rindu

52 18 1
                                    

Ranti berdiri, segera menghampiri Awan yang menjatuhkan tas nya di lantai. Ranti mengusap wajah Awan yang penuh dengan lebam. Sekarang apalagi yang di lakukan anaknya itu.

"Ini kenapa?" Tanya Ranti dengan raut khawatir.

Awan tak menjawab, matanya lurus menatap Atala yang berusaha berdiri. Ranti kemudian menggoyangkan lengannya, berusaha menyadarkan anaknya.

"Awan! Mama tanya ini kenapa?" Tanya Ranti tak serantan.

"Tadi ayah Atala nemuin Awan ma, dia gebukin Awan dan tanya Atala dimana, tapi Awan nggak ngasih tau." Jawab Awan lirih dengan pandangan masih lurus ke arah Atala.

Beberapa detik, awan menatap mamanya lalu bertanya. "Mama denger apa yang dibilang Atala?" Tanya Awan. Ranti mengangguk dengan mata yang sudah berair.

"Malam ini, Awan mau ke rumah papa."

☁️

☁️

☁️

Malam tiba, sepeninggal Awan yang pergi tanpa berbicara sepatah kata pada Atala, membuat gadis itu merasa bingung pun campur kesal karena seharian dirinya hampir tak di ajak bicara oleh laki-laki itu.

Atala duduk di sofa ruang tamu. Sedangkan Ranti masih menyiapkan makan malam untuk Atala di dapur. Namun tak lama wanita paruh baya itu duduk di samping Atala. Tanpa basa basi ia langsung menyuapkan makanan pada Atala, membuat Atala sedikit heran.

"Nak, malam ini kamu tidur sama mama lagi ya." Pinta Ranti pada Atala.

Atala mengangguk lalu kembali mengunyah sesuap nasi yang di suapkan Ranti padanya. Seolah semua terasa sunyi, Awan yang tak mengganggu dirinya juga mamanya membuat Atala sekejap merindukan sosok laki-laki itu.

Ranti kembali menyuapkan sesendok nasi pada Atala. Tanpa banyak protes Atala menerimanya, toh ia hanya numpang disini, sudah di kasih makan plus suapan dari seorang ibu rasanya sudah lebih dari cukup untuknya. Dan mengapa ia banyak protes jika semua bisa ia dapat disini.

"Ma?" Panggil Atala.

Ranti yang semula menunduk mengaduk nasi menegakkan kepalanya dan menatap Atala. "Awan kemana?" Tanya Atala pada Ranti.

Ranti menggigit bibir bawahnya, lalu mengusap lembut kepala Atala sembari menjawab."dia kerumah papanya." Kata Ranti.

Atala mengernyit. "Papanya?"

"Iya, mama sama papa Awan bercerai dua tahun yang lalu." Lanjut Ranti.

Atala merasa menyesal, ia gigit bibirnya. Seharunya ia tak perlu bertanya seperti itu bukan.

Selesai menghabiskan makanan, Atala langsung di gandeng masuk ke kamar Ranti oleh wanita itu. Atala berbaring tepat di samping wanita itu.

Ranti mengecup puncak kepala Atala sebelum ia memeluk Atala dan memejamkan matanya, seolah Atala adalah anak kandungnya sendiri. Pun Atala hanya tersenyum ia balas pelukan Ranti dari samping.

Detik jam terdengar berjalan melambat, namun Atala masih enggan untuk menutup matanya. Ia merindukan Awan saat ini. Hembusan nafas berhasil lolos dari mulutnya. Sepulang Awan dari rumah papanya, Atala ingin sekali mencakar cakar wajah laki-laki itu lalu memukulnya kuat.

Kenapa laki-laki itu tak seperti biasanya, kenapa juga dia meninggalkan Atala. Perlahan Atala mencoba memejamkan mata, namun kembali terjaga saat tubuh Ranti bergerak membelakangi dirinya, pelukannya pun sudah terurai. Sepertinya wanita itu sudah menyelami alam mimpinya.

Tak lama ketika ia ingin memejamkan mata, suara motor dari depan rumah membuatnya kembali membuka mata. Ia merasa jika itu adalah Awan.

Perlahan ia angkat kakinya pelan lalu menuruni ranjang dan berjalan di atas langit dingin tanpa alas kaki. Ia rentangkan kedua tangannya, karena tak ada tongkat ia coba menyeimbangkan tubuhnya dengan berpegang pada tembok. Berusaha sepekan mungkin agar tak membangunkan Ranti.

Kenop pintu terasa sudah berada di genggamannya, ia perlahan memutarnya. Untung kenop pintunya sama persis dengan kenop pintu di rumahnya sehingga ia bisa memutar kenop pintu yang tidak di kunci itu dengan mudah.

Namun ia menyesali setelah keluar dari kamar Ranti dan setelah menutup pintu kamar. Ia masih belum hafal dengan jalan dimana arah pintu depan, ia berhenti di depan pintu kamar tanpa berniat melanjutkan langkahnya. Salah langkah sekali saja ia bisa memecahkan segalanya jika ia berpegang pada benda yang salah.

Akhirnya ia putuskan untuk duduk di depan pintu untuk menunggu Awan masuk ke rumah, setidaknya jika Awan akan masuk ke kamarnya ia akan tahu jika Atala duduk di depan pintu kamar mamanya.

Suara langkah kaki kemudian terdengar mendekat. Atala tersenyum sepertinya asumsinya benar, karena itu adalah Awan. Tak lama langkah kaki terdengar berhenti tepat di depannya, tanpa menunggu lama tubuhnya di peluk oleh seseorang. Yang ia yakin betul, jika itu Awan. Memang siapa lagi yang mempunyai wangi yang menjadi candunya seperti ini, selain Awan?.

"Kenapa disini?" Tanya Awan lirih sambil menangkup kedua pipi Atala. Atala tersenyum, lalu menumpu telapak tangan Awan yang ada di kedua pipinya.

"Aku kangen sama kamu." Kata Atala tak kalah lirih.

Segaris senyum terbit dari mulut Awan, Awan kembali merengkuh tubuh Atala kedalam pelukannya. "Mau tidur sama gue nggak?" Bisiknya kala Atala bersandar pada bahunya.

Atala memukul lengan laki-laki itu cukup keras, lalu berakhir mengusapnya kembali,  kemudian berkata. "Kalau ngomong di jaga."

Awan tertawa lalu menjawab. "Bercanda tuan putri."

"Kenapa tadi nggak ngomong sama sekali sama aku?" Tanya Atala setelah pelukannya dengan Awan merenggang.

"Tadi nggak sempet, soalnya gue buru-buru La." Katanya sembari mengusap puncak kepala Atala. Sepertinya kepala Atala juga akan menjadi candunya.

"Bohong." Kata Atala. Namun selanjutnya bukan jawaban yang ia terima tapi sebuah bibir yang mendarat di pipinya membuatnya seketika bungkam.

"Beneran. Gue nggak bohong."

Jangan lupa vote dan komen ya gaes

BlindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang