"apanya?" Tanya Atala, tangannya masih bertengger di bawah telapak tangan Awan.
"Megang tangan lo?"
Atala tersenyum tipis, membuat Awan tersenyum melihatnya. "Asal enggak macem-macem."
"Macem-macem yang kayak gimana? Kalau macem-macem buat curi hati lo boleh enggak?" Tanya Awan
Atala tertawa pelan. "Ada-ada aja."
Keduanya tersipu.
"Gue beneran La?" Katanya lagi membuat kening Atala kembali mengernyit heran.
"Beneran apa?"
"Buat curi hati lo. Buat bikin lo suka sama gue"
"Udah lah Wan, aku capek ketawa terus." Kata Atala mengalah.
"Tapi gue nggak capek liat lo ketawa terus. Kalau bisa, lo emang harus ketawa terus kalau lagi sama gue."
Keduanya tersenyum.
Lalu mereka kembali diam. Suara kendaraan yang berlalu lalang menemani sunyi antara mereka.
Awan tak berkedip, nyaris seluruh perhatiannya jatuh pada kedua mata Atala, bola mata coklat yang pertama kali menggoda hatinya.
Seketika hatinya berdegup kencang, ketika tatapan kosong Atala mengarah padanya. Membuat seisi hati Awan berteriak heboh di dalam dirinya, seakan berontak dan memintanya untuk merengkuh gadis itu ke dalam pelukannya.
Namun Awan segera menggelengkan kepalanya, dia masih cukup waras untuk melakukan hal konyol yang nantinya malah membuat Atala menjauh darinya, cukup kejadian membentak Atala saja yang membuatnya bersalah jangan sampai gara-gara meluk Atala dia akan kembali menyesal nantinya.
"Mau ice cream enggak?" Tanya Awan ketika matanya tak sengaja melihat penjual ice cream tak jauh dari tempat mereka duduk.
Namun bukanya membuat Awan senang karena Atala menerimanya, justru gadis itu memilih menggeleng membuat Awan berdecak dalam hati.
"Terus mau apa?" Tanyanya kemudian dengan kening mengernyit ke arah Atala yang masih menatapnya dengan tatapan kosong.
"Mau hati kamu boleh?"
Mata Awan bergerak lambat menatap mata Atala, sejenak sudut bibirnya tertarik ke atas sehingga membentuk lengkungan, dan akhirnya tawanya pun pecah.
Awan mengusap lembut tangan Atala lalu menggenggamnya, membuat Atala seketika menghentikan tawanya. "Apa sih yang enggak buat lo," Katanya.
Awan tersenyum ketika kedua pipi Atala bersemu merah jambu. Belum selesai Awan memandangnya, gadis itu dengan cepat sudah mengalihkan kepalanya, membuat Awan tak bisa lagi menatapnya.
"Gue beneran La, lo mau ice cream enggak, atau mau makan yang lain?"
Atala kembali menggeleng, membuat Awan menghembuskan napas pasrah.
Hari semakin lama semakin gelap, senja sore sudah tak terlihat lagi dari arah barat. Membuat Atala bergerak kecil lalu berkata. "Terimakasih."
Awan mengerutkan keningnya bingung. "Buat apa?" Tanyanya heran.
"Sudah buat aku senyum berulang kali sore ini," Kata Atala sambil tersenyum.
Reflek tangan Awan menyelipkan sehelai rambut ke belakang telinga Atala lalu mengusap lembut pipinya dan berhenti di ujung mata Atala. "Gue bisa jadi tempat curhat lo La, kalau lo mau?" Tawarnya tanpa mengalihkan tangannya dari pipi Atala.
"Jangan nangis lagi ya, gue sedih liatnya." Lanjutnya sambil mengusap mata Atala.
"Aku enggak nangis." Kata Atala.
"Iya gue tau ini mata lo bengkak bukan habis nangis, tapi karena di gigit hewan kan? Bilang sama gue, kucing atau monyet yang gigit?"
Atala kembali tertawa, meraba tangan Awan lalu menaruhnya di bangku. Matanya berkaca-kaca, bukan menangis tapi terlalu lama tertawa.
Sungguh, sepertinya Awan harus menandai sore yang penuh bahagia ini. Tak terhitung berapa kali bibirnya tersungging karena melihat Atala tersenyum.
☁️
☁️
☁️
"Habis dari mana kamu?" Tanya Bagas sambil bersendekap di ambang pintu.
Neta memperhatikannya sebentar lalu beralih menatap Atala. "Tadi dari taman om."
Bagas mencermati Atala sebentar, lalu menyentuh tangan gadis itu. "Masuk sekarang. Kamu boleh pulang Neta." Katanya pada Atala dan berlanjut pada Neta.
Neta mengangguk tanpa berniat mencium tangan Bagas dia memilih untuk segera pergi dari sana. Sepertinya sakit hatinya masih membekas.
Atala berdiam diri, tangannya masih di gamit oleh laki-laki itu lalu instruksi membuatnya memasuki rumahnya.
Angel memperhatikannya dari sudut ruang tengah, berdiri sambil menatap Atala dengan tatapan tak suka, tajam serta menyeramkan.
Sedangkan Ambar tersenyum pahit di dapur sambil mengaduk kopi.
Bagas memapah Atala pelan-pelan, kaki Atala meniti anak tangga perlahan hingga sampai di depan pintu kamarnya. Bagas membukakan pintu untuknya lalu menemani Atala masuk dan menyuruh putrinya untuk duduk di ranjang.
"Di minum dulu obatnya." Kata Bagas sambil membuka pembungkus pil.
Atala hanya menghembuskan nafas pelan. Ayahnya kembali normal, atau hanya pura-pura?
Tapi, seharunya Atala pun sudah terbiasa. Bukanya Bagas selalu melakukannya semena-mena? Membuatnya menangis lalu datang lagi seperti tak ada apa-apa, menyakitinya lalu kembali dengan membawa luka baru lagi.
Yang Atala tanyakan. Sampai kapan hal itu akan terus berputar?
"Atala ngantuk, pengen tidur."
"Setelah minum obat Ta."
"Kenapa harus minum obat? Atala kan enggak sakit." Kata Atala, tangan Bagas seketika berhenti beraktivitas. Lalu menolehkan kepalanya ke arah putri kandungnya.
Bagas meletakkan obat-obatan yang tadi ia pegang di atas meja, lalu beralih menggenggam putrinya. Atala sempat menolaknya, namun karena paksaan ayahnya akhirnya ia membiarkannya, toh mungkin saj kejadian ini tak berlangsung lama kan.
"Maafin ayah."
"Iya, emang kapan sih Atala nggak maafin ayah?" Batinya bertanya.
Atala sedikit mengernyit, ketika Bagas menyentuh pipinya yang masih ada bekas tamparan tangan ayahnya. "Seharusnya ayah enggak nampar kamu."
"Maafin ayah ya." Lanjut Bagas.
"Atala bakal maafin ayah kalau ayah mau nurutin permintaan Atala."
Bagas kembali menggenggam tangan Atala erat. "apa aja nak. Ayah pasti bakalan ngelakuin asal kamu maafin ayah."
"Ayah ceraikan Tante Ambar." Seketika genggaman di tangannya merenggang. Tanpa sepatah kata Bagas berdiri, menatap Atala sejenak lalu beranjak keluar.
Diambang pintu ia berkata. "Jangan jadi anak kurang ajar Ta. Ayah enggak pernah ngajarin kamu kayak gitu." Lalu pintu tertutup.
Na.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blind
JugendliteraturAku nggak butuh mata, jika itu hanya mengambil salah satu nyawa. _Atala Ulfiana. Written by IndaPurna 28 November 2019 End 16 Maret 2020