25

121 19 2
                                    

Gue terbatuk kecil. Melihat ruangan luas ini tanpa satu manusia pun. Tv yang semalem udah dimatiin. Lampu yang masih padam dan suasana luar yang masih gelap.

Ini masih jam empat subuh. Udara dingin menusuk tulang. Ini sih diakibatkan oleh AC. Ya Tuhan-- nggak ada yang bangunin gue buat pindah apa? Atau gue kebo banget sampe mereka nyerah dan ngebiarin gue tidur di sofa sendirian?

Gue pindah ke kamar. Dengan kepala yang agak pusing. Paginya semua orang kembali seperti biasa. Nggak ada tanya-tanya apapun mengenai tidur gue. Mungkin ini, gue berharap sendirian aja pengen diperhatiin.

Dan siangnya, badan gue mulai panas dingin dan pusing. Jadi, gue mengambil es batu dan wadah. Menyembunyikan diri dikamar dengan mudah karena Mamah nggak ada di rumah. Kalo Papah mah di kantor kayak biasa.

Taeyong katanya ngambil libur kerja, tapi begitu mamah pergi dia juga ngeluarin mobil buat pergi entah kemana. Bodo amat. Gue nggak peduli.

Gue terbiasa mengompres demam sendiri. Dulu sih itung-itung mandiri. Nggak pengen merepotkan Tante atau pun orang lain. Well, gue terbiasa dengan perasaan nggak enak dan takut nggak bisa balas budi ke orang lain makanya lebih suka susah sendiri.

Pusing yang luar biasa ini membuat gue terisak. Pikiran tentang Mamah orang yang selalu ada dua puluh empat jam saat sakit mulai terputar. Gue makin merasa miris.

Mau minta tolong ke siapa? Mamah? Papah? Kalo Taeyong gue mah mending nggak usah. Dia pasti langsung nolak tanpa gue suruh.

Dan gue sempat melihat kontak nomor Renjun. Dia dulu yang dengan baiknya beliin obat dan bohong soal sakit gue ke orang tuanya.

Tapi sekarang, gue cuman bisa meringkuk dengan selimut tebal dan mengalirkan air mata nggak berguna hasil meratapi nasib.

Gue kesel sama diri gue yang begini, benci sama hidup gue yang menyedihkan. Mamah yang di surga, kalo tau Aya belum siap buat jadi mandiri kenapa pergi dan nggak pernah kembali?

[not] CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang