Awan Bimantara Cakra. Setidaknya itu nama lengkap yang kini tertulis di nametag seragamnya.
Beberapa kali mengusap wajah kasar, tak hentinya semua umpatan dia binasakan dalam mulutnya yang mengepulkan asap rokok.
"Macet aja terus. Lama-lama gue bangun jalan sendiri di kahyangan." Alvian bermonolog di kursi belakang
"Nanti gue ikut kalau pembangunannya udah selesai," Bara menyahut.
Awan menolehkan kepalanya ke arah Bara. Dengan sesekali menitikkan debu rokok ke jalan lewat jendela mobilnya.
Ketiga sekawan itu sesekali berdecak kesal. Macet yang tak kunjung reda bisa membuat waktunya untuk berangkat pagi sia-sia, jika toh pada akhirnya akan telat.
Awan kembali membunyikan klaksonnya, cukup dengan wajah yang lumayan emosi.
"Buta kok jalan-jalan, buta itu keras," Alvian meledek ketika matanya melihat gadis buta di tengah jalan. Penyebab terjadinya kemacetan.
"Itu batu, tolol!" Bara menyahut. Kesal.
Satu batang rokok habis. Awan masih diam di balik kemudi. Beberapa kali mengumpat dalam hati, berharap dihari berikutnya dia tidak akan menemukan kisah melankolis seperti ini.
Awan keluar mobil, kedua temannya membisu bingung. Namun Awan tidak memperdulikannya.
"Sialan!" Desisnya ketika sudah mendekati gadis itu.
Awan yang buta hati. Menarik lengan Atala, menyeretnya tak manusiawi, benar-benar tidak punya hati.
"Mungkin lo lupa, tapi gue mau ngingetin kalau lo itu buta. Bisa enggak di rumah aja? karena dunia kejam ini enggak pantas buat lo!"
Na.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blind
Teen FictionAku nggak butuh mata, jika itu hanya mengambil salah satu nyawa. _Atala Ulfiana. Written by IndaPurna 28 November 2019 End 16 Maret 2020