13. Memilih Pergi

51 9 0
                                    

Setelah kejadian hari lalu saat Varuna memilih keluar dari ekskul seni tari, Varuna benar benar tak menampakkan wajahnya lagi di ruang seni. Bukan tanpa alasan, Varuna sangat menyukai tari namun sikap dari sosok Altar kepadanya membuat nya tidak tahan.

"Al, lo tuh kenapa sih? Bukannya lo yang nyuruh gue buat Varuna ikut tari modern, kenapa lo maki maki si?" Yola sangat kesal kepada Altar.

"Gue cuma pengen yang terbaik buat acara dies natalis nanti." Ujar Altar lalu melenggang pergi meninggalkan Yola yang masih menggebu gebu.

"Ishh, Altaaaarr!!!" Yola menyusul Altar yang memang tujuan mereka sama yaitu ruang seni. "Tapi udah 4 hari latihan Varuna bener bener gak dateng." Yola kembali berujar saat Altar sudah tersusul oleh nya.

Altar tidak menanggapi ucapan Yola.

"Al dengerin gue! Lo bilang lo mau yang terbaik buat acara dies natalis nanti kan? Selama 4 hari latihan tanpa Varuna, koreografi nya lebih ancur kan?" Ujar Yola.

"Nanti juga gak ancur lagi kok." Altar tetap acuh.

"Gue gak ngerti lagi sama jalan pikiran lo, Varuna berbakat Al. Dan kalaupun kemarin Varuna ngelakuin kesalahan ya wajar baru beberapa hari latihan. Tapi lo marah marahin dia. Sekarang koreografi nya ancur lo bilang nanti juga gak ancur lagi. Varuna juga kalo udah terbiasa gak bakal salah lagi kan? Apalagi kaku."

Altar lagi lagi tidak menanggapi ucapan Yola.

"Gue heran sama lo, lo gak pernah bentak bentak cewe sebelum nya. Tapi kenapa Varuna selalu di perlakuin ga baik sama lo. Punya masalah pribadi apa sih kalian?" Yola kembali berujar.

"Gue gak punya alesan Yol, gue juga gak tau kenapa gue harus perlakuin dia gak baik." Altar kini menjawab dengan wajah frustasi.

Kini Yola yang tidak menanggapi ucapan Altar. Ia langsung masuk ke ruang seni karna kebetulan mereka sudah sampai.

***

Sementara di tempat lain Varuna tengah asyik makan cireng bi Asti. Tak sendiri, seperti biasa Varuna selalu bersama Rara.

"Lo gak latihan nari Ra?" Ujar Varuna

"Tari tradisional jadwal nya nanti jam 10 Na, lo ikut kan?" Varuna menjawab.

"Gue kan udah keluar, lo lupa?" Varuna mengangkat satu alisnya.

"Lo serius waktu bilang mau keluar?" Tanya Rara.

"Gue gak akan kuat kalo harus dipermaluin terus Ra, gue tau gue gak punya bakat nari, tapi gue rasa gue gak berhak dapet bentakan dan kata kata gak menyenangkan kan? Gue pendiem mungkin mereka pikir dengan gue di perlakuin kayak gitu gue bakal diem aja, tapi meskipun pendiem gue punya emosi, gue punya hati, gue punya mulut buat bicara, dan see? Gak ada yang peduli kan? Gak ada yang ngerti juga perasaan gue." Jelas Varuna panjang lebar.

"Gue ngerti kok Na," Rara mengelus elus punggung Varuna.

"Kalo lo ngerti, lo gak akan nanya kayak tadi." Varuna berujar datar. "Mereka pada bujuk gue buat gabung lagi, tanpa mereka tau apa yang gue rasain. Terus pas kemaren gue di perlakuin gak baik mereka gimana? Gak peduli kan? Ada yang bela gue? Gak ada Ra, termasuk lo! Lo cuma bilang sabar sabar, lo pikir mudah sabar?" Setelah berujar, Varuna pergi dari  kantin meninggalkan Rara yang termenung oleh penuturan Varuna.

Rara tak menyangka sesakit itu Varuna. Rara berfikir memang ia tidak banyak membantu. Tapi Rara kira hal seperti itu tidak sampai membuat Varuna sesedih sekarang. Rara paham Varuna sekarang sedang down.

FRUMOS ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang