KAREEN
Siapa bilang menikah itu gampang? Tinggal ke KUA dan tanda tangan buku nikah, voila! Kalian resmi suami-istri.
Open your eyes, guys!
Nikah itu ribet. Banget. Dan aku baru tau itu sekarang, saat akan menyiapkan pernikahanku sendiri.
Di-treatment ini itu, dibekali bagaimana menjadi calon istri yang baik, nyiapin segala macam tetek-bengek pernikahan yang musti detail se-detail-detailnya, belum lagi argumen untuk mencapai titik temu atas berbagai hal-hal kecil dalam pernikahan. Dan saat ini, aku benar-benar mengerti kalau pernikahan itu bukan hanya menyatukan dua kepala yang berbeda saja, tapi juga menyatukan dua keluarga yang berbeda. Karena yang paling banyak ambil andil dalam pernikahan ini adalah kedua keluarga kami. Terutama kedua ibu-ibu rempong kami. Sementara kami —aku dan Evan— sama sekali nggak boleh ketemuan sebelum hari H. Bayangin, kedua mempelai nggak bisa bertukar pendapat tentang detail pernikahan mereka. Huff... entahlah bagaimana jalannya pernikahan kami nanti, aku juga takut membayangkannya.
“Reen, kok belum siap-siap? Sebentar lagi Evan udah mau ngejemput loh,” sapa Mama membuyarkan lamunanku.
“O—oh... iya, Ma.”
Yup, hari ini akhirnya aku dan Evan diijinkan bertemu untuk fitting baju pengantin sekaligus memilih cincin pernikahan. H-7 dan persiapan sudah mencapai angka 80%. Aku rasa Mama dan Mama Di benar-benar berbakat menyiapkan pernikahan. Terbukti hanya dalam waktu 7 hari alias seminggu, segala persiapan sudah hampir rampung.
Ya, Mama Di. Kaget? Aku memutuskan memanggil Auntie Di begitu. Nggak lucu kan kalau aku manggil Auntie ke mertua?
Aku beranjak naik dari singgasanaku dan meninggalkan ruangan kebesaranku —kamarku, maksudnya— dan melangkah bertemu ‘calon suami’ku.
Jantungku berdegub kencang entah karena apa. Sikapku benar-benar norak sekarang. Seperti seorang gadis ABG yang mau bertemu pacarnya saja. Yah, walau kuakui wajahku masih se-unyu gadis ABG. Abaikan yang satu ini kalau merasa mual.
Evan sudah ada di sana. Duduk sambil menyatukan tangannya dan menumpu sikunya di kedua sisi lututnya. Tampak mempesona dan... berapa lama aku tidak bertemu dengannya? Seminggu? Tapi kenapa rasanya seperti sudah lama sekali? Astaga, kenapa aku jadi lebay seperti ini sih?
“Hai,” sapanya riang.
“Er... hai...” jawabku sambil melangkah pelan menghampirinya.
Wangi musk dan aftershave-nya menyergap indra penciumanku. Kenapa aku baru sadar sekarang kalau wangi tubuh Evan sangat memikat?
Eitss... kenapa aku terdengar seperti tante-tante girang yang membicarakan berondongnya tadi?
Astaga...
“Ready to go? Mama kamu bakal nyusul ke bridal-nya,” ajaknya dengan senyum sejuta watt-nya.
Aku mengangguk.
Evan terlihat celingukan menatap sekitar.
“Papa-mu?” tanyanya kemudian.
Oh, Evan mau pamit sepertinya.
“Papa lagi ada meeting, jadi nggak di rumah deh,” jawabku.
Evan mengangguk-angguk mengerti sebelum mengulurkan tangannya ke hadapanku.
Apaan? Evan mau ngapain?
“Hold hands?”
Aku menatap tangan Evan yang terjulur dengan ragu sebelum meyankinkan diriku sendiri dan menerima genggaman tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Love Issue
ChickLit*first sequel of 27 to 20* Dua puluh tujuh tahun, cantik, cerdas, berbakat, dan belum mempunyai pasangan? Aneh? Tidak juga, kalau kamu menjadi Kareenina Divira Geovanni, putri sulung kesayangan Azkanio Geovanni. Dengan sang ibu sudah mendesaknya unt...