Awan mengerjap beberapa kali. Kakinya terpaku di atas tanah tempatnya meninggalkan Atala.
Detak jantungnya bak lari maraton, pun matanya yang tak berhenti meniti tiap orang yang melewatinya. Hingga kakinya menginjak sesuatu yang panjang. Kepalanya menunduk, terkesiap ketika melihat tongkat besi milik Atala berada di antara rumput.
Awan mengambilnya, memegangnya erat lalu menempelkannya ke dada bidangnya. Ia merutuki dirinya sendiri. Angin menyapu halus seluruh kulitnya, namun tak berhasil menyapu seluruh kekhawatirannya.
Tongkat yang ia pegang sudah menjelaskan semua yang ada di pikiranya, tak mungkin jika Atala pulang sendiri dan membuang tongkatnya begitu saja, itu terlalu tak masuk akal. Yang paling besar kemungkinannya. Gadis itu di culik.
Awan memukul kepalanya, ia menggelengkan kepalanya saat fikiranya membayangkan yang tidak-tidak. Hingga tepukan di bahu membuatnya menoleh.
"Lo ngapain semprul. Ini giliran kita nyanyi! Cepetan atuh lo mah lemot, ini juga motor ngapain udah di ambil hah?!" Kata Alvian tak sabar, sembari menepuk jok motor Awan.
"Wan! Ini giliran kita! Lo jangan sok linglung gitu deh, gue tabok nih!" Ujar Alvian lagi.
"Gimana bisa gue nyanyi kalau dia ilang!"
Alvian terdiam. Menatap Awan dengan perasaan ragu.
"Lo enggak kesambet setan kan, Wan?"
Awan mendengus kesal.
"Mit dedemit. Tolong keluar dari tubuh Awan. Lo keluar gue kasih jajan Lo gak keluar gue tendang," Alvian bermonolog.
"Yan! Bisa nggak sih lo enggak bercanda! Gue lagi khawatir dan lo malah seenaknya bercandain gue?!" Emosi Awan memuncak. Bersamaan dengan itu Neta dan Bara datang.
"Dimana Atala?"
"Ada apa sih ni?"
Tanya Neta dan Bara nyaris bersamaan. Membuat keduanya saling beradu pandang sebelum kemudian sok buang muka.
"Atala dimana Wan?" Tanya Neta.
"Atala siapa? Dan aku dimana? Sama siapa?" Alvian bertanya, bermonolog yang akhirnya malah mendapat tendangan maut dari Neta. Musuhnya. Alvian memegangi lututnya, nyeri menjalar di persendiannya.
"Lo kalau bercanda inget waktu dong! Dasar makhluk Pluto!"
"Biasa aja kali! Gue kan cuma tanya Atala itu siapa? Dan lo kenapa nyariin dia? Emang yang namanya Atala itu dimana?"
"Dia ilang! Dia di culik!" Awan berteriak, tak temu dengan jalan pikirnya.
"Lo bilang apa? Lo bilang apa Wan? Atala ilang?!" Neta bertanya, tak percaya.
"Lo jangan bercanda! Atala dimana?" Neta memberontak. Ia tarik kerah baju Awan dengan kaki sedikit berjinjit.
Bara melangkah maju, menarik lengan Neta namun gagal. Cekalan gadis itu terlalu kuat. Mungkin efek karena gadis itu juga sering ikut taekwondo di sekolah.
Alvian pun turut memisahkan, ia tarik Awan dari belakang. Namun kentara sekali, jika Awan pasrah dengan perlakuan Neta. Karena nyatanya, dia tidak mencoba mengelak.
"Net. Udah, udah Net," Ujar Bara, yang sayangnya tak dihiraukan oleh Neta.
"Gue bakal ngancurin muka lo sampai Atala kenapa-napa di luar sana!"
Neta berseteru, sebelum dia mengangkat kaki dari sana. Tertahan airmata yang ingin di suarakan.
"Atala siapa sih Wan? Cewek lo?"
☁️
☁️
☁️
Atala terduduk di lantai kala dirinya di buang seperti sampah begitu saja dengan seorang.
Lenganya terhantam ujung meja, tangis mengairi wajahnya, lalu wanita itu mendekat dan menjambak rambut Atala dan menariknya hingga wajah Atala mengarah ke atas langit-langit ruang tamunya.
Pipinya memanas kala seseorang menamparnya. Air matanya kembali keluar, dan tak sepatah kata pun bisa ia suarakan.
Atala menahan sakit di ubun-ubun, seraya hatinya berbicara. "Apa salahku?"
Berdenyut, ia merasa rambutnya seperti tercabut satu-persatu hingga akar-akarnya. Sampai ia bisa merasakan darah seperti mengalir segar dari atas sana.
"Kenapa lo bisa kenal sama Awan, hah?!"
Atala mengernyit, tertahan pertanyaan tentang kenapa Awan yang menjadi alasan Angel mengamuk.
"Mah .... mamah .... mamah!" Teriak Angel tak sopan kepada mamanya sendiri.
Derap langkah menuju ruang tengah, Atala tak hentinya mengeluarkan air mata. Ia tau, saat ini mama-tirinya pasti sedang melangkah ke arahnya.
"Ada apa sih Angel? Kenapa teriak-teriak?!"
"Ini salah mama! Mama kenapa biarin orang buta ini pergi!" Tanya Angel tanpa melepas tarikan tanganya dari rambut Atala.
"Tolong lepasin Ngel!" Teriak Atala tak kuasa. Rambutnya terasa semakin sakit dan seakan menjalar ke otaknya.
"Nggak akan! Jangan harap gue lepas rambut lo!" Teriak Angel tepat di telinga kiri Atala.
"Jaga mulut kamu, Angel!" Kata Ambar, mama tiri Atala.
"Lepasin rambut Atala, Angel!" Lanjut Ambar berusaha melepas genggaman tangan Angel dari rambut Atala.
"Oh jadi mama belain orang buta ini! Asal mama tau ya! Dia itu pergi ke sekolah aku ma! Dia nyanyi di sana! Gimana kalau semua orang tau kalau dia serumah sama aku dan tau kalau kami adalah saudara diri? Mau di taruh mana muka aku! Pakai ganjen sama cowok aku lagi!"
"Bisa kan di lanjut besok pagi! Papa kamu bentar lagi pulang! Bisa berabe urusannya kalau tau kamu perlakukan anaknya kayak gini!"
Dasar manusia yang tidak memanusiakan.
Derap langkah menjauh. Seiring langkahnya tak terdengar, detik jam berdetak memenuhi ruangan. Atala terpaku di tempat duduknya. Untuk ke sekian kalinya, ia merindukan sosok yang di sayanginya.
Ibunya.
Na.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blind
Teen FictionAku nggak butuh mata, jika itu hanya mengambil salah satu nyawa. _Atala Ulfiana. Written by IndaPurna 28 November 2019 End 16 Maret 2020