Acara yang di tunggu-tunggu sebagian siswa pun tiba. Dimana ada musik yang menggema di seluruh penjuru lapangan. Lampu hias yang berkelap-kelip di tiap sudut lapangan, bahkan suara tawa yang menghiasi berjalannya acara.
Malam yang gelap kini menjadi malam yang penuh warna. Sorak Sorai dari banyaknya siswa yang sedang asik menonton pemain DJ yang cukup terkenal menghiasi suasana malam.
Namun tidak dengan Awan, cowok dengan berjuta pesona yang berhasil membuat sebagian siswi memujanya itu, terlihat jelas bahwa dirinya sangat tidak ingin datang ke acara ulang tahun sekolahnya sendiri.
Tapi begitu, tak banyak dari mereka yang memperhatikan wajah Awan yang terlihat murung. Pesona Awan sungguh menghipnotis siapapun yang melihatnya.
Padahal dia hanya menggunakan kemeja berwarna putih yang lengannya di gulung asal hingga siku, sedangkan bawahannya ia hanya memakai celana panjang berwarna hitam yang bagian lututnya sobek-sobek.
Sungguh, malam ini Awan sangat membenci acara tidak penting ini. Ia lebih suka tiduran di kamarnya dengan mendengarkan lagu milik Sherina Munaf daripada harus berada di sekolahnya yang saat ia tiba sudah di sajikan musik DJ.
Awan tidak menyukai musik DJ seperti itu, musik yang menurutnya bisa membuat gendang telinganya pecah.
"Wan lo duduk sini deh, biar gue di situ." Pinta Alvian yang posisinya tengah duduk di depan Awan dan Bara.
"Kenapa emang?" Tanya Bara mewakili jawaban Awan dalam hatinya.
"Gue juga mau kali duduk bareng cewek cantik."
Awan mengangkat satu alisnya lalu menolehkan kepalanya ke arah kirinya setelah mendapat instruksi dari Alvian.
Napasnya berhembus pelan ketika matanya melihat Angel tengah berjalan ke arahnya, padahal instruksi yang di beri Alvian padanya saat ini sedang mengarah pada gerombolan gadis yang duduk di sebelahnya.
Awan berdiri, berniat pergi kalau saja Angel tidak meraih tangannya cepat. Membuatnya kini berhasil duduk kembali di kursi yang ia duduki semula. Untung saja saat ini ia tengah menunggu acaranya di teras salah satu kelas, membuatnya dengan leluasa bisa melakukan apapun.
Awan melepas tangan Angel yang menyentuh pergelangan tangannya sebelum bertanya. "Mau ngapain lo?"
"Nyamperin kamu lah." Jawabnya dengan senyum yang mengembang di bibirnya. Namun persetan, Awan tidak membutuhkan senyuman menyebalkan itu.
"Please, gue udah muak di acara ini jangan sampe lo tambah hancurin mood gue malam ini," Kata Awan, tanpa melihat ke arah Angel.
"Gue enggak bakal hancurin mood lo kok, asal lo mau bareng gue terus sampai acara selesai."
"Najis." Celetuk Alvian yang duduk di depan Awan dengan badan yang sudah sepenuhnya menghadap ke belakang.
"Tai wedus!" Kata Bara menyahut celetukan Alvian. Membuat Alvian kini tertawa karena perubahan wajah Angel.
"Bilang aja kalau gak ada yang suka sama kalian makanya kalian nyindir gue karena gue udah cinta banget sama Awan."
"Ih, kurang kerjaan banget gue nyindir nenek sihir," sahut Bara.
"kalau iri bilang, jangan nyindir. Cowok kok modal nyindir."
"Cukup!" Final Awan, membuat kedua temannya beserta Angel terdiam.
"Lo bisa pergi sekarang, ngel!"
"Gue gak akan pergi, dan gue cuma mau disini, di dekat lo," Kata Angel, sambil tersenyum dan menyelipkan tanganya lagi di lengan Awan.
"Kalau mau duduk disini, gausah nyentuh gue!"
Angel berdecak namun ia juga menuruti perkataan Awan, melepas tautan tangannya dari lengan Awan dengan kaki yang menghentak-hentak lantai.
☁️
☁️
☁️
Kedua gadis yang memiliki tinggi yang sama itu tengah duduk di kursi penonton sebelah selatan, yang hampir kursinya tak berpenghuni. Siswa yang mengisi bangku penonton sebelah selatan pun masih dapat di hitung menggunakan jari, ketimbang penonton yang duduk di sebelah Utara.
Selain lebih gampang bertatapan langsung dan berhadapan dengan panggung, kursi sebelah utara memang lumayan banyak daripada kursi sebelah selatan. Karena memang antara kursi selatan dan utara sengaja di pisah untuk di beri jalan mengarah ke panggung.
Jam sudah menunjukkan pukul 19. 53, acara pembukaannya pun juga telah di buka beberapa menit lalu setelah suara adzan isya selesai berkumandang.
Namun kegiatan pentas seni untuk mengisi acara belum juga di mulai, pasalnya menunggu musik DJ berhenti dan barulah acara pentas seni akan di mulai.
Atala pun tak berhenti-hentinya menggigit bawah bibirnya, gadis itu tengah cemas saat ini.
"Ta, bentar lagi kita tampil kok. Tenang aja jangan mikir yang macem-macem." Kata Neta seolah tahu isi kepala Atala saat ini.
"Ini udah jam berapa?" Tanya Atala
"19. 57"
Atala berdecak. "Ayah ngasih kita waktu cuma dua jam, dan acaranya aja belum juga di mulai."
"Tunggu sebentar lagi ya, Ta."
Belum sempat Atala menjawab, suara musik DJ sudah berhenti, membuat Atala menajamkan pendengarannya dan berharap bahwa acara pentas seni segera di mulai.
Terdengar sang pembawa acara menyampaikan sebait pantun sebelum membacakan kegiatan selanjutnya.
Selesai pembawa acara menyelesaikan pantunnya, semua orang turut berteriak heboh. Terutama Neta yang tak kalah hebohnya dengan gadis lainya yang membuat Atala mengernyit heran.
"Kenapa?" Tanya Atala akhirnya.
"Si pembawa acara bacain pantun bucin, terus kasih bunga ke cewek yang main DJ tadi."
Hingga akhirnya sang pembawa acaranya pun kembali melanjutkan membaca serangkaian kegiatan selanjutnya, membuat hati Atala berdegup kencang kala namanya di panggil bersamaan dengan Neta.
Na.

KAMU SEDANG MEMBACA
Blind
Novela JuvenilAku nggak butuh mata, jika itu hanya mengambil salah satu nyawa. _Atala Ulfiana. Written by IndaPurna 28 November 2019 End 16 Maret 2020