'Saya mau dan menerima lamaran malam itu.'
Pesan berisi kalimat itu gue kirim malam saat menjelang dini hari. Sengaja, karena gue yang udah mulai nggak bisa tidur. Mungkin dengan melepas sedikit beban bisa bikin gue terlelap.
Taeyong
'Makasih😊 mama pasti seneng dengernya.'
Nggak tau sih gue tuh kalo sekarang dia lagi online. Karena sejak malam itu, pemberitahuan onlinenya gue matiin. Gue nggak mau keliatan sedang on dan takut ditanyain apa-apa lagi.
Paginya, dia minta izin buat jemput gue. Katanya mamah pengen ketemu. Gue oke aja, meski dengan wajah gugup karena udah merasa asing lagi dengan keluarga Lienata.
Tatapan Renjun juga menyiratkan kekhawatiran, raut wajah Jaehyun yang terkejut dengan keputusan gue dan Haechan bilang "kalo nggak mau jangan dipaksa."
Gue senyum dan bilang nggak papa. Ini keputusan gue. Hanya harus nerima aja dengan lapang dada. Gue menyerah kalo harus membelokkan takdir.
"Kamu nggak papa?"
Selalu aja. Kalo tau gue bilang iya yaudah iya. Jangan tanya terus. Dan gue mengumbar senyum di depan wajahnya, takut nanti Taeyong kecewa kalo ada kata paksaan dalam jawaban 'mau.'
"Saya nggak papa. Tenang aja, lagian ini keputusan saya."
Dan setibanya dirumah. Mamah dengan wajah bahagianya menyambut dan menghambur memeluk. Gue juga tersenyum lebar meski menelan pahit kalo pelukan mamah kali ini bukan sebagai anak angkat, sebagai anak menantu.
Papah juga nggak kalah bahagia. Menepuk kepala gue dengan penuh ketulusan. Nggak papa, semua orang bahagia kok. Mamah sama Papah di surga juga bahagia kan?
"Makasih sayang udah mau jadi bagian kaluarga ini." Kata wanita paruh baya ini menghapus air mata bahagia.
Gue mengangguk, menatap bola mata mamah yang terlihat berbinar. "Duduk sayang. Sini minum dulu, atau mau makan?"
"Nggak usah, makasih."
Panggilan mamah udah jadi aneh buat gue, mengingat selama ini dia hanya menganggap gue 'calon menantu.'
"Kamu yakin sama keputusan kamu?"
Gue mengangguk tegas mendengar pertanyaan papah.
"Aya, mamah maunya lamaran resmi ke rumah kamu minggu depan gimana? Bulan depan nikah."
Gue tersedak. Lagi-lagi jantung gue hampir merosot ke anus. Memegangi baju dengan cengkraman kuat. Gimana cara nolak ini?
"Aya masih belum kuliah Mah. Sabar." Jawab Taeyong mengerti keadaan gue setelah menoleh, yang dapet protes dari mamah. "Kamu kan udah mau tiga puluh. Masa mamah dikasih cucu nanti pas umur kamu lima puluh. Kalo mamah udah nggak ada gimana?"
"Mamah!"
"Hus! Nggak boleh gitu!"
Pekik Taeyong dan Papah bergantian. Gue menelan ludah pahit. Masa muda gue digadaikan ya?
Mikir nikah aja baru kemarin, sekarang udah dibahas cucu. Persoalan anak belum sampe dalam daftar hidup gue.
"Iya iya.. yaudah terserah Aya aja."
"Nggak papa Mah. Aya nggak keberatan." Kalimat itu meluncur disertai senyuman. LAGI. Gue menipu semua orang.
"Tuh, Ayanya aja setuju."
Dan terserah lah. Silahkan nikmati kebajagiaan ini bersama. Gue hanya harus berusaha dan belajar aja buat jatuh cinta sama Taeyong walaupun nanti harus mengulang lagi mengenal dia dari nol.
Taeyong tersenyum, lalu berbisik "makasih."
Suami orang😁😁😁
KAMU SEDANG MEMBACA
[not] Cinderella
Fanfiction"Semua keluarga kita nggak lagi ngejual lo. Semuanya ngerasa bersalah termasuk Tante Arum sama Eyang. Tapi ngeliat lo yang tiap kali pulang bahagia bikin kita semua juga ikut seneng liatnya. Kita pikir lo udah menemukan hal yang lebih baik daripada...