Butuh Keajaiban

12.4K 745 293
                                    

Istri Bayaran
#IstriBayaran

Bagian duapuluhtujuh

Pov Felinda Maharani alias Fe alias Rani alias Nyonya Ben.

Entahlah ... apa yang terjadi denganku? Ketika aku membuka mata, aku melihat pemandangan yang asing. Aku berada di bangsal rumah sakit. Layaknya orang yang sakit dengan selang infus di tangan dan Ben berada disisiku. Sepertinya Ben tertidur saat menjagaku.

Apa mungkin aku pingsan? Aku tidak ingat apapun, mungkinkah karena efek aku sehabis mendonorkan darah kemarin? Seingatku aku sedang berada digendongan Ben saat pulang dari rumah Nenek, kami pulang dengan mobil Ben setelah itu aku tidak ingat apapun.

Ku belai pelan rambut Ben yang sangat lembut dan wangi, terlalu wangi untuk seorang pria yang sangat sibuk.

Sesederhana ini perasaanku melihat dia tertidur di sampingku membuat perasaanku semakin besar, semakin dalam rasa kagumku terhadapnya. Dialah suamiku, seorang pria sejati yang membelaku, memilihku di depan Neneknya. Aku berharap dia selalu sehat, selalu bahagia.

Kepalanya mulai bergerak, sepertinya Ben bangun. Ku sapa suamiku yang baru saja terbangun.

Sorot mata Ben terlihat sangat khawatir dengan kondisiku, dia juga terlihat kucel dan sangat berantakan.

Kebersamaan seperti inilah yang aku rindukan, bukan saat ia menepis tanganku, bukan juga saat ia mendiamiku seperti waktu itu. Aku sangat takut hal seperti itu terjadi lagi.

Ben suami yang sangat sabar dan telaten merawatku, belum pernah aku melihat sisi Ben yang selembut ini? Ben membersihkan tangan dan kakiku, menyuapiku makan, menyisir rambutku, dan membacakan buku saat aku merasa jenuh. Entahlah apa Ben sudah tahu perihal kehamilanku atau belum?

"Tuan Ben apakah kamu sudah siap menjadi seorang Ayah?" tanyaku, untuk mengetahui bagaimana reaksi Ben? Aku penasaran jika dia tahu apakah dia akan senang sekali atau biasa saja.

"Aku selalu siap, bahkan jika kembar lima sekaligus." jawabnya, meski bukan jawaban yang ku inginkan tetapi cukup membuatku menahan tawa.

"Waduh ... memang kucing lahir langsung lima. Bisa-bisa sobek. Hhhh," jawabku.

"Apanya yang sobek?" tanyanya dengan wajah polos.

"Aku hamil." ucapku mempertegas maksudku.

"Oh ...," jawabnya meng-oh kan saja.

"Cuma Oh doang?"

"Terus?"

"Ya apa kek ...,"

"Yang penting kamu sehat, seorang Ayah punya cara menyambut juniornya." jawabnya.

"Begitu yah ... aku pikir kamu bakal girang, jingkrak-jingkrak, atau ngakak guling-guling sangkin senangnya. Ternyata ...," Aku sedikit kecewa dengan reaksi Ben saat itu.

Seseorang mengetuk pintu ditengah pembicaraan kami berdua, pintupun terbuka begitu saja tanpa menunggu dibuka. Rupanya sopir Didi yang datang. Ia hanya melangkah sekali dari pintu seolah ia sengaja memberi jarak untuk tidak dekat denganku.

Wajah Didi menunjukan sesuatu, sepertinya ia hendak melaporkan sesuatu yang  sangat penting. Ben mendekat ke arah Didi, mereka berbicara berbisik nyaris tidak terdengar sama sekali. Aku tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan, dari guratan wajah, dan rahang Ben yang mengeras sepertinya Ben mendengar sesuatu yang tidak terduga.

Ada apa sebenarnya? Aku ingin tahu, tetapi saat aku menanyakannya Ben hanya bilang ada proyek baru dan harus segera pergi. Bukankah Ben sedang berbohong di depanku saat ini? Jika memang itu proyek baru kenapa wajah Didi sangat tegang? Baiklah akupun akan memainkan peranku, jika ia ingin aku tidak tahu dan bersikap tenang. Aku akan mencari tahu sendiri.

Istri BayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang