30

116 19 0
                                    

Siapa manusia yang nggak kesel kalo masa bahagianya diganggu? Walaupun gue dengan pasrah nurut buat ikut pulang sama Taeyong.

"Njun, jangan lupa baju yang gue cuciin di angkat. Ntar gue capek-capek nyuciin baju lo taunya nggak diangkat."

Renjun mengangguk pasrah. Jaehyun beresin sisa makanan yang tadi, dan Haechan mengurus empat box pizza yang Taeyong bawa.

Cowok itu cengar cengir dari tadi udah ngincer pizza, bisik-bisik biar Taeyong cepet pulang. Emang dasar sodara laknat, gue ini lagi dituker sama pizza ya?

"Jangan lupa Njun!"

"Gue udah bilang iya! Kok lo makin ngegas sih?" Renjun mulai naik darah karena nada gue yang tinggi. Dan gue lebih semangat buat meninggikan nada suara, "gue nggak ngegas ya!"

"Udah deh, pulang sanah."

Jahat memang kalian. Gue manyun, iya emang gue lagi sensi. Keliatan marah padahal nggak tega kalo harus pergi dari sana.

Gue melihat Jaehyun lama, cowok itu senyum lalu mengusap oelan kepala gue. Emang, cuman Jaehyun yang ngerti kata romantis. Sementara Renjun cuman membuang muka waktu gue bilang, "Njun, lo nggak ada niat mau meluk?"

Jadilah, gue menepuk pundak Renjun aja. Tapi tatapannya memyiratkan kata, 'gue sayang sama lo.'  Gue mengangguk ngerti. Lalu tersenyum lebar membuat Renjun percaya gue itu baik-baik aja.

"Sini dong peluk gue." Nggak usah ditanya, siapa manusia yang dengan semangat melebarkan tangannya. Nggak gue balas, cuman nabok tangannya aja biar nggak kepedean.

Lalu gue pamit ke keluarga dengan senyuman lebar. Semua orang nggak perlu tau kehidupan gue dirumah gedongan itu, yang penting mereka tau gue keliatan bahagia.

《《《《《☆》》》》》

Gue mengernyit waktu Mamah menunjukkan sebuah baju cantik warna navy. Takjub? Yaiyalah, gue liat harganya yang sampe jutaan. Gila, kalo ini gue kasih tau Haechan tuh anak pasti nggak percaya.

"Nanti ada pesta pertemuan sama kolega-kolega papah. Kamu dateng, pake baju ini ya.."

Pesta? Gue mengerjap. Makanan jenis apa tuh? Seumur-umur gue dateng ke pesta paling ulang tahun, itupun waktu kecil yang isinya cuman tiup lilin sama tepuk tangan.

Gue keluar dari ruang ganti, dengan terpaksa karena baju ini nggak sesuai level gue. Nggak ada sejarahnya cewek burik pake baju bermerek rancangan designer terkenal.

Mamah melotot, lalu mendekat. Melihat lebih jelas bahu gue. "Ini-" ucapnya tertahan sambil menatap gue aneh.

Gue yang paham mengangguk santai, "ooh, ini itu mah. Kena gigit Aul kemarin."

"Aul siapa?" Pekik mamah nggak percaya.

"Anaknya Mbak Mia yang masih tiga tahun."

Mamah membuang mafas lega. "Mamah kira itu sesuatu."

Sesuatu apa? Btw, gigitan Aul itu beneran mematikan. Karena kemarin posisinya gue memeluk Aul mau gendong dia terus gue bawa lari ke rumah Mbak Mia, tapi dia malah makin kuat gigit dengan reflek gue yang menjauhkan tubuh.

Jadilah, Aul gigitnya  kayak lagi makan ayam goreng. Ini udah biasa, Haechan pernah lebih parah, dia dilengan yang sampe sepuluh hari nggak ilang-ilang bekasnya.

Dan berkat gigitan itu, gue terbebas dari dress off shoulder yang nggak nyaman. Tergantikan dengan dress brukat berlengan panjang.

"Taeyong, aya keliatan dewasa ya pake ini."

Taeyong memalingkan wajah, "bocah mah bocah aja."

Istighfar Aya, nggak boleh kepancing. Udah cantik begini masa ngajak Mas-mas baku hantam, kan nggak elegan.

Anjing!

Taeyong dengan sigap menangkap gue yang hampir aja jatoh karena sepatu tinggi yang belum gue akrabin. Ini gue rasanya mau nangis aja waktu gue harus ngikutin langkah kaki panjang Taeyong yang cepet dengan sepatu egrang begini.

[not] CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang