nyempurnain agama

41 17 2
                                    

Atala tersenyum malu. Pipinya merah jambu setelah mendengar ucapan Awan.

Mereka pun berjalan menyusuri taman dengan tawa mengelilingi mereka. Entah sudah berapa kali namun Atala terhibur. Rambutnya yang terurai bergerak indah tersapu angin.

Hingga mereka berhenti di bangku taman yang terletak sedikit jauh dari keberadaan teman-teman mereka.

Awan menyelipkan sehelai rambut Atala kebelakang telinga Atala. Lalu berkata. "Rahasianya apa sih kok tiap hari makin cantik aja?" Tanya Awan menggoda Atala.

Atala menyikut lengan Awan, membuat Awan sedikit mengaduh. "Mau cantik juga?" Tanya Atala.

"Enggak lah, lo aja yang cantik biar gue puas tiap kali liatin lo. Kalau gue cantik nanti lo ganteng lagi, dan lo bakal suka sama gue karena gue cantik."

"Tapi aku buta, mana bisa aku lihat kamu waktu cantik."

Seketika cahaya dari sudut bibir Awan menghilang. Membuat tatapan sendu muncul setelah senyumnya tertelan penyesalan. Perkataanya ada yang salah. Dan Awan sudah berakhir membuat luka di hati Atala. "Maaf." Kata Awan kembali menggenggam kedua tangan Atala erat.

"Gue enggak bermaksud buat Lala gue sedih."

Atala tersenyum sembari mengangguk. Sebelum Atala kembali melempar pertanyaan. "Boleh tanya?"

"Apa?"

"Apa aku boleh nyentuh pipi kamu?" Tanya Atala. Awan mengerutkan keningnya sebelum kemudian tersenyum dan mengangkat tangan Atala menuju pipi kirinya. "Dengan senang hati nona."

Atala tersenyum, ini sangat konyol. Namun Atala juga menikmati jemarinya bertemu dengan pipi Awan. Atala bisa merasakan, rahang tegas Awan disana. Sepertinya Awan memang dipoles dengan demikian rupa indahnya. Tuhan memang maha baik.

"Kenapa senyum-senyum?" Tanya Awan tatapanya jatuh pada bibir mungil Atala lalu beralih ke mata Atala. Mata yang berhasil membuat candu.

"Kamu ganteng."

Awan mengerutkan keningnya. "Masih cantikkan lo."

"Iya lah, aku cewek kamu cowok masa iya sama-sama ganteng juga sama-sama cantik."

Awan tersenyum mendengar penuturan Atala. Sebelum Atala menarik tangannya dari pipi Awan, namun kembali tertahan saat Awan menempatkan jemari Atala di pipinya lagi.

Atala mengerjap, namun tak juga mengelak.

"Pasti banyak yang suka sama kamu ya?" Tanya Atala kala itu.

"Iya."

Satu kata tersebut tepat merubah isi hati Atala. Ada yang berdecak penuh tanya karenanya.

"Banyak juga yang nyatain cinta ke gue, mulai dari cara ngirim surat, ngomong langsung sampai bawain bunga sama coklat ke gue."

Hati Atala berdesir. Bagai tersayat belati. Entah karena tak sadar Atala cemburu, atau karena Atala tak suka jika Awan dikagumi banyak orang.

"Tapi ada satu cewek yang enggak suka sama gue. Dan gue susah buat luluhin hatinya."

Kening Atala mengernyit. "Siapa?"

"Lo." 

Atala terdiam. Seluruh oksigen terasa menipis, dengan hembusan nafas Atala yang tidak beratur.

Hingga genggaman tangan Awan terasa mengerat di tanganya. Sentuhan tangan Awan yang satu di pipinya membuatnya merasakan sesak tiba-tiba di dalam hatinya. Jantungnya kembang kempis kala Awan mengusap lembut pipinya, persis seperti yang dilakukan Atala barusan.

"Apa lo belum suka sama gue?"

Atala kembali bungkam. Berusaha menormalkan detak jantungnya yang sialnya semakin menjadi ketika sentuhan Awan beralih di sudut bibirnya lalu kembali ke pipinya.

"Kalau lo belum suka, gu-"

"Aku suka," kata Atala. Memotong perkataan Awan.

"Tapi aku buta. Dan aku sadar kamu terlalu sempurna buat aku."

Awan menghembuskan nafas pelan. Matanya tak henti-hentinya menatap manik indah coklat yang Atala punya. Senyumnya luntur ketika mendengar perkataan Atala. Yang terasa menyakitinya.

"Gua nggak mandang itu La. Gue suka sama lo m.u.r.n.i. dari hati, bukan dari gengsi." Kata Awan sembari menekan tiap ejaanya.

"Kenapa? Apa yang kamu suka dari gadis cacat kayak aku?"

"Lo enggak cacat, La. Lo itu sempurna, jauh sempurna di mata gue."

"Gue suka sama lo enggak bisa di deskripsikan atau di tuliskan atau mungkin di ungkapkan bahkan sampai di ceritakan. Karena gue juga bingung La. Menurut gue lo nyaris sempurna, meski dengan mata yang buta. Lagian dari pertama gue suka sama lo, gue enggak pernah sekali aja mikirin mata lo yang buta. Karena gue emang sungguh-sungguh suka Karena gue pengen ...." Awan menelan salivannya. "Pengen nyempurnain agama gue sama lo."

"Ngaco deh!" Kata Atala sambil memukul pelan tangan Awan.

"Yah, gue kira Lo bakal baper. Padahal gue ngerangkai kata-kata itu satu menit 15 detik tau nggak."

Atala tersenyum. Lepas. Hingga gigi-gigi tersapu angin lembut. Ia terlalu bahagia siang ini.

"Jadi? ... Mau?" Tanya Awan.

"Mau apa?" Tanya Atala.

"Nyempurnain agama sama gue."

"Sekolah dulu yang bener."

"Habis itu nikah?"

Detak jantung Atala berhenti sesaat. Nafasnya memburu. Lalu tawa pun pecah. Seiring waktu berjalan terasa melambat. Seiring dia bersama Awan dunia terasa milik berdua. Hingga gejolak asmara sering kali datang tiba-tiba.

Na.

BlindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang