Five

86.8K 4.2K 91
                                    

EVAN

Apa kalian pernah mengalami family zone? Di saat kalian mencintai seseorang dan orang itu hanya menganggap kalian sebagai adiknya. Miris? Tentu saja.

Ucapkan selamat padaku. Karena aku resmi bergabung dalam KKFZ alias Komunitas Korban Family Zone.

Dugaan kalian seratus persen tepat. Aku terjebak family zone dengan 'Kakak' angkatku sendiri, Kareenina Divira Geovanni. Entah dimulai sejak kapan dan entah akan berakhir atau tidak.

Yang kutahu hanya satu. Aku sangat menyayanginya, tidak, mencintainya secara tulus.

Sayang, ia hanya menganggapku seorang adik. Dan mungkin, selamanya akan begitu.

Apa kalian tau? Rasanya sangat sakit ketika Kareen bercerita padaku tentang pria-pria yang menjalin hubungan dengannya. Tentang perasaannya ketika ditembak. Melihat binar matanya ketika mengagumi pria lain. Rasanya seperti jantungmu diremas dengan keras lalu dicampakkan dan diinjak dengan keras secara tidak berperikemanusiaan?

Sadis? Katakan pada Afgan.

Aku pecundang. Aku tau.

Aku bukan pria yang jantan. Aku sangat tau.

Aku pengecut besar. Aku paling mengerti hal itu.

Tapi aku hanya pria biasa yang terjebak cinta. Terdengar menggelikan? Salahkan kepada penulis narasiku.

Dan di sinilah aku, hanya mampu memeluk Kareen-ku dalam diam. Aku dapat merasakan bebannya. Pasti sulit berada dalam posisinya.

Didesak terus oleh Tante Maureen, Mama-nya untuk segera menikah, sedangkan Om Azka yang sangat selektif tidak akan sembarangan menyerahkan putri kesayangannya pada pria yang tidak jelas asal-usulnya.

Aku mengerti, atau lebih tepatnya berusaha memahami, perasaan Tante Maureen. Beliau sudah cukup berumur —jika mengabaikan fakta tentang fisiknya yang awet muda— dan ia pasti sangat merindukan suara tawa bayi memenuhi hari-hari tuanya bersama Om Azka.

Dan tolong, jangan sarankan jika untuk memenuhi keinginan kecilnya —yang berdampak besar, tentu saja— ia harus melahirkan lagi.

For God’s sake! Usianya sudah hampir menginjak angka lima puluh lima sekarang. Sudah pantas digelari panggilan ‘Nek’ di depan namanya. Tidak mungkin ia menimang seorang bayi lagi yang ia akui sebagai anaknya bukan?

Aku mendesah berat.

Memikirkan Kareen-ku harus menikah dan bersanding di pelaminan dengan pria lain demi memenuhi permintaan Tante Maureen bukanlah hal yang menyenangkan. Sama seperti halnya seperti sekotak coklat yang sudah kamu sisakan yang terlihat paling enak untuk dimakan di bagian terakhir tetapi seseorang datang dan merebutnya darimu. Di detik kamu baru akan meraihnya. Dan memakannya tepat di hadapanmu.

Bisa kamu bayangkan rasanya? Tidak, tidak perlu terlalu dihayati.

Aku mengusap pelan punggung Kareen yang tengah melingkarkan lengannya di perutku. Berusaha mengalirkan rasa nyaman untuknya.

Jangan tanya bagaimana keadaan jantungku sekarang. Mungkin kalau diumpamakan, seperti keadaan saat meletusnya perang dunia kedua.

Kareen-ku sedang merana.

“Tenang aja, Reen. Semua akan indah pada waktu yang tepat. Aku yakin jodohmu juga akan segera menampakkan wujudnya,” dan aku harap itu aku, sambungku dalam hati.

Aku merasakan gerakan kecil dalam pelukanku, Kareen sedang mengangguk.

“Sekali lagi makasih, Van. Aku bersyukur punya adik sepertimu,” ucapnya pelan dan terlihat nyaman dalam pelukanku.

Princess Love IssueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang