Varuna menyerahkan helm yang baru saja ia pakai kepada Altar. Perjalanan dari sekolah terasa sangat singkat. Mungkin karena bersama sang kekasih.
Ada yang bilang, sama sama menjadi yang pertama itu menyenangkan. Saling memiliki, saling tahu bagaimana menjaga hubungan yang baik agar yang pertama ini jauh lebih berkesan.
"Makasih kak, mau mampir?" Tawar Varuna.
Altar melihat ke arah rumah, "Ada orang?" Tanyanya.
"Nanya nya itu terus deh setiap ditawarin mampir. Aku gak mungkin nawarin kalo gak ada orang dirumah." Varuna mencebik.
Mencubit kedua pipi Varuna gemas, "biasa aja dong. Pacar!" Altar menggoda.
Jelas saja pipi Varuna bersemu. "Nyebelin sihh!!! Udah sana pulang, gausah mampir mampiran!" Melepas tangan Altar dari pipinya dan mendorongnya jauh.
"Yaudah pulang dulu kalo gitu." Ujar Altar membawa helm yang sempat dipakai Varuna.
Varuna lantas mencekal tangan Altar, "eh becanda doang kakk!!!"
Altar terkekeh mencolek hidung Varuna, "iya tauu sayang. Udah hampir sore, daripada aku mampir malah ganggu istirahat kamu. Aku langsung pulang aja."
Varuna mengangguk tersenyum, tak lupa rona merah masih menghiasi pipinya.
Altar menaruh helm yang Varuna pakai di kaca spion. Mengelus rambut Varuna lalu berkata, "yang tadi jangan di pikirin ya Na, tangan aku masih siap tutup dua telinga kamu. Bahu aku juga masih siap jadi sandaran buat kamu. Kamu gak kayak yang mereka bilang kok. Aku sayang kamu."
Varuna tersenyum dan mengangguk, memukul dada Altar pelan lalu memeluknya. "Mau meluk kok dipukul dulu sih Na?" Altar terkekeh.
Varuna melepas pelukannya, "terharu tau Kak!!" Varuna tertawa. "Kalo Rara yang ngomong gitu, udah aku ketekin kali!" Sorot mata Varuna berubah menjadi sendu.
Altar yang menyadari hal tersebut langsung mengusap - usap bahu Varuna. "Jangan pikirin yang sedih sedih Na." Altar memeluk Varuna dan membisikkan sesuatu, "akuuu masih disini," Altar mengatakannya sambil bernyanyi.
"Ah kak Altar mah, Runa jadi pengen ketawa kan." Varuna tertawa setelah melepas pelukan Altar. "Ya emang harus ketawa terus Na, makin sayang kalo kamunya ketawa terus."
"Ck iya iya, gombal banget! Udah sana pulang. Runa kayaknya mencium bau bau orang kepo." Altar mengernyit. "Hah?" Lalu melihat ke arah balkon kamar Lisa.
"Haha. Tante Lis lucu banget kek anak kecil ya Na, ngintip ngintip!" Varuna mengangguk membenarkan apa yang Altar katakan.
Lalu Altarpun pamit dan bergegas meninggalkan rumah Lisa. Varuna memasuki rumah dengan bersenandung riang.
"Eh ehhhh, ada yang abis peluk pelukan." Lisa mengerutkan bibirnya. "Jadi kangen mas Bagas." Lanjutnya.
"Iya deh yang LDRan sama suami." Varuna mencebik.
"Iya deh yang baru jadian!" Lisa meledek. "Kok tante tau?" Kaget Varuna.
"Kok tante tau?" Lisa menirukan gaya bicara Varuna. "Ya tau atuh cantik, nenek nenek juga pasti tau ABG yang lagi anget angetnya pacaran mah!"
"Ah tante!" Pipi Varuna bersemu kembali.
Tak sengaja Varuna melihat kertas dengan desain yang sangat Indah berwarna merah muda dipadukan dengan warna merah ati. "Ini undangan siapa tan?" Varuna memegang undangan tersebut.
"Oh itu undangan pertunangan mas fakhri. Papamu." Ujar Lisa sedikit tak enak. "Undangan buat kamu Na, katanya kalo kamu lagi gak sibuk, dateng aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
FRUMOS ( End )
Teen FictionTAHAP REVISI !!! ___________________________________ "Lo ikut ektra seni?" "Iya" "Gak ada tampang seni nya." "..." Bukan tentang perkataan, tapi tentang perasaan. kisah tentang laki laki yang mencintai seorang perempuan namun tidak tahu cara menyamp...