KAREEN
Berat. Mataku terasa berat. Pandanganku terasa samar. Bau obat-obatan menyergap indra penciumanku. Rumah sakit. Itu yang dapat kusimpulkan dari aroma di sekitarku. Aku kan benci rumah sakit, siapa sih yang membawaku ke sini?
Badanku terasa nyeri dan lemah, sakit menusuk di sana sini. Tapi ada satu organ tubuhku yang terasa lebih sakit dari yang lain. Hatiku. Entah kenapa aku merasa kosong. Seperti ada sesuatu yang terenggut paksa dariku.
Baru saja aku mau membuka mataku sampai aku mendengar suara orang-orang berbicara di dekatku.
Aku mengintip melalui sela bulu mataku dengan mata yang masih setengah terpejam. Tampak sosok Evan, Mama, dan Papa yang berdiri membelakangiku, berhadapan dengan seorang pria paruh baya berjas putih yang kuasumsikan sebagai seorang dokter.
“Dok, bagaimana kondisi istri saya?” tanya Evan dengan nada panik yang tak berusaha ia tutup-tutupi.
“Maaf sekali, kami tidak dapat menyelamatkannya...”
“Apa maksud Dokter? Bukankah elektrokardiograf-nya masih berdetak, berarti istri saya masih hidup kan? Dokter jangan bicara sembarangan.” hey, Pak Dokter, aku di sini masih hidup dan bernapas tau!
“Van, tenang dulu,” Mama berusaha menenangkan emosi Evan. Ada apa sih emangnya? Kenapa semua orang panik begini?
“Yang saya maksud bukan istri Bapak, tapi janin dalam kandungannya. Maaf sekali. Kami tidak dapat menyelamatkannya...”
“Sebentar! Maksud Dokter... istri saya... hamil?”
“Hamil!?” pekik terkejut itu tak tertahankan. Empat kepala yang tadinya membelakangiku langsung serempak menoleh ke arahku dengan mata membelalak, kecuali si Dokter.
Hah? Hamil?
Aku hamil? Berarti, aku adalah seorang calon ibu... Tapi... Kata Dokter tadi, mereka tidak berhasil menyelamatkannya... menyelamatkan siapa?
Apa... mereka tidak berhasil menyelamatkan janinku? Calon bayiku!? Aku membunuh anakku sendiri. Aku seorang pembunuh!
***
EVAN
“Yang saya maksud bukan istri Bapak, tapi janin dalam kandungannya. Maaf sekali. Kami tidak dapat menyelamatkannya...” Janin dalam kandungannya? Otakku bekerja lambat menangkap informasi yang baru kuterima.
Janin. Jabang bayi. Berarti Kareen...
“Sebentar! Maksud Dokter... istri saya... hamil?”
“Hamil!?” pekikan terkejut itu menyentakkan kesadaranku dan kedua mertuaku akan kehadiran sosok lain di ruangan ini. Kareen. Ia baru sadar.
Aku menghampirinya dan mendudukkan diri di sisi ranjang dan menggenggam jemarinya erat. Berusaha menguatkannya.
Jadi Kareen tadinya hamil? Ya, itu menjawab semua kelakuan anehnya selama ini. Tapi... tadinya... calon anak kami sudah tidak ada sekarang. Kenyataan itu memukulku dengan sangat keras. Aku tak mampu menjaga Kareen dan calon bayi kami.
“Janin dua minggu. Sayang sekali, bayinya tak dapat diselamatkan. Saya asumsikan beliau kebanyakan mengonsumsi enzim bromelian. Apa akhir-akhir ini Ibu mengonsumsi buah nanas dalam jumlah yang banyak?”
“Be—benar, Dok. Kemarin Kareen memang sempat mengonsumsi buah nanas segar yang masih muda dalam jumlah yang banyak,” jawab Mama mewakili.
“Kalau begitu saya asumsikan itulah penyebab kegugurannya. Enzim bromelian dapat melemahkan dinding rahim. Belum lagi pada dasarnya rahim Ibu Kareenina bermasalah. Kandungannya sangat lemah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Love Issue
أدب نسائي*first sequel of 27 to 20* Dua puluh tujuh tahun, cantik, cerdas, berbakat, dan belum mempunyai pasangan? Aneh? Tidak juga, kalau kamu menjadi Kareenina Divira Geovanni, putri sulung kesayangan Azkanio Geovanni. Dengan sang ibu sudah mendesaknya unt...