🐠 Lima Belas

1.6K 246 18
                                    

[Jangan lupa tinggalkan jejak ya, teman-teman. Vote n comment. Aku tahu kalau kalian juga tahu caranya menghargai.]


















Kamis, 4 Juli 2019







“Dek, sini dulu!”

Eunsang dan Minhee saling melirik lalu melemparkan pandangan mereka pada dua lelaki yang tengah duduk bersama di teras laboratorium lingkungan milik balai. Bangunannya terletak di sebelah bangunan Hatchery tiram mutiara. Salah satu dari lelaki itu—memiliki tubuh sedikit gempal—mengangkat tangannya, memberi isyarat agar kedua mahasiswa PKL itu datang menghampiri mereka.

Melihat hal itu, Minhee mendorong Eunsang untuk maju lebih dulu. Lalu, ia mengekor di belakang lelaki manis berambut merah itu untuk ke teras lab lingkungan. Kedua lelaki itu adalah pegawai balai dan masuk dalam anggota divisi tiram mutiara—yang kalau Minhee tak salah ingat nama mereka Gede dan Irvan.

Kedua kakak itu sedang menikmati kopi pagi mereka bersama sekantong camilan. Di lab lingkungan memang ada dapur, jadi dapat ditebak jika para kakak itu membuat kopi di dapur.

“Duduk, dek,” lelaki bertubuh sedikit gempal—Gede—memberi isyarat agar dua adik yang sudah ada di depan mereka duduk. Membuat Eunsang—dengan gerakan sedikit canggung—duduk satu anak tangga di bawah posisi kedua kakak itu. Minhee menyusul di sisinya dengan posisi satu anak tangga di bawah tempat Eunsang duduk.

“Di dalam ngapain?”

Irvan mengajukan pertanyaan, lalu menunjuk bangunan hatchery dengan dagunya—teringat lagi jika tadi Minhee dan Eunsang sempat masuk ke dalam sana dan keluar lagi.

Eunsang menggeleng, lalu mengulas senyum tipis, “gak ngapa-ngapain kok, kak. Cuma liat-liat aja.”

Irvan terlihat meraih cangkir kopinya lalu meneguk minuman hitam itu dengan tenang, sementara Gede terlihat mengangguk kecil.

“Gak ada apa-apa di sana, baknya pada kosong semua,” Irvan berucap lagi setelah ia kembali meletakan cangkir kopinya.

“Emang di sini gitu,” si Gede menimpali, membuat Minhee dan Eunsang kompak melempar tatapan padanya, “dalam setahun tuh, kita punya sekitar tiga bulanan gak ada kegiatan karna emang gak ada induk.”

Minhee menelengkan kepalanya, menatap dua kakak itu bergantian lalu mengerjab. Ekspresi wajahnya kian menyenduh—tak jauh berbeda dari Eunsang. Astaga, mereka sudah jauh-jauh ke sini lalu tidak akan ada kegiatan yang berhubungan langsung dengan tiram sama sekali. Huaaa, Minhee rasanya ingin menangis saja.

“Kalian datangnya gak di waktu yang pas, dek,” Irvan berucap lagi, membuat wajah kedua lelaki manis itu semakin menyenduh.

Detik berikutnya, mereka kompak mengalihkan tatapan dari para kakak dan menatap tembok bangunan hatchery di depan sana. Tatapan mereka kosong dan seperti kehilangan arah. Kalau seperti ini, lebih baik tidak PKL sajalah.

“Kalian pulang aja dulu, nanti kalo udah ada induk, baru datang lagi.”

Gede tiba-tiba berucap lagi, membuat mereka kompak menatap si kakak itu. Minhee bahkan hampir mendelik tajam—kalau dia tidak ingat jika itu tidak sopan. Lagian, kak Gede ini ngomongnya enak banget gitu. Masa disuruh pulang lalu balik lagi. Dia kira, Minhee sultan kayak Yunseong apa? Duit aja masih minta sama bunda.

“Ya ampun, kak. Tiket pesawatnya mahal,” terima kasih Eunsang karena sudah menyuarakan isi hati Minhee.

“Kan ada yang murah,” Gede menjawab lagi—membuat Minhee langsung menatapnya saja. Menunggu apa yang akan dikatakan lelaki itu kemudian. Sementara Eunsang, dia sibuk sebentar karena ponselnya yang tiba-tiba bergetar, “JNE, JNT air.”

[1] PRAKTEK KERJA LAPANGAN || HwangMiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang