"jadi Angel saudara Lo?" Tanya Awan membuat Atala mengerutkan kening.
"Neta yang cerita." Lanjut Awan, seolah mengerti atas kebingungan yang di rasa Atala. Tak lama Atala menarik nafas panjang sebelum kemudian ia mengangguk.
"Terus... Tentang tes.." kata Awan sempat ragu. Atala mengernyit lalu meneguk salivannya.
"Angel nunduh aku kalau malam itu aku keluar karena jadi pelacur."
Awan membelalakkan matanya, hembusan nafas kesal berhasil lolos dari mulutnya. Sebelum akhirnya dia memilih menatap manik coklat yang menjadi candunya itu, lalu mengusap pelipis Atala yang sudah di tutup dengan plester.
"Sorry ya La, kemarin gue udah ngebiarin Angel bawa Lo pergi. Seharusnya gue cegah dan Lo gak bakal kena masalah kayak gini."
"Udahlah Wan, gak perlu di inget-inget. Yang penting sekarang seenggaknya aku udah lebih dari aman." Kata Atala.
Awan tersenyum. Lalu mendekat, mengusap lembut pipi Atala sebelum kemudian mengecupnya dengan super kilat. "Eh.." ujar Atala linglung.
Belum sempat Atala melanjutkan protesnya, Ranti datang dari arah dapur dengan membawa nampan berisi makanan. Ada nasi goreng dengan irisan sosis merah juga lauk dadar telur di atasnya. Baunya semerbak enak.
Ranti duduk di antara Awan dan Atala, lebih tepatnya menggeser posisi Awan lalu ia tempati posisi Awan semula. Awan berdecak, dan Ranti hanya tersenyum tipis tanpa melihat putranya mengaduh tak terima.
"Mama suapin ya nak." Kata Ranti sambil membawa sepiring nasi ke telapak tangannya.
"Tapi ma.. "
"Ayo aaa..." Kata Ranti menghiraukan perkataan Atala yang berusaha menolaknya. Atala menghembuskan nafas pelan sebelum kemudian ia membuka mulut dan menerima sesuap nasi yang di berikan Ranti padanya.
Awan tersenyum melihatnya. "Awan juga mau dong ma."
"Ambil sendiri." Jawab Ranti cepat, lagi-lagi Awan berdecak.
Selang beberapa menit makanan yang di suapkan Ranti tandas. Ia kemudian menoleh untuk melihat jam yang tergantung di dinding. Sudah menunjukkan pukul 23. 05, Ranti menghela nafas pelan lalu mengusap lembut rambut Atala.
"Atala mau tidur di kamar mama atau di kamar Awan?" Tanya Ranti membuat Atala mengernyit bingung, namun Ranti malah tersenyum tipis.
"Nanti kalau di kamar Awan, biar Awan tidur di luar kalau kamu tidur di kamar mama nanti tidur sama mama." Lanjut Ranti.
"Aku..." Atala sedikit bergerak. "Terserah mama." Lanjutnya.
☁️
☁️
☁️
Atala duduk di lantai dekat sofa. Lagu simfoni Hitam milik Sherina Munaf di putar dari arah depannya. Sedangkan Ranti masih asik masak di dapur, sedang Awan masih belum pulang dari sekolahnya.
Semalam tidur bersama Ranti di kamar wanita yang mempunyai hati bak malaikat itu, membuat Atala teringat akan ibunya yang dulu juga sering menemaninnya tidur kala ia ingin di temani.
Wajah ibunya perlahan melintas, mengorek kembali masa-masa indah yang pernah mereka rangkai sebelum kecelakaan hebat mengubah segalanya.
Ia juga masih ingat, dongeng apa saja serta lagu apa saja yang pernah di nyanyikan ibunya untuknya. Segala kenangan manis pun kenangan disaat ia membuat ibunya kecewa terhadapnya karena pernah di panggil kepala sekolah lantaran berkelahi di sekolah juga masih tersimpan jelas di otaknya.
Atala menggigit bawah bibirnya, sebelum kemudian suara Ranti membuatnya menarik sudut bibirnya ke atas.
"Kenapa duduk di lantai?" Tanya Ranti yang menyusul Atala duduk di lantai. Ia menaruh sepiring dadar gulung manis yang ia buat di atas meja.
Atala hanya tersenyum membalas pertanyaan yang di lontarkan Ranti padanya.
"Mama buat dadar gulung, nih di coba. Mama sendiri loh ya buat." Kata Ranti sembari mengambil satu gulung dadar ke arah Atala.
Atala kemudian menerima satu suapan yang di berikan Ranti untuknya, rasanya memang manis juga enak. "Ini enak ma." Katanya di sela mengunyah.
"Terimakasih." Ucap Ranti lalu mengelus puncak kepala Atala.
"Nak?" Panggil Ranti
"Iya ma?"
"Apa mama boleh tanya sesuatu?" Tanya Ranti, Atala mengernyit bingung seketika perasaan tak enak menjalar memenuhi rongga dadanya. Sebelum kemudian ia mengangguk.
"Mata kamu itu emang cacat dari lahir atau...?" Tanya Ranti tanpa berani meneruskan kalimatnya.
Atala menghembuskan nafas pelan. Atala menunduk lalu menjawab. "Atala buta karena kecelakaan ma."
Ranti tersentak, dadanya kembang kempis. Tanganya pun gemetar, sepertinya ia sudah salah menanyakan hal pribadi gadis itu. Namun belum sempat mengakhiri perkataan yang ingin ia lontarkan, Atala lebih dulu menarik tangan Ranti yang gemetar lalu membawanya dalam genggamannya.
"Atala kecelakaan sama ibu waktu itu, tapi Tuhan lebih sayang sama ibu. Tuhan bawa pergi ibu dari Atala, dan Tuhan juga ngambil mata Atala."
Ranti mengeratkan genggaman tangan Atala, ia tumpu telapak tangan Atala kemudian mengusapnya lembut.
Atala menahan getir di dalam dada, sungguh mengenang masa lalu yang luar biasa menyakitkan itu tidak mudah. Namun jangan salah, tiap hari pun seolah Tuhan ingin Atala mengenang masa itu dengan menghadirkan bayangan ibunya ke dalam mimpi-mimpi nya.
Bukanya Atala menolak jika Tuhan menghadirkan kenangan itu setiap saat, hanya saja sudah pernah di katakan itu tidak mudah, apalagi bersifat menyakiti.
"Waktu itu motor yang kami kendarai di tabrak mobil bagus yang sayangnya pemilik mobil itu nggak tanggung jawab." Lanjut Atala membuat Ranti mengernyit, seolah ia juga pernah di sisi itu.
"Mobilnya kenceng banget dari arah berlawanan ma, padahal waktu itu motor yang di kendarai ibu sudah pas letak sama posisinya. Tapi mobil itu." Atala menunduk. "Mobil itu malah nabrak motor ibu sampai kami menabrak pohon di sisi jalan, dan selepas itu aku udah nggak tau apapun."
"Waktu bangun pun, aku cuma bisa nangis karena nggak terima sama kenyataan kalau akhirnya aku buta. Tapi yang lebih membuat aku nggak terima aku kehilangan sosok ibu dalam hidup aku." Lanjut Atala dengan mata yang mulai berair.
"Dan sejak itu, kisah Atala berubah ma."
Ranti meneguk salivannya, kerutan di dahinya semakin bermunculan hingga akhirnya mulutnya bersuara. "Kapan nak kejadian itu?" Tanyanya.
"Tiga tahun yang lalu, tepatnya di hari Selasa tanggal dua puluh empat bulan Januari."
Ranti tersentak, pun tak lama suara yang timbul akibat barang yang jatuh dari arah pintu rumah membuat Ranti menoleh dan Atala yang tersentak kaget.
Jangan lupa vote dan komen ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Blind
Teen FictionAku nggak butuh mata, jika itu hanya mengambil salah satu nyawa. _Atala Ulfiana. Written by IndaPurna 28 November 2019 End 16 Maret 2020