KAREEN
“Jadi, apa pekerjaanmu?” aku mendengus jengah mendengar pertanyaan yang ditanyakan my number one man in the world, Papa-ku, Azkanio Geovanni pada pria manis teman kencanku, Rean.
“Saya vokalis band, Om. Band saya cukup terkenal di Indonesia. Om coba search Google aja nama band saya, Lipstick, pasti langsung masuk jajaran top search,” jawab Rean mantap. Aku tersenyum mendengarnya. Rean adalah pria dengan kepercayaan diri tinggi, itu yang membuatku menyukainya dan menerima ketika dia menembakku. Yang kali ini pasti akan lulus seleksi Papa.
“Vokalis band, yah?” Papa manggut-manggut tampak berpikir sejenak.
“Berarti sering nggak pulang rumah, dong? Wah, putri Om bakal sering ditinggal dong kalau nikah sama kamu,” ujarnya tiba-tiba membuatku membulatkan mataku atas pertanyaannya. Kenapa Papa memikirkan sampai sejauh itu?
Rean tersenyum, berusaha terlihat sopan, aku yakin dia juga mulai tidak nyaman dengan semua pertanyaan dan aura intimidasi yang Papa gencarkan. Aku juga akan merasa begitu jika berada dalam posisinya. Bahkan sekarang rasanya aku ingin memasukkan Papa ke dalam karung dan melarutkannya ke Laut Cina Selatan. Hush, apa-apaan pikiranku itu, kalau aku benar-benar melakukan itu, aku bisa digergaji sama Mama. Lagipula, aku belum siap kehilangan Papa-ku yang ganteng, super protective, dan nyebelin ini.
“Itu kan atas perintah manajemen juga, Om. Kita sebagai artis hanya bisa menuruti perintah manajemen mau manggung kemana ” jawab Rean sopan. Ah, pacarku memang sangat penyabar. Aku jadi semakin menyukainya!
“Berarti kamu bukan pria yang berprinsip!” tembak Papa tiba-tiba dengan seringai kemenangan samar di wajah tampannya yang tak termakan usia.
Aku yakin, kalau ini film kartun pasti mataku sudah melorot jatuh dari rongganya dan rahangku sudah jatuh menyentuh lantai.
“Maksud, Om?” tanya Rean tidak mengerti.
“Iya, soalnya kamu ngikutin perintah orang. Kamu harus punya prinsip dong sebagai seorang pria. Kalau kamu menikah dengan anak saya nanti, kamu akan mengepalai keluarga putri saya, Kareen. Mau jadi apa cucu-cucu saya nanti kalau Papa-nya nggak punya prinsip dan hanya menuruti perintah manajemen,” jelas Papa santai.
Rean terduduk kaku di sofa ruang tamu. Tangannya mengepal dan rahangnya mengetat. Aku yakin Rean pasti sedang menahan amarahnya sekarang. Aku berusaha mengelus kepalan tangan Rean yang bersandar di punggung single sofa yang ia duduki. Berusaha menyurutkan emosi Rean.
“Mungkin iya, Om, saya bukan pria berprinsip dan nggak pantes buat putri Om, Kareen. Kalau begitu saya permisi Om. Selamat malam.” Akhirnya tiba juga saat ini. Saat Rean telah kehilangan kesabarannya akibat ulah Papa yang nyebelin.
Rean bangkit dari duduknya dan melangkah cepat keluar dari rumahku.
“Rean, tunggu!” aku berusaha mengejar langkah Rean.
“Princess, biarin aja pria itu,” perintah Papa membuatku mendelik sebal ke arahnya.
“Papa! Ini udah yang kesekian kalinya! Udah lima calon aku bawakan ke rumah tapi nggak ada satupun yang dapat acc dari Papa. Sebenarnya maunya Papa apa sih!?” pekikku kehilangan kesabaran.
“Papa mau kamu menikah dengan pria terbaik. Papa nggak mau putri-putri Papa nanti mendapatkan suami yang menyusahkan hidupnya. Papa ingin kamu dan Azareen mendapatkan jodoh yang benar-benar sesuai untuk kalian,” jawabnya santai sambil mengambil majalah bisnis di atas coffee table di hadapannya dan mulai membacanya.
“Pa, Kareen udah nggak muda lagi. Mama aja udah terus mendesak Kareen buat nikah. Kalau semua calon Kareen di tolak sama Papa, gimana Kareen bisa nikah, Pa?” protesku dengan nada manja yang tak bisa kucegah. Aku sadar, setiap bersama Papa, nada manja ala Little Princess-ku tak dapat kuhilangkan, kemanjaanku selalu muncul di hadapan Papa tanpa bisa dicegah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Love Issue
ChickLit*first sequel of 27 to 20* Dua puluh tujuh tahun, cantik, cerdas, berbakat, dan belum mempunyai pasangan? Aneh? Tidak juga, kalau kamu menjadi Kareenina Divira Geovanni, putri sulung kesayangan Azkanio Geovanni. Dengan sang ibu sudah mendesaknya unt...