[Jangan lupa tinggalkan jejak ya, teman-teman. Vote n comment. Aku tahu kalau kalian juga tahu caranya menghargai.]
Rabu, 24 Juli 2019
“Jadi sebenarnya, hari ini tuh libur gak sih, pak?”
Eunsang yang tengah menyelupkan kuas ke dalam cat berwarna hitam, mengajukan pertanyaan itu pada pak Gigih—yang tengah memegang kuas yang lain dan sibuk mengecat pembatas jalan menuju lab lingkungan. Tadi, ia dan Minhee hanya membantu bu Rati untuk sterilisasi alat-alat lab dan kini ikut membantu pak Gigih mengecat pembatas jalan. Itu seharusnya bukan pekerjaan pak Gigih, hanya saja ia melakukannya untuk mengisi waktu kosong selama belum ada induk di hatchery.
Minhee yang tengah asyik dengan ponselnya, jadi menoleh begitu Eunsang selesai mengajukan pertanyaan tadi. Kemarin, Dongpyo mengatakan bahwa si mungil itu mendengar dari pak Supar jika hari ini umat Hindu akan pergi berdoa, mengartikan bahwa akan banyak pegawai yang tak masuk kerja hari ini. Dan memang benar, tadi pagi bahkan tidak ada apel pagi. Tapi, yang membuat mereka penasaran dan tak paham adalah kenapa mereka harus mengisi absen, kerena yang mereka tahu, tak apel berarti libur.
“Gak libur,” pak Gigih menjawab, dengan tangan yang sibuk menggerakan kuas.
“Kok gitu sih, pak? Tadi pagi gak apel, terus ini banyak pegawai juga yang gak masuk.”
“Ya emang gitu,” pria itu menjawab lagi, “di sini kalo ada acara keagamaan itu, ya hanya yang nganut agama itu aja yang libur. Jadi kalo yang Hindu ada doa kayak hari ini ya mereka aja yang libur, yang lain tetep kerja.”
Lalu, penjelasan yang diberikan pak Gigih membuat keduanya mengangguk saja. Mereka lalu diam, sibuk lagi dengan urusan masing-masing hingga bu Rati datang dan mengajak Minhee untuk membantunya membuat gorengan. Hari ini, mereka tak membuat rujak, gorengan saja.
Beberapa lama setelah Minhee dan bu Rati masuk ke dapur, Eunsang dan pak Gigih yang telah selesai dengan kegiatan mengecat mereka juga ikut masuk ke dapur. Kali ini bersama Dongpyo yang sudah bergabung setelah selesai memberi makan abalon. Dongyun tak ikut karena kata Dongpyo, setelah dari hatchery, si Kim itu langsung kembali ke asrama.
Gorengan yang dibuat Minhee dan bu Rati juga sudah jadi beberapa, jadi mereka langsung saja duduk mengelilingi meja sedang si ibu sibuk membuat teh.
“Sang, coba liat ini deh,” pak Gigih tiba-tiba berucap di antara kegiatan makan gorengan mereka dengan tangan yang bergerak menunjukan ponselnya pada Eunsang yang duduk di sampingnya.
Lalu, ketika si rambut merah itu melihat apa yang ada di layar ponsel pak Gigih, ia tak dapat menahan dirinya untuk menunjukan binar kagumnya, “bagus banget, pak. Ini di mana?”
Lalu, ketika pertanyaan itu diajukan, Dongpyo yang duduk di hadapan Eunsang, dengan gerakan cepat meminta ponsel pak Gigih agar ia bisa melihatnya juga.
“Di taman edelweis,” pak Gigih menjawab kemudian, “mau ke sana?”
“MAU DONG, PAK!”
Bukan Dongpyo namanya kalau tidak semangat untuk urusan jalan-jalan. Si mungil Son itu bahkan sudah menatap pak Gigih dengan tatapan berbinar, seakan meminta pada si bapak untuk mengajaknya ke sana.
“Boleh,” pak Gigih mengangguk kecil, “mumpung lagi gak ada kerjaan juga kan? Tapi, emang kalian mau naik pick up?”
Tapi, pertanyaan di ujung kalimat pak Gigih membuat keempatnya saling melirik.
“Kan kemarin-kemarin, kalian jalan-jalannya naik mobil bagus. Emang kalian mau naik pick up?”
“Gak apa-apa, sih,” Eunsang dan Minhee kompak mengangguk. Hari minggu kemarin ke Amed juga mereka pakai pick up.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] PRAKTEK KERJA LAPANGAN || HwangMini
FanfictionCampus' Diary "Jun, kak Yunseong kapan jadi pacar gue?" "Kapan-kapan kalo lo mimpi." "Ih, kok lo jahat, sih, sama gue? Bodoh ah, gue pundung." "He, pundung ya pundung aja. Laporan noh dikelarin buru!" "Ogah. Nunggu kak Yunseong nembak gue dulu!" "HE...