Malemnya, Haechan meriang yang disusul gue paginya. Baru kali ini gue bersyukur dikasih sakit. Jadi punya alesan buat nggak sekolah.
Dan jam enam pagi ini, Renjun udah misuh-misuh sebelum berangkat sekolah. "Dimakan sarapannya. Udah dibeliin obat nggak diminum! Mau sakit terus?"
Kalo bisa aja gue mau sakit terus Njun. Nggak pengen sekolah yang lama. Sampe lulus malah. Nggak papa gue tiduran dikasur terus dengan kepala yang pusing.
Segitunya gue pengen lari dari kenyataan. Dan gue baru aja sadar ada yang gantiin kompresan. Membuat gue membuka mata pelan, mengeratkam selimut karena merasa dingin meski matahari semakin meninggi.
"Makan dulu." Katanya lembut.
Jaehyun.
"Lo ngapain disini?"
"Jualan rujak."
Gue berdecak, bukan waktu yang tepat buat bercanda. "Jagain lo lah. Bego!"
Gue mengubah posisi, membalikkan badan membelakangi Jaehyun. "Makan dulu nih."
"Hmm-"
"Makan dulu cantik."
Gue menggeleng.
"Heh! Makan dulu!"
"Nggak mau!" Jawab gue menatap dia tajam.
"Gue cium nih!"
Ya Ampun Jae, lo pikir ampuh begitu sama gue? Gue itu sodara lo, nggak mungkin lo ngelakuin hal-hal nggak senonoh begitu. Lagian sejak kuliah, bahasanya udah mulai aneh si Jaehyun. Jangan-jangan Haechan sama Renjun juga berubah kalo mereka nanti kuliah.
"Cantik!"
"Gue suapin."
"Ayoo bangun."
"Pangeran ganteng disini."
Gue mau tidur nih anak malah ganggu!
"Jae!"
"Iya? Kenapa? Makan dulu."
"Gue bilang nggak mau."
"Gue kuliah jam sepuluh nanti. Mumpung masih ada waktu. Gue suapin, beberapa sendok aja nggak papa. Terus minum obat. Yaaaaa-"
Dan gue selalu lemah kalo Jaehyun udah melembut begini.
《《《《《☆》》》》》
Gue terbangun karena deringan ponsel. Kesal tapi gelisah lebih mendominasi. Melirik hati-hati takutnya Deya. Tapi ini ternyata lebih gawat.
Gue keluar mendapati Renjun yang udah pulang, perasaan belum lama kepala gue diusap-usap Jaehyun sampe merem, tau-tau Renjun udah duduk di sofa ruang tamu.
Kok nggak kerasa banget sih.
"Kemana?"
"Cuci muka."
Pusing yang di rasa udah nggak dipeduliin. Gue merapikan rambut, memoles wajah seapik mungkin biar pucet karena sakitnya nggak keliatan.
"Halo sayang-"
Tempo hari beliau selalu menelfon dengan panggilan suara dulu, tapi akhir-akhir ini langsung video call. Untungnya juga bukan hari kemarin-kemarin, karena kepala gue yang pusing bukan kepalang ditambah kasus Deya membuat semua yang menghubungi nomer gue nggak gue respon sama sekali.
"Iya mah." Gue tersenyum.
Duduk diatas kasur aja pusingnya begini banget. Ya Allah~ hidup gue drama mulu sih.
"Gimana kabar sayang?"
"Baik Mah."
Semua pertanyaan beliau selalu diakhiri dengan kata 'Sayang'. Hmm, mungkin beliau sesayang itu sama gue.
"Mau oleh-oleh apa?"
Apa aja gue mah. Asal bermanfaat. Dikasih syukur, nggak dikasih yaudah. Yang penting gue nggak disuruh kembaliin lagi kapan-kapan kayak si nyai medusa.
Dan gue tau itu semua cuman basa basi sebelum ke pertanyaan yang paling inti, "Taeyong mana?"
Sudah diduga. Emak sama anak kan sama-sama punya HP, kenapa nanya ke gue sih? Heran Ya Allah ...
"Itu mah, Aya lagi main di rumah Renjun."
"Loh? Taeyong dirumah sendirian?"
Gue menjawab dengan anggukan. Tiba-tiba ngerasa nggak enak hati.
"Mamah sengaja ninggalin Taeyong biar kamu nggak sendirian. Kamu malah ke rumah Renjun."
Mampus, gue makin sesak sendiri dengernya. Mungkin, inilah tanda-tanda gue nggak sadar diri. Numpang, dikasih makan, hidup enak, malah ninggalin si tuan rumah.
"Yaudah. Jangan kelamaan ya. Cepetan pulang sama Taeyong."
Baik banget mas yang itu☝️😁😁😁😁😁
KAMU SEDANG MEMBACA
[not] Cinderella
Fanfiction"Semua keluarga kita nggak lagi ngejual lo. Semuanya ngerasa bersalah termasuk Tante Arum sama Eyang. Tapi ngeliat lo yang tiap kali pulang bahagia bikin kita semua juga ikut seneng liatnya. Kita pikir lo udah menemukan hal yang lebih baik daripada...