Cerita masa lalu

14.4K 466 29
                                    

Istri Bayaran
#IstriBayaran

Bagian enambelis

Pagiku sangat bersemangat, cuaca cukup mendukung, terik matahari yang masuk melalui jendela membuatku sadar bahwa hidup ini sangat istimewa. Tentu saja karena perlakuan Ben semalam sukses membuatku berbunga-bunga.

Dengan semangat membara aku menyiapkan pakaian kerjanya dan menyiapkan sarapan untuk suamiku sewaktu ia sedang lari pagi keliling komplek.

Meskipun aku hanya istri palsu Ben, aku ingin melakukan segala hal agar Ben berubah pikiran dan menghapus perjanjian pernikahan kita berdua.

"Ya ... kali ini aku benar-benar ingin menjadi istrimu yang sesungguhnya, aku ingin pernikahan kita adalah pernikahan yang sebebenar-benarnya Tuan Ben!" Aku membatin.

Kupilih setelan jas berwarna cokelat, dan dasi senada. Aku juga memilihkan sepatu pantofel yang menurutku akan cocok dipadukan dengan pakaian kerjanya.

Kuciumi jas Tuan Ben, aroma wangi pakaian kerja Ben membuatku mengingat akan setiap perlakuan manis Ben.

"Sepertinya aku akan gila jika tidak bersamamu Ben!" Aku berbicara sendiri.

Setelah menyiapkan segala hal, kemudian aku bergegas untuk mandi, sengaja agar begitu Ben pulang dari lari pagi dia akan melihatku sudah rapi dan wangi.

Selesai berganti baju, kemudian aku langsung bergegas menuju ruang makan aku sudah tidak sabar ingin menunjukan telur gulung buatanku kepada Ben.

Namun, melihat kursi di meja makan masih kosong, beberapa makanan masih tersaji rapi tanpa ada sentuhan. Aku mengernyitkan dahi merasa heran kemana Tuan Ben, apakah belum siap? Atau masih di kamar?

"Pak Zein sepertinya terburu-buru Nyonya, beliau menyuruh Nyonya sarapan sendirian." terang Bibi.

"Ben sudah berangkat Bi?" tanyaku heran.

"Sudah Nyonya."

"Berarti belum sarapan Bi?"

"Belum Nyonya."

Ada sedikit perasaan kecewa, bagaimana tidak? Aku sudah belajar susah-susah membuat telur gulung ala-ala korea tetapi Ben malah pergi begitu saja tanpa menyentuhnya sedikitpun.

"Nyonya ... Nyonya ...!" Bibi menyentuh lenganku membuatku terbangun dari lamunanku sesaat.

"Ah ... iya maaf Bi. Ada apa?" tanyaku.

"Nyonya jangan sedih, bagaimana kalau Nyonya membawakan kotak bekal makanan untuk Pak Zein." ujar Bibi.

"Ide bagus ... terimakasih Bi!" teriakku sambil merangkul Bibi.

Dengan bantuan Bibi aku menata beberapa telur gulung yang sudah dipotong-potong. Tidak lupa ku masukan sepasang sumpit stainless kedalam kotak bekal berwarna biru muda.

Ku lajukan mobil merahku di jalanan ibu kota yang cukup padat dijam kerja. Beberapa orang terlihat memasang wajah serius ketika menunggu lampu lalu lintas berubah menjadi hijau. Mereka semua seakan sedang memburu waktu, mereka seolah ingin waktu berjalan lebih cepat agar bisa segera sampai ke tempat tujuan.

Terkadang aku merasa iri, semua orang punya kesibukan, semua orang punya pekerjaan, sedangkan aku? Aku hanyalah palsu.

Begitu lampu lalu lintas berubah hijau semua orang langsung berlomba ingin melaju terlebih dahulu, bahkan mereka membunyikan klakson beberapa kali yang menurutku itu tidak perlu.

Membutuhkan waktu sekitar setengah jam lebih, barulah aku tiba di depan gedung menjulang tinggi mencakar langit, yang jika melihat sekilas bagaikan gedung yang angkuh, orang biasa tidak akan mudah memasuki gedung seperti itu.

Istri BayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang