[Jangan lupa tinggalkan jejak ya, teman-teman. Vote n comment. Aku tahu kalau kalian juga tahu caranya menghargai.]
Kamis, 30 Mei 2019
Junho mengerutkan keningnya dalam ketika membaca sebuah pesan singkat yang baru saja Minkyu kirimkan padanya. Sahabatnya itu menanyakan posisinya di mana sekarang dan ajakan untuk makan siang bersama beberapa teman lainnya. Katanya, ada saudara dari teman kelas Minkyu yang akan datang berlibur ke Bali dan memelurkan pemandu wisata. Kebetulan sekali, Junho adalah salah satu mahasiswa pada sekolah tinggi pariwisata dan sudah sering melakukan praktek menjadi pemandu wisata. Jadi, Minkyu mengajaknya untuk bertemu dengan teman Minkyu itu.
Junho sudah menyetujuinya dan bersiap dengan motornya untuk pergi ke tempat Minkyu berada sekarang karena ia baru menyelesaikan kelas keduanya beberapa saat yang lalu. Namun, sebuah getaran panjang dan berkala pada ponselnya yang ada di saku celananya membuat ia mengurungkan niatnya sebentar untuk segera pergi meninggalkan area kampus. Dirinya sadar akan sebuah panggilan yang baru saja masuk ke ponselnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Tumben bener nelpon," Junho mengerutkan kening saat membaca nama yang tertara pada ponselnya, namun tetap bergerak untuk menjawab panggilan itu.
"Hallo, bang?" Junho membuka suaranya, menyapa orang di seberang sana dengan tenang. Ia memasukan tangan kirinya ke dalam saku jaketnya dengan mata yang bergerak menatap mahasiswa lain yang berkeliaran di sekitarnya sambil mendengar apa yang dikatakan orang di seberang sana.
"Jemput gue dong, Jun," lalu, ketika jawaban itu sampai ke telinganya, Junho tak tahan untuk berteriak kaget begitu saja, mengabaikan orang-orang di sekitar situ yang tiba-tiba menjadikannya sebagai pusat perhatian.
"HAH?!"
"Jemput gue, Jun," kalimat dengan inti yang sama kembali terdengar, membuat Junho berada di antara rasa kaget dan kesalnya.
"Elo kira-kira dong, bang, kalo mau minta jemput," ucap Junho dengan emosi yang mulai mendramatisir, "nanya dulu kek gue lagi di mana, ngapain, siapa tahu gue masih ada kelas gitu. Elo mah enak bukan mahasiswa lagi, lah gue. Masih mahasiswa yang gak tahu kapan kelar kesibukannya. Lagian, gue mau jemput lo di mana, sih? Lo di Surabaya, gue di Denpasar."
Terdengar helaan nafas pelan di ujung sana, sepertinya Yunseong malas mendengar semua penjelasan Junho yang sama sekali tak penting dan terkesan banyak drama juga. Lagi pula, mengapa kalimat-kalimat tak penting itu harus muncul, sedang Yunseong sudah tahu jika satu kalimat yang tadi ia ucapkan cukup untuk Junho pahami. Hanya saja, ia seharusnya ingat jika saudara sepupunya itu terkadang lupa menggunakan otaknya dengan benar.
"Gue di bandara Ngurah Rai, Jun. Jemput gue sekarang."
"Heh, apaan?" tanya Junho dengan nada tak senangnya, "elo bukan Mini ya, bang, yang punya rencana mau ke sini jadi tiba-tiba minta jemput."