Sixteen

64.4K 3.7K 196
                                    

KAREEN

“Uhuk... Uhuk...”

“Azka!”

“Papa!”

Tuhan, jangan renggut Papa-ku. Aku masih sangat membutuhkannya. Kami masih sangat membutuhkannya. Engkau baru saja memberikanku mandat sebagai seorang istri, tapi aku tidak ingin melepas tanggung jawabku sebagai seorang putri. Kumohon, selamatkan Papa-ku...

“Az, panggil Dokter!” teriak Mario. Bahkan, wajah Mario yang biasanya datar sekalipun tampak sangat panik. Azareen terus menerus berlari bolak-balik, kelimpungan dan panik sendiri. Sementara Mama hanya bisa terus terisak sambil memanggil-manggil nama Papa dengan suara pilu.

Aku hanya bisa terpaku di posisiku, menatap kosong pada Papa yang terus terbatuk-batuk hingga wajahnya memerah.

Papa. Papa harus selamat. Papa harus ada untuk terus menemaniku. Menyaksikan kebahagiaanku dan turut berbagi kebahagiaan denganku.

Azareen bersiap melangkah keluar ruangan, memanggil dokter jaga. Karena di ruangan IGD rumah sakit ini tidak menyediakan tombol bel darurat, Azareen terpaksa harus berlari menemui dokter jaga IGD di ruang dokter, sampai sebuah suara menghentikannya.

“Az... Ng—uhuk—Nggak usah...” lirih Papa sambil menepuk-nepuk pelan dadanya.

Serempak, kami semua menoleh pada Papa yang masih terduduk di ranjang dengan kepala bersandar pada kepala ranjang tepat di samping Mama. Batuknya berangsur-angsur mereda dan wajahnya juga mulai terlihat agak normal, walau tidak secerah biasanya.

“Papa!” kami berlari mengerubungi Papa seperti koloni semut yang mengerubungi gula.

“Kenapa nggak mau panggil Dokter, Pa? Siapa tau keadaan Papa drop, jadi kita kan bisa langsung antisipasi,” cerocosku.

Papa tersenyum sambil menggaruk tengkuknya dan menatap Mama yang masih terpaku menatapnya bingung.

“Tadi Papa cuma tersedak ludah aja,” jawabnya polos.

ASTAGA!!

JADI KEPANIKAN TADI CUMA KARENA TERSEDAK LUDAH!?

LUDAH!?

God! Sepertinya yang sebentar lagi harus dirawat karena jantungan bukan Papa, tapi kami semua akibat ulah Papa!

“Astaga, Papa!” pekikku diiringi pekikan penghuni ruangan yang lain.

Aku meluruh, terduduk bersimpuh di lantai.

Syukurlah Papa nggak kenapa-kenapa. Aku benar-benar kalut tadi. Kalau sampai sesuatu terjadi dengan Papa, aku tak yakin aku akan bisa tersenyum lagi menghadapi hari esok.

“Azka! Kamu pikir ini lucu!? Kamu tau, aku dan anak-anakmu semua khawatir! Takut kamu kenapa-kenapa! Habis... kamu sampai mengatakan ke Kareen agar mempercepat pernikahannya dan kamu takut kalau nggak bisa melihat mereka menikah. Bukan kamu yang anfal lagi nanti. Tapi aku! Aku dan anak-anak yang akan menyusul anfal, tau!” pekik Mama histeris sambil mencubit pinggang Papa bertubi-tubi.

“Tau. Dad, why are you being so Drama King?” timpal Az sambil mengelus dadanya lega, menyurutkan kepanikan dan mengontrol debar jantungnya.

“Apa Papa mau melihat kami meninggal lebih dulu dari Papa?” tembak Mario.

Papa langsung menggeleng cepat.

Mata Mama menyipit, menatap Papa curiga.

“Ka, jangan bilang kalau serangan jantung tadi cuma akal-akalan kamu, ya...” tanya Mama penuh kecurigaan.

Princess Love IssueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang