Aku masih mengingat dengan jelas kapan ini terjadi.
Di tahun terakhir aku kuliah, dan seharusnya aku lulus pada saat itu tapi semuanya menjadi kacau.
Memang aku yang bebal. Aku sudah tahu segalanya, bahkan ketika Yoongi-hyung mengatakan padaku untuk berhenti.
Jungkook bukan lelaki yang baik, aku sudah mengetahuinya.
Hubungan kami tidak akan berjalan dengan baik. Bahkan saat aku meminta berhenti dan reaksi Jungkook hanya datar saja aku sama sekali tidak kaget.
Menyesal juga tidak gunanya, semua sudah terjadi.
Tapi yang jadi masalah adalah disini, setelah aku selesai dengan Jungkook.
Ketika aku tahu aku sedang membawa anak Jungkook dalam tubuhku, aku masih berpikir semua akan baik-baik saja. Kalaupun Jungkook tidak mau mengakuinya, aku masih bisa menghidupinya sendiri. Hanya ada aku dan anakku.
Namun semua tidak berjalan dengan baik.
Rahasia yang aku sembunyikan mulai tercium ayahku sendiri.
Aku masih mengingatnya, bagaimana dia menyeretku dengan paksa lalu menghajarku. Ibu hanya bisa menangis. Bahkan ketika kata-kata kasar keluar dari mulutnya, seumur hidup baru pertama kali aku melihat ayah seperti itu.
Mungkin itu bentuk rasa kecewa yang dia rasakan padaku.
Anaknya melempar kotoran pada wajah orang tuanya sendiri.
Ayah adalah orang yang konservatif dan kolot. Semua harus berjalan sesuai dengan kehendaknya, termasuk hidup anak-anaknya. Dia memegang kontrol besar dalam keluarga. Tidak ada yang berani melawannya.
Ibu hanya bisa diam, kata-katanya lemah lembut menasehati aku agar sabar ketika hidup terasa seperti di penjara. Ayah menutup segalanya, bahkan kuliah yang harus selesai dalam beberapa bulan lagi harus ditinggal dan berakhir sia-sia.
Anaknya membawa aib, itu yang dia katakan.
Kediktatorannya tidak berakhir sampai situ. Ketika anak yang kubawa anak yang aku bawa akan lahir. Ayah berkata jika aku akan tinggal di luar negeri. Aku menyetujuinya, asalkan aku tetap bersama dengan anakku.
Tapi itu tidak pernah terjadi. Di hari pertama setelah anak ini lahir, aku mendengar ayah akan membuangnya. Aku tidak pernah berpikir ayah akan setega ini, dia menjadi seseorang yang jahat di mataku. Bahkan ketika aku menangis memohon-mohon padanya sampai bersujud. Ayah tetaplah ayah, pendiriannya tidak akan berubah.
Rasanya seperti kosong. Aegi, aku memanggilnya seperti itu. Sekali melihatnya ketika dia masih berlumur darah yang berasal dariku.
Aku berpikir jika tidak akan pernah melihatnya lagi ketika harus benar-benar pergi.
Hidup baru di tanah yang asing tidak begitu mudah. Ibu selalu menemani. Depresi berat sampai kehilangan berat badan secara masal. Aku tidak bisa melupakannya. Dia bersamaku selama sembilan bulan. Memikirkannya membuatku sakit, apakah anakku baik-baik saja? Apakah dia masih hidup?
Sampai aku menemukan titik terang. Beribu terimakasih mungkin tidak cukup untuk Yoongi-hyung. Butuh tiga bulan sampai dia bisa menemukannya, dan waktu itu terasa seperti di neraka. Aku sekarat, dan mungkin saja lebih memilih untuk mati jika dia tidak bisa ditemukan.
"Aku menemukannya, dia ada di panti asuhan di pinggiran Seoul."
Suara Yoongi-hyung benar-benar menjadi penyelamat saat itu.
Sekali lagi aku harus berterimakasih padanya. Dia menjadi penghubung antara aku dengan dia. Aku tahu bagaimana perkembangannya melalui Yoongi-hyung.
KAMU SEDANG MEMBACA
SPARKLE [end]
ContoJungkook menemukan anak kecil di depan pintu rumahnya dengan surat yang mengatakan jika anak itu adalah anaknya