Pertemuan

44.4K 814 17
                                    

Istri Bayaran

Bagian 1

Aku tiba di sebuah gedung menjulang tinggi dan megah di kawasan elit Jakarta, mungkin ada puluhan lantai tingginya. Melihatnya saja membuat leherku pegal.

Ya ... Ini semua gara-gara Maya, aku harus menggantikan tugasnya mewawancarai seorang pengusaha yang katanya memiliki banyak perusahaan di mana-mana. Maya sedang demam dan diare, sedangkan ia harus menyelesaikan tugas ini untuk dikumpulkan lusa.

Setelah memarkirkan mobil kecil berwarna merah punya Maya di parkiran bawah tanah, aku bergegas menaiki lift yang tersedia di dekat parkiran mobil.

"Baguslah Maya meminjamkan mobilnya jadi aku tidak perlu berdesakan naik bis yang kalau pagi hari penuh sesak tanpa celah sedikitpun untuk selonjor." Aku bergumam dalam hati

Aku memasuki sebuah lobi yang ketika masuk pintu kaca itu akan bergeser sendiri seperti di film-film yang aku tonton. Langsung saja aku menuju resepsionis di mana seorang wanita cantik memakai pakaian formal berwana abu-abu dengan riasan tebal, dan rambut pirang diikat rapi.

"Maaf apa Pak Zeinnya ada Mba?" tanyaku pada wanita bermata biru entah itu biru asli atau karena memakai softlens

"Apakah anda sudah membuat janji?" tanya wanita dengan name tag Michele.

"Saya menggantikan teman saya Maya Wardani untuk mewawancarai Pak Zein hari ini." jawabku menunjukan sebuah kertas berisi daftar pertanyaan.

"Oh iya, saya akan menghubungi sekrestarisnya terlebih dahulu." katanya dengan senyuman menungging layaknya sebuah lengkungan alis.

Aku hanya berdiri dan menunggu sampai diperbolehkan untuk menemui Pak Zein.
Beberapa karyawan lalu lalang,  seolah sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Ibu Maya anda sudah ditunggu!" seorang wanita dengan rambut pirang dan ikal namun bukan Michele, kali ini memakai setelan formal celana dan jas berwarna biru dongker tua. Ia sangat tinggi, putih matanya yang cokelat membuat ia semakin sempurna.

"Oh iya baik, tapi maaf saya bukan Maya, saya temannya dan menggantikannya karena dia sedang berhalangan." Aku menjelaskan pada wanita yang tingginya berbeda jauh dariku ini.

"Tidak masalah, saya Silvani sekretaris Pak Zein. Saya akan mengantarkan anda ke ruangan Bapak." wanita itu juga tersenyum lebar layaknya sebuah lengkungan alis Emak-emak yang aku lihat di sekolah TK adikku.

Wanita itu berjalan semampai dengan sepatu hak tinggi, setelan baju kerja yang ia pakai memberi kesan ia semakin tinggi semampai layaknya model di majalah-majalah fashion. Kami masuk ke dalam lift, dan wanita yang bernama Silvani itu menekan tombol 31.

Tidak butuh waktu lama, pintu lift terbuka, Silvani membawaku ke sebuah ruangan di mana aku banyak melihat wanita dengan pakaian rapi dan berambut pirang.

"Ada apa ini kenapa orang-orang yang bekerja di sini bule semua?" aku bertanya-tanya dalam hati.

"Silahkan masuk" Silvani membuka sebuah pintu yang cukup besar berwarna cokelat yang begitu terbuka langsung terlihat kemewahan sebuah ruangan bernuansa hitam dan abu-abu. Sebuah sofa yang besar berwarna hitam. Meja besar layaknya meja direktur utama yang ada di film-film.
Seorang laki-laki memakai setelan jas berdiri menghadap jendela kaca yang luas.

Tiba-tiba saja kakiku tersandung dan jatuh seketika di lantai. Betapa malunya aku, mungkin aku terlalu asik menikmati kemegahan gedung ini sampai tidak sadar bahwa lantai ruangan ini lebih rendah dari ruangan luar.

"Anda tidak apa-apa nona?" sebuah tangan kekar mencoba membantuku berdiri.

"Maaf ... a-ku terlalu gugup." jawabku terbata, pipiku sedikit panas menahan malu.

Istri BayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang