Satu minggu berlalu.
Varuna memilih menelungkupkan kedua tangannya di atas lutut, menunduk. Lelah sekali akhir akhir ini. Beruntung kini ia diberi waktu untuk rehat.
Duk.
Sesuatu mengenai punggung Varuna pelan. Varuna menoleh, ck. Seseorang menghampirinya. Kemudian menyodorkan susu kotak kesukaannya. Mau tak mau Varuna menerimanya, menaruhnya di rumput tak jauh dari tempat ia duduk.
Duduk tepat di sebelah Varuna. "Kenapa?"
Varuna menggeleng, menggeser tubuhnya sedikit menjauhi orang tersebut. Tak mau kalah, orang tersebut menggeser tubuhnya pula mendekati Varuna.
"Lo kenapa seminggu ini gak jawab sapaan gue, gak jawab chat gue?" Altar jengah. Ya, orang tersebut adalah Altar.
"Gue gak suka!"
Ambigu.
Altar menatap ke arah Varuna. Menunggu sang pujaan hati melanjutkan kalimatnya.
1 menit dengan keheningan, keduanya menatap lurus ke depan. Memandangi rumput hijau yang semakin hari semakin tinggi.
Halaman belakang sekolah tak jauh dari ruang seni tempat keduanya berlatih.
"Gue gak suka lo perlakuin kayak gitu Kak!" Altar menoleh.
Perlakuan seperti apa yang Varuna maksud?
"Gue malu, hiks."
"Gue malu kenapa lo harus cium gue didepan orang banyak?" Altar menautkan alisnya.
Tunggu!
Sepertinya Varuna salah bicara.
"Hiks. Ma—ksud gue bu—" Altar membekap mulut Varuna.
Menghapus air mata Varuna kemudian berujar, "jangan nangis."
"Lagi berdua nih. Mau pas lagi berdua aja?" Ujar Altar menggoda.
Varuna refleks menoleh, melebarkan matanya. "Bercanda. Jadi karna itu sayangnya gue nyuekin gue selama seminggu ini?"
Varuna menghela nafasnya. Biar bagaimana pun, yang Altar lakukan padanya selalu membuat hatinya berdebar.
"Gue gak mau di cap sebagai orang yang murahan."
Bukan.
Bukan sepenuhnya karna itu.
Ia takut Nabila sedih.
Oh ya ampun.
Baik sekali Varuna itu.
"Itu kali pertama dihidup gue."
"Itu juga kali pertama di hidup gue, Runa." Altar ikut berujar.
"Gue minta maaf. Gue pengen buktiin aja ke lo kalo gue beneran sayang sama lo. Gue gak main main soal perasaan gue. Gue pengen buktiin ke lo dengan cara ngelakuin itu di depan orang banyak. Tapi ternyata ca—"
"Cara lo salah Kak!" Varuna memotong.
"Iya, cara gue salah Runa."
Melihat wajah Altar yang merasa bersalah membuat Varuna iba.
"Ck, tanggung jawab kaaak!! Pipi gue udah gak perawan lagi nih." Varuna bercanda.
Keduanya terkekeh. "Iya iya, gue tanggung jawab deh kalo gitu." Ujar Altar.
"Tapi gue kayak langsung kena azab gitu loh Kak," ujar Varuna.
Altar menautkan alisnya kembali, "azab?"
"Iya, gue langsung dapet tamparan. Haha." Varuna tertawa sumbang. Menyakitkan sekali mengingat kejadian itu, rasanya ingin meruntuki diri sendiri saja. Bahkan sampai sekarang pun Varuna tak mampu bertegur sapa dengan Rara.
Altar yang menyadari perasaan Varuna saat ini mengelus elus punggung Varuna. "Jangan diinget inget kalo nyakitin. Ada gue."
Varuna lagi lagi ingin menangis. Saat dirinya sedang tidak baik baik saja, pasti ada saja orang yang benar benar peduli. Saat mengetahui kedua orang tua Varuna memilih berpisah, tetap ada tante Lisa yang mengerti dan peduli terhadap dirinya. Kinipun sama. Ia masih punya Altar untuk bersandar.
Varuna menoleh ke arah Altar, memperhatikan bahu Altar.
"Mau?" Altar menepuk nepuk bahunya. Varuna mengangguk. Disandarkannya kepala Varuna pada bahu Altar. Wangi tubuh Altar begitu menenangkan. Altar merangkul Varuna dan mengelus lembut kepala Varuna.
Varuna menghela nafas.
Ma, Nana udah gede kan ma? Nana bener bener butuh sandaran kak Altar ma.
"Na?"
"Hm?"
"Gue sayang banget sama lo. Gue gak tau harus ngelakuin apa biar terkesan romantis. Gue gak pernah nembak cewe nih sebelumnya. Tapi gue beneran sayang sama lo. Gue mau selalu ada buat lo, pengen jagain lo. Lo, mau kan jadi-" Altar menghela nafas, "-pacar gue?"
"Aduh! Kok gak enak banget sih. Padahal gue rangkai kata udah dari tadi, masih belom romantis ya?"
Varuna terkekeh, mengangkat kepalanya dari bahu Altar. "Iya gak enak tau Kak!"
Altar menggaruk kepala yang tak gatal. "Percuma banget gue latihan lama."
"Hahaaaa, yaudah."
"Yaudah apa Na?" Tanya Altar. "Apa ya?" Keduanya malah tertawa. Awkward sekali rasanya.
Absurd.
"Na,"
"Kak!"
Ucap keduanya berbarengan.
"Kak Altar dulu," Varuna mengalah.
"Enggak. Euu— jawaban lo?"
"Gue juga suka kak Altar, dari lama." Altar tersenyum menatap Varuna.
Varuna mengangguk. "Runa bersedia jadi orang yang kakak jaga. Iya Runa mau kak!"
*****
Assalamualaikum wr wb
Readers!!!!!
Gemesh banget kenapa gak nge feel gitu☹️☹️☹️
Ih kesel bangeuuuuttt si!!!
Gak ada pengalaman pribadi:( hahaa
Udah ah
Selamat membaca❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
FRUMOS ( End )
Teen FictionTAHAP REVISI !!! ___________________________________ "Lo ikut ektra seni?" "Iya" "Gak ada tampang seni nya." "..." Bukan tentang perkataan, tapi tentang perasaan. kisah tentang laki laki yang mencintai seorang perempuan namun tidak tahu cara menyamp...