor cuman sebentar. Demi liatin kamu karena mamah tadi nelfon. Sering banget loh saya keluar kantor cuman buat kamu."

Gue menelan ludah susah. Oke, kita mulai dari yang paling mudah. "Kemarin mamah nelfon."

"Terus?"

Anjir! Nggak sabaran banget sih. Heran.

Astaghfirullah, sabaaaaar~

"Mamah nanyain Mas. Saya nggak bohong kali ini-"

"Iya tau."

Subhanallah. Hari ini harus banyak nyebut. Masa mengumpat terus sih dari kemarin. Nanti malah jadi kebiasaan.

Niatnya cuman mau kasih image baik dulu. Tapi ini malah dia ngegas terus. Kan kesel. Tapi nggak boleh marah. Inget! Kalo gue jujur, Taeyong yang lebih marah.

"Anu- kemarin saya sakit." Meng-iba dulu deh, siapa tau dapet pengampunan.

"Sakit apa?"

Semoga berhasil, ini Taeyong udah mulai luluh kayaknya. "Demam."

"Kok bisa?"

"Iya, ujan-ujanan."

"Terus itu alasan kamu nggak mau sekolah lagi?"

Anjir, kok dibahas lagi. Kesel sendiri sih. Ya Allaaaaah~

Gue menunduk, memijat pangkal hidung. Lalu bilang, "sayarobohinmotororang."

"Apa? Kamu ngomong apa?"

Udah lah, pasrah. Gue menunduk lebih dalam, menggigit bibir. "Saya robohin motor orang."

"Terus?"

Dia lagi cosplay tukang parkir apa gimana sih? Kok malah tanggapannya gitu. Nggak heboh?

Eh!

Kok dia nggak heboh? Dia nggak marah? Apa otak bolotnya lagi kumat? Dia nggak mudeng ya? Hingga gue akhirnya menatap dia bingung.

"Saya tanya, kamu malah liatin saya kayak mau nantang."

Gue mengerjap. "Ini loh, kemarin saya kena masalah sama orang. Saya marah terus robohin motor orang. Mas nggak marah?"

Dia melipat tangan didada, menyenderkan kepala ke kursi kemudi. Lalu membuang nafas panjang. Ini mulai ngamuk deh kayaknya.

"Itu doang?"

Itu doang? Udah? Dia nggak ngamuk?

"Dan yang cari masalah sama kamu itu satu sekolah?" Tanyanya santai tanpa menoleh.

"Kok tau?"

"Jadi itu alasan nggak mau masuk sekolah?"

Ah Monyet! Ituuuu aja terus.

Selalu, yang dia khawatirin cuman nilai sama sekolah. Nggak jauh beda sama Renjun.

"Kamu tuh udah gede. Masa mau terus-terusan kayak gjni? Jangan lari. Hadapi. Saya udah mau dukung keputusan kamu buat ikut kegiatan joget diluar sekolah-"

"Dance."

"Iya, terserah. Saya kan udah bilang kalo kamu harus terus jujur sama saya. Saya nggak tau apa-apa kalo kamu nggak jujur. Kalo anak itu minta ganti rugi, bilang ke saya. Biar saya yang tangani, tapi Besok sekolah ya-"

"Saya nggak mau nilai kamu turun. Kamu juga udah harus mikirin mau kuliah dimana. Bentar lagi ujian. Jangan kecewain mamah."

Sudah kuduga.

[not] CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang