Mimpi buruk

12.9K 488 50
                                    

Istri Bayaran
#IstriBayaran

Bagian Delapanbelis  : Mimpi buruk

Note penting : Pembaca dimohon bijak, part ini mengandung adegan untuk orang dewasa 21+ pembaca dimohon bijak

Mari kita mulai ceritanya...

Arnesh mengantarku pulang dan kemudian pergi, rumah terlihat sangat sepi, hanya ada penjaga keamanan yang bersiaga di pos jaga. Ia menyapaku sekilas, akupun hanya tersenyum kecil.

Pintu rumah tentu saja terkunci, ku tekan tombol bel untuk membangunkan Bibi. Selang berapa menit Bibi membukakan pintu untukku.

"Bibi maaf aku pulang larut, aku menghadiri reuni bersama Arnesh." Aku menjelaskan agar Bibi bisa memberikan laporan kepada Tuannya.

"Maaf Nyonya tadi Pak Zein menelpon. Beliau kehilangan ponselnya saat perjalanan ke Surabaya." ucap Bibi kembali menutup pintu begitu aku masuk ke dalam rumah.

"Oh pantas saja dihubungi susah, terimakasih Bi."

Kenapa ponselnya hilang tidak membeli lagi? Tuan Ben bahkan mampu membeli pabrik ponselnya. Kenapa tidak meminjam ponsel Silvani untuk menghubungiku? Atau mungkin dia tidak hapal nomor ponselku?

"Apa Nyonya sudah makan?" tanya Bibi.

"Sudah ... Bibi sudah makan kan?" tanyaku balik.

"Sudah Nyonya, saya akan menyiapkan air hangat untuk mandi Nyonya." kata Bibi

"Tidak perlu Bi, aku bisa menyiapkan sendiri. Bibi bisa istirahat."

"Baik Nyonya." Bibipun meninggalkan aku dan menuju kamarnya yang dekat dengan tangga.

Akupun bergegas naik ke kamarku untuk mandi dan beristirahat.

Dengan guyuran air hangat dari shower, ingatan sewaktu aku dan Ben bersama terus datang. Sedang apa kamu Ben? Aku sangat merindukanmu.

Aku merindukan sentuhannya, merindukan sikapnya, merindukan perhatiannya, merindukan marahnya. Kapan kamu pulang? baru dua hari saja aku merasa sangat sepi apa lagi sebulan.

Selesai mandi ku kenakan baju tidurku, kemudian langsung rebahan di atas dataran kasur yang empuk. Karena mataku enggan terpejam, ku coba membaca buku apapun yang ada di dekatku. Sejam membaca buku tidak juga membuat mataku mengantuk.

Ku buka laci dan membaca kembali surat yang Ben tinggalkan kemarin. Ku ciumi aroma surat berwarna merah muda yang wangi. Sekuntum bunga mawar merah yang sudah layu masih tergeletak di atas nakas.

"Kenapa kamu hanya memberiku satu kuntum saja Ben? Kamu sangat pelit." Aku membatin.

Aku masih saja belum bisa tidur, ranjang ini justru makin membuat aku merindukan sosok Ben. Akupun memutuskan untuk bangun dan menuju kamar Ben. Kamar kami tidak begitu jauh. Kamarku terletak di sebelah kanan setelah dari tangga. Sedangkan Ben sebelah kiri setelah tangga.

Ku buka pintu kamar Ben yang tidak dikunci, kamarnya gelap karena penghuninya sedang pergi. Ku nyalakan lampunya dengan menekan saklar yang tidak jauh dari pintu.

Sebuah kamar yang cukup besar dengan nuansa abu-abu, aku lupa kapan terakhir aku masuk ke kamar Ben? Aku pernah tidur di sini sekali dulu sebelum menikah dengan Ben. Ya ... hanya sebatas tidur saja.

Ku edarkan pandangan ke setiap sudut ruangan, mataku menangkap sebuah pigura besar dengan ukiran kayu berwarna putih tergeletak begitu saja dengan posisi gambar menghadap dinding.

Akupun penasaran dan mencoba membalikan pigura tersebut. Gambar apa yang ada di pigura itu? Kenapa tidak dipasang? Ternyata itu sebuah potret dimana ada aku dan Ben. Ya ... ini adalah foto pernikahan kami. Berukuran sangat besar sangat indah dan elegan. Ben yang sangat tampan mengenakan tuxedo hitam, sedangkan aku mengenakan gaun pengantin putih tulang dengan rambut digerai.

Istri BayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang